Senin, 23 Juni 2014

Rindu itu, berat

Ketika malam datang, rindu pun berulang-ulang menikam saya dan mengahalau saya untuk mencari pelukan di pagi yang tak kunjung bertemu. Berat.
Saya hanya berharap bisa menilik saja apa yang ada dalam hatimu.
Apakah sama seperti yang saya rasakan?
Mau tahu seberapa berat rindu yang menghujani hati saya tiap malam?
Perlu saya timbang?
Perlu saya ukur seberapa dalam?
Apa hatimu juga merasa berat karena tertiban rindu yang sama?
Beritahu saya jika iya.
Jika tidak, cukup beritahu kepada angin
malammu.
Siapa tahu bisa menyatu sampai kepikiranku.

Kamis, 19 Juni 2014

Jamuan rasa

Apa kabarmu kesedihan ?
Mungkin sedang berbahagia karena masih
mendapat tempat terbaik disini, kau seakan terus menari-nari dalam memori seperti hentakan ribuan belati yang berkarat. Tidakkah kau bosan terus menerus bermain diruang yang telah porak poranda kini, Hati yang sudah tak mendapat tempat untuk berteduh, pun untuk singgah sebentar.
Dan entah bagaimana kini kabarnya kebahagiaan disana ?
aku sudah lama tak menemuinya, dan kuharap Ia tak bersedih melihat aku yang sekarang.
Mungkin Aku adalah orang kesekian yang
bertanya bagaimana kabar bahagia, tapi masih saja bertahan duduk dan diam memandangi orang.orang yang tersenyum bahagia dan berjalan penuh riang dan tawa.
Dan aku adalah orang yang selalu datang
terlambat untuk itu.
Aah. . . sudahlah, kini aku sedang menikmati segelas kopi bersama jamuan senja yang masih tersisa kali ini, meski beberapa waktu yang lalu sebenarnya matahari telah lama tenggelam diufuk barat.
Aku hanya ingin disini untuk sementara waktu, bernostalgia dengan aroma pekat kopi hitamku dan bersimpati dengan hati yang sebenarnya masih belum patah, mungkin Aku hanya terlalu keras pada hatiku.
Aah. . . aku tak perlu terlalu khawatir untuk itu, toh sejauh ini aku masih baikbaik saja.
Mungkin aku takkan menemukan bahagia jika aku terlalu jauh mencari dan terlalu mengurung diri diruang yang sempit.
Cukuplah aku mampu untuk meyakinkan diri ini bahwa bahagia tidaklah sejauh jarak antara bumi dan matahari.
Mungkin bahagia itu ada disini, hanya saja aku belum menjamunya dengan baik, hanya saja kini Aku mulai merasa lelah untuk menunggu.

Jumat, 13 Juni 2014

Bayangan dalam pejamanku

Lingkaran itu menyerupai bulan. Iya, memang bulan. Ternyata hari kini telah malam. Di satu malam, detak jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat dari keadaan normal. Aku terdiam, terpaku
melihat di sekitar. Tembok-tembok yang
memagariku, membuat pikiranku semakin sempit. Aku benci keadaan ini. Aku butuh ruang. Ruang yang terang dan lapang.

Tapi, hatiku bertanya. Bagaimana dengan pagi? Dimanakah pagi? Kapan engkau kembali? Aku merindukanmu, sungguh!
Aku rindukan sentuhan hangatmu. Masihkah pagi itu menunggu ku disana? Tunggu aku! Malam ini, dia akan segera pergi. Datanglah dan jemput aku disini. Aku butuhkanmu, pagi. Gantikan bulan itu
menjadi mentari. Jadikan kelam ini sebuah cahaya di pagi nanti. Yaa, aku rindukan pagi. Gelisahku mengajak berdamai dengan waktu. Tapi, aku tak bisa. Ku rebahkan diri dan ku pejamkan mata. Apa itu? Batinku bergumam.
Dalam pejamanku sesosok bayangan hadir. Bayangan yang ku harapkan jadi nyata.

Taukah engkau? Lama sekali aku menunggumu disini. Tapi, dimana? Dimana kau kini? Tidak kah kau ingat pada ku? Berjuta pertanyaan dan ketakutan menyergapku. Seakan ingin menelanku bulat-bulat tanpa jejak.
Aku kini bangun dari tempat tidurku. Butiran peluh kini menggenangi dahiku. Pertanda ketakutan itu semakin membunuhku. Tak mungkin rasanya jika ku paksakan pejamkan mata ini.

Ku lihat lagi ke langit yang dibatasi oleh atap putih transparan. Bulan, ternyata itu masih kau. Kenapa selalu kau yang menghantui malamku? Bisakah kau pergi sesaat dariku? Gantikan dirimu dengan mentari. Aku mohon! Hanya mentari yang dapat hangatkan aku. Membawa duniaku kembali dan bernyanyi. Mentari selalu tertawa dan membagi kebahagiaannya padaku.

Pernah suatu saat, di bawah sinar mentari aku bertemu dengan bayangan yang datang dalam pejamanku malam
itu. Bayangan yang selalu aku rindukan hadirnya. Dia datang seolah membawa dunia baru untukku. Disini, dia di nadiku selalu memberikan getaran yang membuat ku masih bertahan hingga detik
ini. Namun, ketika malam datang dan
digantikan bulan, aku tak pernah lagi mendengar kabar dari bayangan itu.

Nadiku tiba-tiba berhenti berdetak. Tapi, bukan mati. Hanya saja sedikit melambat. Dunia tiba-tiba menjadi gelap. Mulai saat itulah, aku membencimu, bulan.
Karena engkau mentari pergi. Walaupun begitu, aku yakin mentari pergi hanya untuk sesaat. Mentari pergi bersembunyi dari malam yang hitam pekat.
Masih di bawah sinar rembulan. Aku berdendang dengan sepi. Aku menunggu mentari. Mentari, tunggulah aku. Bulan ini tak akan lama disini. Karena yang ku inginkan hanya kau.Hanya mentari yang mempertemukanku denganmu.
Bayangan dalam pejamanku.

Sabtu, 07 Juni 2014

Mengingat Kamu

Di malam minggu sedingin ini, mungkin kamu sedang berpeluk dengan kekasih barumu di atas motormu sambil menikmati indahnya malam. Mungkin. Karna aku tahu kamu suka malam, kamu suka menikmati malam sendirian. Dulu aku jarang menemanimu jalan-jalan malam karna aku tak pernah suka angin malam, tapi aku sering menikmati malam dengan melihat langit yang berbulan di balik jendela rumah. Sekarang mungkin kamu tak lagi menikmati malam sendirian, kan sudah ada dia wanita barumu sayang. Jangan salah paham sayang, dulu bukannya aku tak ingin jalan malam bersamamu tapi kamu tahu kan aku tak pernah suka dengan angin malam. Karna tubuhku begitu rentan jika terkena angin malam. Mungkin wanita barumu tidak seperti aku yang susah sekali di ajak pergi setiap malam. Mungkin dia selalu mau menikmati malam bersamamu. Bukan aku yang lebih senang menikmati malam di balik jendela rumah sambil menatap bulan.

Sayang, jika kamu ingin menikmati malam lagi saat ini. Aku mau menemanimu, tidak usah bersamanya. Dulu kamu selalu ngotot mengajakku jalan kan? Sekarang, aku mau sayang aku mau. Aku mau menemani kamu kemanapun kamu pergi. Aku tak akan lagi keras kepala. Aku tak akan membiarkanmu kedinginan di jalan. Aku akan selalu peluk kamu sepanjang jalan. Aku tak peduli lagi dengan tubuhku yang rentan dengan angin malam. Aku hanya ingin bersamamu sayang hanya bersamamu. Bisakah kamu datang kerumah dan mengajakku pergi. Seperti dulu sayang, saat kamu tiba-tiba datang dan ingin mengajakku pergi di malam takbiran. Aku janji sayang, aku tak akan menolak. Aku tak ingin mengecewakanmu lagi. Aku janji. Tapi sekarang mungkin kamu tak akan datang. Mungkin kamu tak mau lagi mengajakku menikmati malam. Sudah ada dia, wanita barumu. Dia mungkin selalu mau diajak pergi denganmu kemanapun. Tidak seperti aku yang susah sekali diajak jalan-jalan. Mungkin itu salah satu alasan mengapa kamu pergi dari aku. Aku wanita keras kepala yang tak pernah mau diajak kamu jalan-jalan menikmati malam. Tapi jika itu alasannya bukankah terlalu konyol. Sayang, aku tahu kamu dulu begitu teramat sangat mencintaiku. Mencintai aku apa adanya tanpa mengubah diriku sendiri. Aku bisa jadi apa adanya di dekatmu. Aku terlalu nyaman berada dalam pelukmu. Dan kamu sendiri tak pernah marah sedikitpun walaupun aku begitu keras kepala. Kamu terlalu sabar saat bersamaku sayang. Kita sama-sama saling tahu, saling nyaman, saling mencintai. Tapi mengapa kita tak pernah pada ruang yang sama. Mengapa kita terlalu gengsi pada diri masing-masing. Mengapa kamu tidak mau mempertahankan kita. Tapi kamu malah memilih dengan wanita baru lagi. Kamu tahu? Saat ini aku tengah berada dalam ketakutan yang teramat sangat. Aku takut sayang, tapi aku tak ingin memberi tahu ketakutanku padamu. Aku tak mau kamu tahu bagaimana aku yang sampai saat ini belum bisa merelakan juga melepaskan.

Sayang, setiap kali aku mengingat tentang kita, segalanya sungguh manis tapi miris. Aku selalu berharap ada keajaiban sehingga kita bisa seperti dulu. Saat segalanya bersamamu adalah hal yang membuatku bahagia. Saat senyumku mengembang manis karnamu. Saat ucapan sayangmu membuatku percaya bahwa cinta yang sesungguhnya bukan hanya sekedar omong kosong. Mengingatmu tak akan pernah ada habisnya. Otakku tak akan pernah berhenti mengingatmu. Karna segalanya terasa di luar nalar. Aku tak pernah mengerti mengapa mencintaimu begitu membuatku begitu sabar. Hingga sampai saat ini masih ada wanita yang tak pernah berhenti mengadahkan tangannya mendoakanmu dalam diam, dalam tangis, dalam dinginnya malam. Sayang, wanitamu dulu ini sungguh begitu ringkih. Begitu rapuh saat kamu menghancurkan mimpi dan harapannya bersamamu. Tak pernahkah kamu peka?

Masih tentangmu sayang,
Kamu yang dulu pikirannya tak pernah absen mengingatku dalam dinginnya malam.
Aku masih mencintaimu, mencintai kita yang dulu.

Minggu, 01 Juni 2014

Senandung untuk kau

Gelap sudah bergelayut disini, hujan menyisakan genangan genangan air di halamanku. Tapi aku masih saja mematung menepis kesunyian. Mulai ku julurkan telunjuk mengukir sisa sisa bayangmu di kaca yang
berembun. Ah aku lupa, aku lupa saat mulai membuat sketsa wajahmu karena semburat senja
tadi menghalangiku menatap dirimu lebih lama. Tidak.. tidak.. ternyata memoriku jauh lebih kuat dari itu, bukan wajahmu yang aku lupa tapi
seberapa lama aku mengenalmu yang aku lupa, karena detak jam dinding pun tak mau bercerita tentang sejak kapan kau tawarkan kehangatan itu padaku.

Hey, untuk kau yang sedang pongah mengikuti dilema hidupmu Dengarlah aku akan bercerita tentang sekeping hati yang ku sisakan untukmu. Benar, kau benar.. Sekeping hati itu tidak akan ku satukan pada sekeping hati yang masih rancu bagimu. Karena ada seonggok hati utuh yang telah kau genggam lebih dahulu. Tapi kenapa kau ragu? aku tidak akan meminta mu memungut kepingan hati itu untukku. Aku hanya meminta kau biarkan saja kepingan hatiku berkelana sesuka hatinya sampai dia menghentikan langkahnya. Tahu kah kau, buah kata yang akan ku lantunkan di setiap sembah sujudku kepada Sang Pembolak balik hati. Ya tentu, tentu ada namamu, ada doa ketentraman dan kesehatan untukmu.

Ah andai kau tahu, saat ini aku tidak pernah punya angan jauh
bersamamu, dapat melihatmu tersenyum saja sudah melepaskan gundahku. Aneh memang,jangankan kau.. aku saja bingung dengan perasaan ku. Aku tak ingin memiliki mu hari ini, tapi aku ingin kau tetap ada disini menjadi senandung tidurku. Biarlah sayapku kembang dengan bayangmu. Sungguh indah, benar-benar indah rasa ini. Tuhan memberikan aku sebuah rasa keikhlasan yang lebih kuat dari rasa inginku. Tuhan pun mengulurkan tanganNya dengan murah hati untuk menampung rasa yang telah aku titipkan padaNya. Aku tak pernah takut, aku tak pernah sedih, karena aku bukan seekor kukang yang selalu malu malu menampakkan meganya. Aku adalah seekor semut yang akan selalu mengangkat beban jauh lebih berat tanpa mengutuk-ngutuk adam dan Tuhannya karena Tuhan memberikan ku sebuah rasa dengan
keikhlasan yang tiada terkira. Indah.. sungguh.. Dan rasa itu yang menuntunku untuk menepis kesendirian itu. Hey aku tak sebejat itu. Tidak, aku tidak akan membagi sekeping hati yang telah aku sisakan untukmu kepada para pengembara baru yang mencoba untuk singgah dan berlabuh disana. Karena aku akan membiarkan sekeping hati itu tertanam dan mengakar hidup dalam semak semak rindu yang terkadang berbuah dan berbunga atau terkadang hanya akan menjadi makanan ulat ulat kecil saja.

Sekarang aku hanya ingin menjadi yang terbaik untuk diri ku, hidupku dan agamaku. Karena aku bukan cleopatra yang cantik rupa dan dipuja setiap mata memandangnya, tapi aku hanya seseorang hamba sederhana yang mencintaimu
dengan bersembunyi di balikdoanya. Bukan disini aku menunggumu, bukan hari ini ingin aku memilikimu tapi nanti.. Suatu hari jika torehan
tinta takdir Sang Pencipta tergores bersamamu di mahligai keindahannya.