Jumat, 26 Februari 2016

Entahlah!

"She lost him, but she found herself, and somehow that was; everything." - (Out Of The Woods - Taylor Swift)
Kamu terbiasa pada ucapan selamat pagi darinya, ucapan selamat tidur darinya, melihat tawanya, mendengar candaannya, tertawa bersamanya di atas sepeda motornya, memegang jemarinya ketika kalian berjalan bersama, menonton film di bioskop, makan apapun bersamanya sampai kamu kekenyangan, memeluknya ketika kamu berada di titik terendahmu, dan mengecup keningnya ketika puncak rindumu tidak tertahan lagi.
Kamu begitu terbiasa akan kehadirannya, namun setelah dia pergi; kamu merasa separuh dirimu pergi. Langit yang kaulihat masih sama, udara yang kaurasa masih sama, jalanan yang kaulewati masih sama, tapi semua kini berbeda, kesepian itu bernama-- hidup tanpa dia.
Kamu menangis semalaman, setiap hari, berminggu-minggu. Tapi, dia tidak pernah kembali, bahkan tidak pernah datang walaupun hanya sedetik saja. Kamu tetap menatap ponselmu, meskipun dia tidak pernah lagi menelepon. Kamu diam menatap pagar rumah, berharap dia menjemputmu, walaupun kautahu itu tidak mungkin terjadi.
Kamu merasa kehilangan segalanya. Segalanya. Dari kehilangan itu, kauterpaksa melupakannya, terpaksa membiasakan diri hidup tanpanya, terpaksa menerima kenyataan bahwa kaudengannya tidak lagi sejalan. Berhari-hari kaulalui, berminggu, berbulan, dan entah mengapa kini kaubisa sedikit bernapas lega. Entah kekuatan dari mana yang mampu membuatmu berpikir bahwa hidup tanpanya bukanlah neraka.
Kaumulai bisa merelakan, meskipun kautidak akan mungkin mampu melupakan. Kamu mampu memaafkan, walaupun kamu tidak akan pernah lupa sakitnya seperti apa. Kamu menghela napas, memeluk Tuhanmu tanpa enggan lepas. Kaubelajar mencintai dirimu sendiri karena selama bersama dia-- kamu lupa bahwa dirimu pun patut untuk dicintai.
Kamu memang kehilangan dia, tapi selama proses hidup tanpa dia itu; ternyata kautemukan dirimu yang sesungguhnya. Dirimu yang lengkap. Utuh. Dan, pantas untuk dicintai orang lain yang jauh lebih baik dari mantan kekasihmu.
Karena percaya atau tidak, waktu akan menyembuhkan segalanya, dan membuat semua kembali baik-baik saja. Yang kaubutuhkan hanya satu-- memaafkan.

"Aku bisa memaafkan tapi tidak untuk melupakan. Dan anehnya kekecewaan itu hilang tapi cinta ini tak juga hengkang."

Senin, 22 Februari 2016

Kekasih yang Telah Mati

Derai tawa selembut melodi
Merekah indah dalam ilusi
Menari jari jemarimu di atas kanvas
Melukis asa dalam mimpi

Indah suara mengisi irama
Berbaur menari dengan pelangi
Berbisik indah dalam hati
Tawamu pecah melantunkan mimpi

Tapi ketika tangan mencoba meraih
Bayangmu pecah menjadi mozaik
Ibarat krytal hancur berderai
Dirimu hilang bagai buih

Tak ku sangka dirimu hanya ilusi
Dari mimpi sang kekasih yang telah mati
Memegang tangkai hitam sang mawar
Ku berdiri diam di atas nisan.

Kenangan bahagia bagi kita
Tentang melodi lagu akan cinta
Senyum tawa berderai seirama
Sebelum memudar seperti serpihan mawar.

Tangis terikat rasa sembilu.
Ku julurkan tanganku di atas tanah hitam.
Menyapu sang cinta yang terdiam .
Aku ikrar kan sumpah setia

-EPY

Selasa, 16 Februari 2016

Memeluk Masa Lalu

"Begitu kamu mencicipi rasanya terbang, kamu akan selalu berjalan dengan mata menatap ke langit, karena kamu pernah ke sana, dan kerinduanmu akan selalu tertuju padanya." - Leonardo Da Vinci
Dan, aku tahu betul rasanya terbang bersamamu, rasanya menggenggam jemarimu dan melihat ketinggian dari bawah. Aku tahu betul rasanya dibuat bahagia karena kehadiranmu, rasanya melihat orang lain yang tidak sebahagia kita, kemudian itu semua membuatku bersyukur karena memilikimu. Aku tahu betul rasanya semua itu, hingga saat kamu pergi, yang aku harapkan hanyalah agar kamu segera kembali.
Ketika kamu pergi, aku berjalan, terus berjalan, menghitung hari-hari. Mencoba meyakinkan diri bahwa kamu pasti segera kembali. Aku melewati hari-hari dengan keyakinan penuh kamu pasti berbalik arah atau setidaknya ingat betapa bahagianya masa-masa saat kita bisa terbang berdua. Tapi, kamu tidak pernah kembali.
Aku tahu betul rasanya terbang tinggi bersamamu dan mengetahui bahwa kamu telah melaksanakan penerbanganmu bersama seseorang yang lain; cukup membuat aku remuk. Aku pernah sangat bahagia bersamamu, pernah begitu tahu hangatnya pelukmu, pernah mengalami bergetarnya ketika kamu mengecup ubun-ubun kepalaku, pernah tertawa lepas karena leluconmu, pernah begitu bahagia karena kamu berada di sampingku.
Tapi, setelah aku puas terbang tinggi bersamamu, kamu memaksa aku untuk mendarat dengan cepat. Kamu meminta aku menyudahi semua yang telah kita mulai, kamu menginginkan kita mengakhiri semua sesuai maumu, dan caramu mengakhiri ini semua tidak sesuai dengan akhir yang aku inginkan. Aku terpaksa jatuh, ke daratan terbawah, ke luka paling dalam, hanya untuk memenangkan keinginanmu yang sesungguhnya bukan keinginanku.
Aku tahu betul rasanya terbang tinggi bersamamu, karena aku tahu betapa bahagianya terbang bersamamu, maka diam-diam aku masih berharap kita punya waktu untuk setidaknya mengulang yang pernah terjadi di belakang. Terbang sepuas-puasnya tanpa memikirkan apa kata orang. Bahagia sesuka dan sebisanya karena kita sadar, bahwa hidup terlalu lelah jika hanya diisi dengan meratapi perbedaan kita.
Aku tahu betul rasanya terbang tinggi bersamamu dan saat aku telah terjatuh, entah mengapa mataku masih sering menatap langit-langit, menyimpan harap agar kamu yang sibuk terbang tinggi bersama yang lain, masih punya waktu untuk menatap aku yang ada di bawah.
Aku masih menatap langit-langit. Hingga mendung berganti hujan, hingga hujan berganti pelangi, hingga pelangi berganti mendung lagi. Aku masih menatap ke belakang, berharap kamu benar-benar pulang. Aku masih menatap ponselku, berharap chat-mu setidaknya sedikit mengobati rinduku. Aku masih menatap fotomu, berbisik dalam doa agar Tuhan mengerti-- hanya dirimu yang aku mau.
Karena aku tahu betul bahagianya terbang tinggi bersamamu, hingga dengan bodohnya aku percaya, tidak akan ada orang lain yang bisa membuatku bahagia; semanis dan selugu ketika kamu membuatku tertawa.

-Dwitasari

Sabtu, 13 Februari 2016

Berakhir Tanpa Kata

Seperti sebuah kata yang bergantung pada kata-kata selanjutnya, seperti itu pula aku bergantung padamu. Selalu ingin di sampingmu, meski aku tak pernah tahu tentang kejelasan perasaanmu terhadapku. Masih mengambang di memoriku bayangmu serta suaramu yang kian bernada memanggilku, menatapku dengan senyum sederhanamu. Jantungku kembali berdetak kencang, sekencang imajinasi yang terbang membentuk rangkaian harapan yang menyuruhku untuk menggapainya.

Membuat duniaku seakan berhenti sejenak, meski waktu tak pernah izinkan aku untuk mengucap kata, biarkan hanya hatiku yang berbisik padanya. Relung jiwaku menggantungkanku pada harapan yang kian berbenih. Searah dengan rindu yang ingin ku tepis, menyuruhku untuk menoleh pada luka yang menganakbiak, membawaku harus mengingat kembali sebutir harapan yang mulai rapuh dimakan waktu.

Sakitnya masih membekas, meski kalimatnya sudah menunjukkan akhir dari kata ‘kita’. Menyerang hatiku bertubi-tubi, menjadikanku pesakitan yang terus terobsesi dengan bermacam gerak-gerikmu, yang menyuruhku untuk menjadikanmu objek yang terekam jelas di memoriku. Seharusnya ‘kau malu.’ Kamu tahu, sejak kapan rasa ini ada? Iya, rasa ini ada semenjak kamu yang tanpa permisi itu memasuki hidupku, membuatku nyaman dan jatuh cinta setengah mati. Lantas untuk apa kamu mendekatiku, hingga tanpa kata kini kau menjauh.

Ternyata aku belum mampu

Jika ada seseorang yang bertanya "Kamu masih mencintainya?", aku hanya diam. Aku tak akan memberikan jawaban apapun.
Aku sendiri bahkan tak mengerti dengan perasaan sialan ini. Tapi apa namanya jika hanya dengan melihatnya aku bahagia, jika di dekatnya aku masih merasakan kenyamanan yang sama, jika setiap malam aku masih selalu merindukannya. Apa namanya jika itu bukan lagi cinta?
Nyatanya aku masih terlihat lemah saat melihat senyum di wajahnya, aku masih tak sanggup saat melihat matanya. Dan bodohnya lagi seketika aku lupa dengan apa yang dia lakukan dulu padaku, bagaimana dia yang telah membuatku menangis sampai akhirnya aku memutuskan untuk menjauh darinya. Aku berusaha membuka hati untuk yang lain tapi nyatanya aku tak mampu, aku takut jika nantinya hanya akan menyakiti mereka. Sehebat itukah dia hingga aku tak bisa menatap yang lain?
Berjuta pertanyaan yang ingin sekalI aku katakan padanya tapi tertahan hanya karena satu alasan, aku takut terluka lagi.
Kalau boleh aku diijinkan bertanya satu pertanyaan saja, yang dari dulu ingin sekali aku katakan "Tak pernahkah ada rasa cinta untukku?"
Ahh...sudahlah, aku gadis bodoh yang masih sempat-sempatnya berharap dan berharap.
Harus aku akui, pertemuan itu mengingatkan aku bagaimana dulu pertama kali aku jatuh cinta padamu. Dan harus akui, ternyata aku belum mampu.
Oh Tuhan makhluk ciptaanMu yang satu ini sungguh membuatku berantakan :'D

Jumat, 12 Februari 2016

Kau Pandang Aku Ada

Aku mendampingimu di saat-saat paling buruk dalam hidupmu.
Menjagamu dengan sepenuh-penuhnya hati.
Tak membiarkanmu berlaku bodoh agar kau tidak tersakit lagi.
Namun ketika semua sudah mulai membaik, kau pergi.
Kau berlari lagi seakan tidak ada aku dalam hidupmu sebelumnya.
Ku rawat patah sayap-sayapmu, namun kini kau terbang gagah meninggalkanku.
Tak pernahkah kau pandang aku ada?
Aku rindu kau yang terluka, aku rindu melihatmu yang tak berdaya.
Karena saat itu kau mampu menghargai kehadiranku jauh lebih berharga ketimbang sekarang yang sedang tertawa bahagia dengan orang berbeda.

-TWILH

Selasa, 09 Februari 2016

Bukankah

Bukankah,
banyak yang berharap jawaban dari seseorang?
yang sayangnya, yang diharapkan bahkan tidak mengerti apa
pertanyaannya
“Jadi, jawaban apa yang harus diberikan?”

Bukankah, banyak yang menanti penjelasan dari seseorang?
yang sayangnya, yang dinanti bahkan tidak tahu harus menjelaskan apa
“Aduh, penjelasan apa yang harus disampaikan?”

Bukankah,
banyak yang menunggu, menunggu, dan terus menunggu
seseorang
yang sayangnya, hei, yang ditunggu bahkan sama sekali merasa tidak punya janji
“Kau menungguku, sejak kapan?”

Bukankah,
banyak yang menambatkan harapan
yang sayangnya, seseorang itu bahkan belum membangun dermaga
“Akan kau tambatkan di mana?”

Bukankah,
banyak yang menatap dari kejauhan
yang sayangnya, yang ditatap sibuk memperhatikan hal lain

Bukankah,
banyak yang menulis puisi, sajak- sajak, surat- surat, tulisan-tulisan
yang sayangnya, seseorang dalam tulisan itu bahkan tidak tahu dia sedang jadi tokoh utama
pun bagaimanalah akan membacanya

Aduhai, urusan perasaan, sejak dulu hingga kelak
Sungguh selalu menjadi bunga kehidupan
Ada yang mekar indah senantiasa terjaga
Ada yang layu sebelum waktunya
Maka semoga, bagian kita, tidak hanya mekar terjaga
Tapi juga berakhir bahagia

-Tere Liye

Minggu, 07 Februari 2016

Bukan

Bukan kamu, bukan tentang itu

Juga bukan tentang pertemuan yang seharusnya tidak berlanjut.

Bukan tentang cerita setelahnya,

Bukan saat aku mengkuatirkanmu,
Atau saat-saat gelisah memikirkanmu

Bukan itu,
Ini tentang yang ada disini,
Lihat dalam-dalam perasaanku.

Antara ingin tapi tak ingin
Antara bebas tak lepas
Juga, antara tak bisa memiliki tapi tak mau kehilangan

Ingin berhenti, tapi hati terus melaju
Memerintah otak dan seluruh organ tubuhku untuk makin terpaut

Ahh…
Jangan buat aku kuatir,
Bukan tak bisa berhenti
Juga bukan karena aku tak sendiri

Hanya satu,
Bebaskanlah perasaanmu padaku.
Yakinkan aku, bahwa ini semua bukan tentang itu.

Sabtu, 06 Februari 2016

To Everyone After Me :)


Untuk yang sudah berdiri di sebelahnya, ambil saja dia, kau hanya dapat sisa.
Kalau kau melihat hidupnya tertatih sekarang, percayalah dia pernah dalam keadaan lumpuh ketika bersamaku.
Kalau kau melihat hidupnya tertekan kini, percayalah dia pernah dalam keadaan gila ketika bersamaku.
Kalau kau melihat dia mengeluh, terimalah saja. Karena dia pernah hampir putus asa dengan dunia ketika bersamaku.
Kalau dia mencarimu ketika lelah, sambutlah. Kasihan karena dia tak lagi punya pundakku untuk mengaduh. Begitu lama dia melabuhkan rindunya pada pelukku, bahkan ketika kau telah duduk di sampingnya.
Semoga kau tidak pernah tahu mengapa dia mencintaimu : karena kau serupa dengan kekasihnya yang pertama dulu.
Untuk yang sudah berdiri di sebelahnya, ambil saja dia. DARIKU, kau hanya dapat sisa.

Jumat, 05 Februari 2016

Hati tak bertuan

Oh semudah itu engkau pergi
Meninggalkanku tenggelam dalam sepi
Teganya dirimu sentuh aku dengan cintamu
Secepat itu dan kini kau berlalu

Ku hilang karenamu, aku tersesat karenamu
Hancur sudah semua karenamu

Dimanakah engkau kini aku berselimut sepi
Menangis memanggil namamu
Kemana harus ku cari saat rindu membunuhku
Jangan jadikan hati ini hati tak bertuan

Oh senandung lirih cintaku
Jatuh berderai sakit terasa pilu
Teganya dirimu sentuh aku dengan cintamu
Secepat itu dan kini kau berlalu

Dimanakah engkau kini aku berselimut sepi
Menangis memanggil namamu
Kemana harus ku cari saat rindu membunuhku
Jangan jadikan hati ini hati tak bertuan

Dimanakah engkau kini aku berselimut sepi
Menangis memanggil namamu
Kemana harus ku cari saat rindu membunuhku
Jangan jadikan hati ini
Jangan jadikan hati ini hati tak bertuan