Selasa, 16 Februari 2016

Memeluk Masa Lalu

"Begitu kamu mencicipi rasanya terbang, kamu akan selalu berjalan dengan mata menatap ke langit, karena kamu pernah ke sana, dan kerinduanmu akan selalu tertuju padanya." - Leonardo Da Vinci
Dan, aku tahu betul rasanya terbang bersamamu, rasanya menggenggam jemarimu dan melihat ketinggian dari bawah. Aku tahu betul rasanya dibuat bahagia karena kehadiranmu, rasanya melihat orang lain yang tidak sebahagia kita, kemudian itu semua membuatku bersyukur karena memilikimu. Aku tahu betul rasanya semua itu, hingga saat kamu pergi, yang aku harapkan hanyalah agar kamu segera kembali.
Ketika kamu pergi, aku berjalan, terus berjalan, menghitung hari-hari. Mencoba meyakinkan diri bahwa kamu pasti segera kembali. Aku melewati hari-hari dengan keyakinan penuh kamu pasti berbalik arah atau setidaknya ingat betapa bahagianya masa-masa saat kita bisa terbang berdua. Tapi, kamu tidak pernah kembali.
Aku tahu betul rasanya terbang tinggi bersamamu dan mengetahui bahwa kamu telah melaksanakan penerbanganmu bersama seseorang yang lain; cukup membuat aku remuk. Aku pernah sangat bahagia bersamamu, pernah begitu tahu hangatnya pelukmu, pernah mengalami bergetarnya ketika kamu mengecup ubun-ubun kepalaku, pernah tertawa lepas karena leluconmu, pernah begitu bahagia karena kamu berada di sampingku.
Tapi, setelah aku puas terbang tinggi bersamamu, kamu memaksa aku untuk mendarat dengan cepat. Kamu meminta aku menyudahi semua yang telah kita mulai, kamu menginginkan kita mengakhiri semua sesuai maumu, dan caramu mengakhiri ini semua tidak sesuai dengan akhir yang aku inginkan. Aku terpaksa jatuh, ke daratan terbawah, ke luka paling dalam, hanya untuk memenangkan keinginanmu yang sesungguhnya bukan keinginanku.
Aku tahu betul rasanya terbang tinggi bersamamu, karena aku tahu betapa bahagianya terbang bersamamu, maka diam-diam aku masih berharap kita punya waktu untuk setidaknya mengulang yang pernah terjadi di belakang. Terbang sepuas-puasnya tanpa memikirkan apa kata orang. Bahagia sesuka dan sebisanya karena kita sadar, bahwa hidup terlalu lelah jika hanya diisi dengan meratapi perbedaan kita.
Aku tahu betul rasanya terbang tinggi bersamamu dan saat aku telah terjatuh, entah mengapa mataku masih sering menatap langit-langit, menyimpan harap agar kamu yang sibuk terbang tinggi bersama yang lain, masih punya waktu untuk menatap aku yang ada di bawah.
Aku masih menatap langit-langit. Hingga mendung berganti hujan, hingga hujan berganti pelangi, hingga pelangi berganti mendung lagi. Aku masih menatap ke belakang, berharap kamu benar-benar pulang. Aku masih menatap ponselku, berharap chat-mu setidaknya sedikit mengobati rinduku. Aku masih menatap fotomu, berbisik dalam doa agar Tuhan mengerti-- hanya dirimu yang aku mau.
Karena aku tahu betul bahagianya terbang tinggi bersamamu, hingga dengan bodohnya aku percaya, tidak akan ada orang lain yang bisa membuatku bahagia; semanis dan selugu ketika kamu membuatku tertawa.

-Dwitasari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar