Indahnya hari, saat ku terbelenggu dalam bayangmu. Bermimpi kau ada disini, menemaniku dan berbagi cerita dalam hariku. Sosokmu tak luput terbuai dibenakku, seakan kau adalah puzzle dalam hidupku yang hilang. Kau menyerupai seorang yang terkulai secara nyata dalam mimpiku. Apa? Impian? Bukankah sangat menyedihkan jika seseorang memiliki mimpi yang tak masuk akal? Maksudku, lihat kamu. Iya kamu. Bagaimana mungkin dalam hidupku kau masih hadir sebagai kekasihku padahal dalam dunia nyata, aku tahu jelas, kau tahu jelas, semua orang juga tahu bahwa kamu sudah bahagia dengannya, bukan?
Aku hanya sanggup memilikimu dalam mimpiku. Aku hanya bisa menggenggammu dalam bayangku.
Sekejam inikah kenyataan? Kenyataan bahwa kau tak dapat aku miliki seutuhnya. Karena sudah jelas, hatimu memilihnya. Kamu sangat mencintainya. Dia juga sangat mencintaimu. Lalu siapakah yang harus disalahkan dalam relasi kita bertiga? Antara kamu, aku, dan dia? Aku rasa, akulah penyebabnya.
Aku yang seharusnya tak membalas rasa untukmu saat kau memberi perhatian sederhana sebelum kau kembali padanya. Aku yang terlalu berharap lebih padamu, yang berpikir bahwa kita berdua akan bersatu untuk saling mencintai.
Seharusnya aku tahu diri, aku bukanlah orang yang tahu jauh tentang hidupmu. Dan inilah kita sekarang. Sikapmu mulai berubah saat berdampingan dengannya lagi, dan membuatku rindu saat kau dan aku dulu terbebas untuk saling berbagi tawa tanpa mengenal waktu. Tapi mungkin saat ini, segala kenangan itu harus ku kubur dalam-dalam. Karna sudah jelas, kau miliknya, dan dia milikmu. Dan aku? Mungkin hanya sebagai parasit dalam hubungan kalian berdua.
Biarkan aku pergi, menggenggam hati yang terkoyak kesakitan. Melepaskan segala kepedihan yang selama ini ku sembunyikan di hadapanmu. Aku tak sanggup lagi bertingkah seakan-akan aku baik-baik saja di hadapanmu. Senyumku sendiri telah menyiksa batinku, menjatuhkan jiwaku ke dalam lubuk kesakitan, melukis perasaanku dengan goresan luka yang mendalam. Jangan pedulikan semua ini, anggap saja aku tak pernah ada :")
Senin, 15 Desember 2014
Kamu, aku, dan dia
Kamis, 11 Desember 2014
Sajak rindu
Aku adalah peziarah pada pagi, dan pada kenangan-kenangan kita yg mati. Dan kamu, adalah doa-doa hangat yg mengiringi.
Selayak cahaya pagi, sapa katamu adalah pelukan terhangat bagi hati.
Seperih apapun rindu, sepanjang itu teruntukmu, akan selalu membahagiakanku.
Yang lebih jauh dari jarak adalah kenangan-kenangan yg kita lewatkan.
Betapapun kesakitan yg kepergian tinggalkan, pertemuan yg tak kunjung datang akan selalu lebih nyeri.
Bulir-bulir dingin yg pagi hantar, tak pernah cukup membekukan luka-luka yg kau tinggalkan.
Kadang kenangan seperti kopi. Sempat hangatkan pagi, lalu terlupakan di siang hari. Datang lagi kala dingin malam menghampiri.
Karena padamu, hati telah terpaku. Dalam merindumu, hati tak kenal ragu-ragu.
Malam makin larut, rindu tak makin surut.
Bagiku, tidur adalah satu saat aku bisa bersamamu. Lalu terbangun, dengan rasa ingin mengulang-ulang mimpi.
Segala malam tanpa adamu hanyalah bintang-bintang redup, semua rindu tanpa sambutmu hanyalah luka-luka tak tertutup.
Dalam lari-lari kecil mentari, pagi merapikan sisa mimpi. Dalam halus-halus lantun doa, pagi menguatkan rapuh cinta.
Pada dingin yg memeluk pagi, dalam rindu-rindu yg menemani, sesungguhnya cinta tak pernah sendiri.
Yang menyebalkan dari cinta, adalah butuh ribuan pagi untuk sembuhkan luka.
Datanglah malam, membawa kenangan-kenangan. Menyeret rindu jauh kedalam. Hingga tak sadar, cinta sudah karam.
Kepadamu, cinta ku kirim dengan segala. Kepadaku, cinta pulang tanpa apa-apa.
Langit temaram menjadi rumah bagi tiap kerinduan. Lalu bayang-bayang wajahmu beradu dalam kesunyian malam.
Merindumu itu nadi. Mencintaimu adalah nyali. Jangan paksa aku hidup tanpa keduanya.
Dalam jejak jejak rindu, aku selalu menemukanmu. Dari kejauhan pandangmu pun, tak ada aku.
Aku sendiri yg akan melumat pelukanmu, pada erat erat jemariku, memecahkan rindu.
Aku tak pernah pandai merindumu saat malam. Tanya gemintang, berapa dalam luka-luka yang harus ku sembuhkan.
Malam adalah halaman terakhir dari waktu, dari menunggumu. Namun rindu, selalu membuat halaman baru.
Menunggumu itu seperti sebuah lagu, adalah nada-nada rindu yg lembut bermain dalam keheningan malam.
Barangkali, pagi hanyalah cara langit mengobati lukanya sendiri, berlari dari gelap yg hangat tinggal pergi.
Biar aku cicipi manis senyummu sebangun pagi, sebelum sepahit-pahitny
a rindu menghinggapiku sepanjang hari.
Dalam pagiku, selalu ada ucap doa-doa, mengharapmu untuk mencinta, bilapun tidak, mengharapmu bahagia
Harusnya rindu seperti itu embun, memeluk erat-erat pada daun, hangatkan beku hatimu lambat laun.
Kecuali ada sapamu, dingin pagi adalah rindu yg paling nyeri.
Sedalam-dalam kamu menyelami sajakku, rindu selalu lebih besar dari itu.
Menyembuhkan patah hati, tak semudah bangun pagi lalu minum kopi.
Yang datang pergi adalah malam dan pagi. Yang abadi adalah sakit saat kau mengucap pergi.
Dalam hati yg lama tak bercengkerama, rindu tak pernah sebentar.
Minggu, 07 Desember 2014
Selamat 3 bulan yang terlupakan
Mungkin kamu sudah tak mau lagi mengingat atau mungkin kamu sudah melupakan semuanya, iya semua tentang kita yang dulu pernah ada.
Entah menurutmu ini perasaan yang benar-benar ada atau hanya perasaan sesaat, aku tak pernah tahu. Tapi yang jelas saat bersamamu, aku merasa kamu benar-benar tulus mencintai aku mas.
Dan seharusnya tanggal 6 kemarin kita sudah berjalan 3 bulan. Hubungan kita memang masih terlalu singkat mas dan mungkin menurutmu aku tak perlu berlebihan mencintaimu seperti ini. Seandainya kamu tahu, aku tak peduli seberapa singkat atau seberapa lamanya hubungan kita berjalan, aku hanya tahu saat kamu bilang "aku mencintaimu", saat itu juga aku lebih mencintaimu mas.
Sejak saat itu kamu sudah ada dalam hati ini. Kamu sudah memenuhi seluruh ruangan dalam hati dan pikiranku mas.