Malam ini aku baru saja selesai mengikuti training cashier di salah satu supermall di tangerang. Mungkin kamu sudah tak tahu banyak tentang aktivitasku saat ini. Aku tak lagi bekerja di restoran yang butuh perjuangan mental dan fisik yang ekstra itu. Aku memutuskan untuk resign karena aku sudah benar-benar mencapai titik jenuh bekerja di sana. Harusnya aku mendengar nasehatmu yang menyuruhku segera resign, namun aku selalu kekeh karena alasan mencari pekerjaan itu sulit. Dan benar saja mencari pekerjaan di zaman era globalisasi saat ini susahnya luar biasa.
Mungkin hanya keberuntungan yang aku dapatkan saat ini, karena diterima sebagai cashier. Padahal pengalamanku tak begitu banyak tentang cashier. Aku jalani saja, yang terpenting aku tidak menjalani hari-hariku yang hanya berdiam diri saja di rumah. Semakin lama aku berdiam diri di rumah, semakin aku teringat tentang kamu. Iya, mungkin itu salah satu alasanku mencari kesibukan, karena tak ingin terus menerus meratapi kesedihanku karenamu.
Tempat kerjaku sekarang tentu lebih jauh dibandingkan dengan yang dulu. Bedanya lagi, dulu kamu sering menjemputku tapi sekarang lagi lagi aku harus mengendarai motorku sendiri. Memang aku sudah biasa pulang malam sendiri, aku biasa pergi jauh sendiri. Aku tak perlu minta tolong siapapun untuk menjemputku. Tapi bukan itu masalahnya, aku tak lagi bisa duduk di atas sepeda motormu yang bising itu dan memelukmu manja ketika kamu mengendarai motor seperti orang gila lalu aku mencubit perutmu, mengoceh sepanjang jalan agar kamu tak perlu mengebut kencang. Dan kamu hanya membalasnya dengan tertawa lirih.
Aku sering melewati jalan dimana kita pulang sehabis menonton film waktu itu, dipinggir jalan seberang showroom; kamu meminggirkan motor ninjamu dan melepaskan jaketmu lalu memberikannya padaku. Katamu agar aku tak masuk angin. Aku juga ingat, ketika beberapa kali kamu menjemputku, kamu menunggu di minimarket seberang restoran. Ketika aku datang, kamu segera mematikan rokokmu karena kebiasaanmu yang tak ingin merokok di depan perempuan. Banyak hal yang mengingatkanku padamu, meskipun aku tak sengaja ingin mengingatnya.
Aku meminggirkan motorku di depan warung ketoprak, segera aku memesan satu bungkus ketoprak untuk dimakan di rumah saja. Seketika aku ingat, ketika kita memesan dua bungkus ketoprak untuk dimakan di rumahmu, sambil menunggu; aku yang duduk di kursi kayu panjang dan kamu yang berdiri sambil mengenggam tanganku, terus menatapku sambil tersenyum manis seakan mata itu berbicara bahwa kamu ingin terus bersamaku walau hanya dengan kebersamaan yang sederhana. Aku membalasnya dengan cubitan di perutmu yang selalu ku bilang gendut itu. Air mataku seketika membendung dan tak bisa ku tahan lagi. Ibu penjual ketoprak memberikan bungkusannya, segera aku menghapus air mataku dan lagi lagi tentu dengan tanganku sendiri.
Setelah sampai di rumah, aku duduk sejenak di kursi depan pagar rumahku. Biasanya ketika kamu datang, aku menyambutmu dengan senyum manis dan kamu membalasnya dengan mencubit pipiku. Lagi-lagi aku masih berharap kamu akan datang dan menjelaskan bahwa selama delapan bulan terakhir ini kamu menyesal karena telah melakukan kebodohan nomor satu yaitu membuatku menangis dan sakit hati. Walaupun aku tahu, mustahil jika kamu akan datang dan memelukku lagi seperti orang yang tak ingin kehilangan. Kamu pun pernah berkata bahwa kamu tak akan datang lagi ke rumahku dan entah karena alasan apa yang aku pun tak pernah tahu.
Banyak hal yang mengingatkanku padamu, walaupun hanya kebiasaan sederhana. Apa kamu ingat ketika aku selesai memakai lipstik, kamu sedang melamun kemudian tiba-tiba aku mencium pipimu dan meninggalkan tanda bibir merah di sana. Sambil tertawa, kamu mengancam akan memberitahu ibuku jika aku tidak segera menghapusnya. Ingatan itu masih hangat di otakku. Mungkin kamu sudah lupa semua tingkah konyol yang kita lakukan atau mungkin semua itu tak pernah tertinggal sedikitpun di ingatanmu.
Jika suatu hari nanti kamu datang dan bertanya apa saja kenangan yang telah kita buat, pasti dengan antusias aku akan menjelaskan dari awal satu persatu sampai kamu ingat. Sampai kamu menyadari bahwa aku tak pernah main-main mencintaimu. Teman-temanku begitu juga dengan temanmu, mereka selalu bilang bahwa aku harus melupakanmu. Mereka bilang harusnya aku tak perlu menangisimu karena hubungan kita yang hanya berjalan satu bulan. Mereka hanya bisa berkata tanpa mereka tahu bahwa sebulan yang ajaib itu banyak kenangan yang kita buat dengan cara kita sendiri, hampir setiap hari aku bertemu denganmu, hampir setiap hari kita melakukan kebodohan yang siapapun mungkin tak akan pernah paham. Kamu mengenggam tanganku, memeluk erat tubuhku, menatapku dengan mata teduhmu, melindungiku seolah tak ada siapapun yang boleh menyentuhku.
Sepertinya mereka tak tahu bahwa sulit melupakan bukan karena berapa lamanya kita menjalin hubungan tapi seberapa banyak kenangan yang ada di dalamnya walau hanya dalam waktu singkat. Dan kamu pun mungkin tak pernah tahu bagaimana usahaku selama ini hanya untuk menghilangkan perasaan ajaib yang ternyata membuatku terluka separah ini. Bukan ingin melupakan kenangan yang telah tercipta, tapi karena aku sudah lelah menyimpan rasa yang tak akan pernah kamu balas.
Kamu tak akan pernah tahu betapa beratnya aku menjalani hari-hari tanpa mendengar suaramu, betapa beratnya tanpa chat bbm dan voice note darimu, betapa beratnya tanpa genggaman tanganmu, betapa beratnya tanpa kecemburuanmu, betapa beratnya tanpa kata-kata manjamu, betapa beratnya tanpa mendengar bisingnya suara motormu, betapa beratnya tanpa kehadiranmu yang telah mengubah duniaku. Aku rindu ketika pertama kali aku memanggilmu "Mas", ketika aku berbicara denganmu dengan logat jawa dan kamu membalasnya dengan logat jawa yang berantakan. Dan seketika tawa kita pecah hanya karena candaan yang sederhana.
Sekarang, tak ada lagi pundak sebagai tempatku bersandar, tak ada lagi peluk sebagai tempatku menghapus lelah, tak ada lagi kamu yang selalu siap mendengar segala keluh kesahku. Tentu aku harus terbiasa dengan itu semua. Aku harus tetap menjalani hari-hariku seperti manusia normal lainnya. Berpura-pura kuat padahal kenyataannya serapuh kayu tua. Iya, aku tak pernah membayangkan sebelumnya bahwa hidupku akan seneraka ini tanpamu. Kini, kita seperti matahari dan pluto dengan jarak yang begitu jauh dan tak akan pernah berdekatan.
Sebisa mungkin aku tak bertanya pada teman-teman kita bagaimana kabarmu, bagaimana hubunganmu dengan wanita itu. Karena tentu akan menambah luka jika mereka bilang kalian dalam hubungan yang baik-baik saja. Aku hanya cukup diam dan biarkan waktu mengerjakan tugasnya untuk menghapus segala rasaku padamu, menghapus rindu yang sudah bertumpuk-tumpuk. Jika aku bisa memutar waktu kembali, aku ingin memastikan bahwa tak ada wanita yang terluka dan masih mengharapkanmu kembali. Dengan begitu aku tak perlu bersusah payah memperjuangkanmu.
Dari perempuan;
yang masih merindukanmu, yang mencintaimu dengan air mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar