Tak ada yang berbeda. Tak ada kisah baru yang lebih baik dalam hidupku, semanis dan seindah saat masih bersamamu. Mimpiku masih sama;masih kamu, entah karena rindu yang mengekang atau aku yang masih sibuk mengenang. Berani-beraninya kamu muncul tanpa permisi dalam mimpiku. Sejujurnya aku benci karena mimpi hanyalah mimpi, kehadiranmu tak akan pernah pasti.
Tak banyak yang berubah. Sakitku masih parah, lukaku masih bernanah. Mengapa tak sekalian saja kau buat aku sekarat karena rindu yang bersenandung hebat. Aku tak paham lagi mengapa kamu sosok yang begitu ku perjuangkan, malah lebih memilih memperjuangkan orang lain. Aku hanya bisa tersenyum getir, karena perjuanganku selama ini ternyata hanyalah sampah di matamu.
Tak ada yang kamu tinggalkan disini, selain luka yang mengekal di ingatan, pun kenangan yang kau ciptakan begitu dalam. Mimpi semalam seperti rindu yang tak bertuan, tak berasal. Merindukanmu, entah kapan lagi aku bisa tenggelam dalam peluk tubuhmu, menatap mata teduhmu yang seketika membuatku bisu. Aku telah tenggelam dalam angan yang tak akan pernah jadi nyata. Bodoh, hatiku sudah lebam, lukaku masih menganga, ingatanku masih keram; masih saja mencintaimu diam-diam.
Mungkin kamu sedang asyik menyelami hati yang baru, sedangkan aku di sini masih saja sibuk dengan tulisan basi dan luka-lukaku yang belum juga kering. Saat ini aku ingin menertawakan diriku sendiri karena terlalu sering merayakan sepi di atas luka-luka yang kamu torehkan. Mengingat kamu; mengingat kenangan kita, lalu berujung menangis tanpa suara hingga dadaku sesak.
Jika kamu tahu tingkah konyol apalagi yang aku lakukan, mungkin kamu akan tertawa sekencang-kencangnya. Aku sering menatap rumahmu dari kejauhan. Harapanku tak muluk-muluk, hanya ingin melihatmu; itu saja. Karena aku tahu diri, tak akan berharap ada lambaian tangan dan senyum manis yang menyambutku seperti dulu. Begitu saja terus ketika aku begitu merindukanmu, tapi tak pernah sekalipun melihatmu walau hanya sebentar saja. Pernah sekali ketika menunggumu berjam-jam di ujung jalan dekat rumahmu, aku menangis sejadi-jadinya. Tak jarang orang yang berlalu lalang. Jika ada yang memperhatikanku sejak lama, mungkin mereka akan berpikir bahwa aku ini aneh aku sudah gila. Tapi aku tak peduli hanya demi melihatmu.
Jika kamu tahu, mungkin kamu akan semakin muak dengan gadis ini, gadis yang selalu terlihat lemah di matamu, gadis yang bisanya hanya menangis ketika kamu tak memperdulikannya. Aku ingin belajar menabahkan luka sementara waktu, namun tak ada dayaku untuk itu ketika kenangan terus saja memburuku tanpa jemu. Kini kita tinggal cerita, kita berakhir di sini. Dan untuk kesekian kalinya, aku harus belajar melepaskan, belajar mengikhlaskan. Seharusnya aku tetap berada pada duniaku, dunia yang ku bangun dengan susah payah. Namun entah dengan kekuatan magis apa, aku beranikan diriku menujumu, menuju di mana tempat kamu berdiri. Aku tidak menyesal, hanya saja aku terlalu bodoh karena terlalu cepat menilai bahwa kamu benar mencintaiku.
Sejujurnya aku ingin menghapuskan rasaku padamu, meniadakan bayangmu; secepat aku melupakan mimpi tadi malam. Namun ternyata tak semudah itu. Aku juga ingin bahagia dengan yang lain, dengan seseorang yang tulus, yang akan memayungiku saat hujan mencoba menggelitik manja tubuhku, yang akan menghangatkanku sebelum dingin malam merayapi tubuhku, yang bersedia menyediakan pundaknya sebagai tempatku melepas lelah, dan yang selalu memelukku di setiap rintihan sunyi doanya. Bukan pria sepertimu yang hanya menjadikanku persinggahan sesaat.
Jika mencintaimu adalah luka, maka biarlah aku menjadi rindu dalam doa-doa yang tak kau ketahui. Jika bahagia berarti melupakan bayangmu yang terhisap rindu tadi malam, akan ku lakukan.
Mungkin, kamu sudah jauh lebih dulu melupakan segala tentang kita. Ciuman itu, biarlah menjelma sebagai rahasia kecil kita, mengekal di ingatan waktu. Air mata ini, biarlah menjadi syarat; betapa semuanya begitu sayang untuk ku buang. Dan luka ini, biarlah menjadi tanda bahwa keindahan rasa ini terlalu anggun hanya untuk sekedar dilupakan.
Menghapus bayangmu ternyata tak semudah melupakan mimpi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar