Sayang, tak ada yang berkata bahwa hubungan manusia akan berjalan begitu mudahnya. Ada dua isi kepala dan dua masa depan yang harus disatukan. Dan prosesnya ini bisa saja menyakitkan. Kamu tahu? Aku disini ingin berjuang agar hubungan kita tetap memiliki masa depan. Dan aku berharap kamu juga punya pemikiran yang sama.
Sayang, ketahuilah semenjak aku bersamamu bahkan aku tak pernah lagi ingin melihat yang lain. Sejak kamu ada, aku tak ingin hati ini terisi oleh cinta yang lain. Aku sudah lelah mengepakkan sayapku sendiri, aku butuh kamu yang bisa mengajakku terbang dan menggenggam tanganku tanpa ada orang lain lagi yang ingin mematahkan sayapku berkali-kali.
Sayang, aku hanya ingin kamu tahu setiap kali kamu mengucap kata-kata putus, ketakutan itu berkali-berkali muncul. Aku tahu mungkin menurutmu hanya sekedar gurauan, tapi sungguh aku tak ingin kamu mengucap kata-kata itu. Jika memang kamu benar-benar mencintaiku sungguh tak seharusnya kamu membuatku menangis berkali-kali hanya karna gurauan yang membuatku ketakutan setengah mati. Mungkin aku terlalu bodoh, tapi kamu harus tahu bahwa aku perempuan biasa yang hatinya tidak sesempurna seperti malaikat. Aku perempuan biasa yang bisa menangis karna kata-kata yang membuat hatinya terluka.
Tak hanya sekali dua kali kamu membuat hatiku kalut karna setiap ucapanmu yang membuatku tak paham dan terus bertanya-tanya. Kamukah seseorang yang benar-benar mencintaiku?
Kamu tahu bagaimana rasanya ketika orang yang kamu sayangi memperlakukanmu seperti perempuan yang seolah-seolah tidak baik? Kamu tahu bagaimana rasanya saat orang yang kamu cintai berkata bahwa kamu punya banyak kekasih yang lain? Kamu tahu bagaimana rasanya saat orang yang kamu sayang menuduhmu berbuat yang macam-macam hanya karna pada kenyataannya kamu memang ketiduran?
Rasanya seperti orang tolol yang rela air matanya terjatuh lagi karna seorang pria.
Ah, rasanya aku ingin berteriak di telingamu agar kamu tahu bahwa aku hanya ingin kamu. Hanya kamu.
Tak pernahkah kamu lihat bagaimana kesabaranku selama ini hanya untuk meredakan kerasmu?
Pernahkah aku marah ketika kamu hilang begitu saja saat kita sedang chat di bbm? Aku tahu kamu lelah, aku tahu kamu ketiduran. Tapi tak pernah sedikitpun ada dipikiranku kamu berbuat yang macam-macam.
Pernahkah aku marah saat jelas-jelas aku lihat kamu chat dengan perempuan? Sungguh aku cemburu, tapi aku bertanya baik-baik karna aku percaya padamu.
Pernahkah aku marah saat status di bbmmu kamu ubah sesukamu? Aku tak pernah mempermasalahkan itu karna bagiku itu hal kecil yang tak pantas sama sekali diributkan. Sejak dari awal kita menjalin hubungan tak pernah aku mengganti namamu dengan yang lain. Sungguh aku tidak pernah berbohong.
Dan pernahkah aku marah saat kamu pergi tanpa kabar? Kamu sendiri yang bilang padaku jika aku pergi harus mengabarimu, sudah aku lakukan. Jika kamu ingin main tak jadi masalah buatku. Aku tidak akan berfikiran negatif karna aku percaya padamu.
Kamu punya dunia yang lain. Kamu punya keluarga, teman, dan hobimu. Aku tahu duniamu bukan hanya aku, aku tak akan pernah melarangmu jika kamu harus berurusan dengan duniamu yang lain. Karna dalam suatu hubungan aku tahu harus ada sebuah kepercayaan. Apapun yang terjadi seharusnya kita bicarakan baik-baik. Dewasa itu bukan diam lalu meninggalkan tapi dengarkan dan pahami baik-baik. Aku tahu kamu punya sifat keras. Tapi tolong bukan berati dengan begitu kamu memutuskan masalah sepihak. Aku lelah jika harus berdebat tapi kamu tidak pernah ingin mendengarkanku. Kali ini aku mohon, ubahlah pemikiranmu bahwa tak semua harus mengikuti kerasmu.
Sayang, karakter kita memang berbeda tapi harus kamu tahu aku berusaha mengecilkan egoku emosiku hanya karna tak ingin memperpanjang masalah. Aku ingin menjadi perempuan penyabar bagimu. Aku ingin jadi peredam emosimu. Aku ingin menjadi perempuanmu yang ketika dipelukanku kamu tidak akan pernah marah lagi.
Sejak bersamamu sudah ku bangun banyak mimpi. Mana mungkin aku menghancurkan mimpi-mimpi itu semua?
Sungguh, aku lelah jika harus mengurai jalinan ini dan harus menambatkannya ke dermaga yang lainnya. Aku tak sanggup lagi jika harus mencari penggantimu dan memulai hubungan cinta yang baru. Sayang, sungguh kita tak boleh lelah berusaha. Kita tak boleh memilih menyerah, karena itu sungguh terlalu mudah.
Apapun yang terjadi, jangan berdebatkan masalah yang menurutku akan menghancurkan hubungan kita.
Aku tak memiliki masalah yang berarti dengan segala tabiat burukmu. Selama aku mampu, aku akan selalu sabar. Asalkan kita bekerja sama untuk berjalan bersisian. Saling mengimbangi langkah serta menghindari lubang.
Maafkan aku yang sampai saat ini belum bisa jadi perempuan yang kamu mau. Tapi ketahuilah aku berusaha untuk menjadi yang lebih baik ketika menghadapimu. Maafkan aku yang masih belum bisa membuatmu percaya bahwa aku hanya ingin masa depanku bersamamu. Tapi ketahuilah, aku masih ingin berjuang bersamamu.
Sayang, aku hanya ingin kamu tahu tak ada perempuan yang mau mengempiskan egonya jika bukan karena ingin hubungannya tetap baik-baik saja.
Tidak ada cinta yang lain selain kamu. Aku mohon tetaplah percaya sayang.
Jumat, 28 Oktober 2016
Untukmu yang Sudah Bersamaku
Senin, 12 September 2016
Entahlah!!!
Aku menulis ini ketika air mataku mulai mengering. Kita baru saja selesai bicara panjang lebar dan kamu memilih melanjutkan pekerjaanmu. Aku tak mengerti pria seperti ini bisa menjadi kekasihku. Perkenalan kita biasa saja, kita bertemu di media sosial dan kamu mendekatiku dengan hebatnya. Sebulan lalu, di Kebun Raya Bogor entah dengan keberanian seperti apa kamu menggenggam tanganku diantara kerumunan banyak orang yang berlalu lalang. Bodohnya aku tak mengelak genggaman itu. Dan saat itu aku berfikir "Senyaman inikah?".
Caramu menjagaku tak pernah aku rasakan dengan pria sebelum kamu. Kamu berbeda dan kamu menganggapku benar-benar ada. Dan saat kamu berkata bahwa kamu nyaman denganku dan memintaku untuk menjadi kekasihmu, saat itu pun rasanya aku ingin menjawab "Iya aku mau". Aku sengaja mengundur waktu untuk menjawab pertanyaanmu selama seminggu. Karena aku ingin menyakinkan diriku bahwa kamulah pria terbaik yang tak akan membuatku terluka lagi. Harus kamu tahu selama seminggu itu aku terus berfikir aku terus meyakinkan diriku sendiri bahwa aku harus menerima semua resikonya ketika aku harus menerimamu. Aku bukan wanita yang mudah mengucap kata nyaman pada setiap pria yang hadir. Aku bukan wanita yang begitu mudahnya mengumbar kata cinta pada seorang pria. Karna ketika aku telah menerimamu, aku harus rela terluka lagi ketika nantinya bukan kamu yang menjadi pria terakhir untukku.
Entah keberanian seperti apa aku mau menerimamu menjadi kekasihku. Padahal masih ada ketakutan dalam diri ini, kemungkinan-kemungkinan lain yang tak akan bisa membuatku bahagia. Selama hubungan kita terjalin, aku tak ingin berharap terlalu jauh, tapi kedekatan kita tak bisa melarangku untuk tidak memiliki perasaan apapun padamu. Awalnya aku ingin perasaan ini tak lebih dari sebuah kenyamanan tapi entah mengapa perasaan ini semakin tumbuh dan tumbuh. Kamu datang membawa energi-energi baru dalam redupnya duniaku, kamu hadir membawa kebahagiaan yang sulit ku pahami. Aku pun tahu kamu mungkin tak akan percaya bahwa ada cinta di mata seorang wanita yang kamu kenal dekat dengan banyak pria. Akan ku jelaskan bahwa penilaianmu selama ini salah. Sebelum dekat denganmu aku memang kenal dengan banyak pria, entah mereka yang menurutku baik atau tidak. Tapi aku tidak bodoh. Aku juga tidak akan terbuai lagi dengan janji manis seorang pria. Karna kamupun tahu, berkali-kali aku terjatuh dan berkali-kali itu pula aku mengobati lukaku sendiri tanpa bantuan seorangpun. Kamu mungkin tak akan pernah percaya, karna akupun belum bisa mengobati luka perih masa lalumu, trauma-trauma di masa lalu yang kamu usahakan akan segera berlalu. Tapi ketahuilah, aku pun sama sepertimu tak ingin jatuh ke lubang yang sama. Tapi aku tak pernah menunjukkan padamu bahwa aku lebih punya ketakutan yang tak mungkin kamu pahami. Aku hanya ingin seseorang yang mengubah ketakutan itu menjadi sebuah keberanian. Aku ingin kamu menjadi pria yang tak akan membuatku menoleh pada kesakitan-kesakitan di masa lalu. Dan berharap kamu akan membuatku menangis karna air mata kebahagiaan bukan kesedihan. Aku ingin mengajakmu berjalan lebih jauh, tapi akupun belum bisa membuatmu percaya bahwa aku sunguh-sungguh. Ketika malam tadi kamu mengabaikanku dengan begitu hebatnya, hanya karena kesalahpahaman. Kamu tak akan pernah tahu bagaimana aku yang menahan ego sekuat-kuatnya agar hubungan kita tetap baik-baik saja. Kamu tak pernah tahu bagaimana rasanya aku yang ingin berteriak keras di depanmu hanya untuk berkata bahwa aku Mencintaimu!. Kamu tak akan mengerti bahwa aku menahan amarahku agar kamu tak semakin meledak-ledak. Sungguh, demi Tuhan sekali lagi aku menjadi wanita bodoh yang membiarkan perasaannya sakit hanya untuk seorang pria. Aku tak pernah menganggap bahwa aku paling benar dengan caraku mencintaimu. Hanya satu inginku, jangan membuatku memohon agar kamu tetap mencintaiku. Karna jika kamu memang mencintaiku, kamu tak akan pernah membuatku memohon dan merendahkan dirinya hanya untuk pria yang dicintainya.
Harus kamu tahu, aku terus ingin memelukmu, agar tidak pernah kehilangan kamu dan tak akan lagi mencicipi luka ditinggal saat sedang cinta-cintanya. Aku selalu ingin menahanmu pergi, ketika kau harus
kembali bergelut dengan dunia kerja.
Aku selalu ingin agar waktu berhenti ketika kita bertemu, sehingga aku bisa lebih lama memandangimu, memelukmu, mengajakmu membicarakan mimpi-mimpi kita.
Aku sedang dalam ketakutan. Takut perasaanmu akan berubah padaku. Takut kamu akan pergi tanpa perasaan. Jika aku bukan yang terbaik menurutmu, lakukan apapun yang menurutmu bisa melukai hatiku. Agar aku bisa lebih cepat melupakan kamu. Aku tahu kamu tak semudah itu berkata bahwa kamu sudah tak ada lagi hati untukku. Tapi entah kekasihmu ini begitu bodoh atau terlalu tolol, dia menangis hanya karna kata-katamu yang tak masuk akal, hanya karna candaanmu yang membuatnya tak karuan setengah mati.
Mataku sudah cukup sembab tidak tidur semalamam hanya karna pria yang membuat otot-otot dalam otakku mengencang. Semoga kamu mengerti tak akan ada cinta yang sama. Tak akan ada ketulusan seperti yang aku punya. Ingat! Aku tidak mengancam. Aku hanya ingin kamu tidak merasakan luka yang sama.
Sabtu, 06 Agustus 2016
Untukmu yang Meninggalkanku, Kembali dan Kemudian Pergi Lagi
Dia yang kau pilih akhirnya meninggalkanmu, hingga mampu membuatmu berpikir untuk kembali datang padaku. Aku tak kan lupa bahwa di tempat pertama engkau tinggalkan aku dan memilih "Dia". Tanpa menatapku, tanpa ragu dan dengan dingin kau tinggalkan aku. Begitu saja, Kini kau datang dan katakan kau kembali.
Kau datang dan memohon maaf untuk kesalahanmu. Kesalahan yang sama. Cintaku kepadamu nampaknya terlalu besar. Kau pergi dan datang kembali, kau tinggalkan aku. Sekali lagi kau datang kembali dan tinggalkan aku.
Maafmu nampak tulus.
Maaf dan sesalmu sungguh nampak tulus. Aku percaya. Dengan mudah aku percaya, sekuat dan sesombong apapun aku berkata "tak'kan lagi jatuh dalam buaianmu", namun nyatanya aku sekali lagi jatuh. Aku percaya. Cintaku sungguh percaya padamu. Tanpa tahu aku dihatimu, tulus atau hanya sekedar "bodoh".
Aku menutup mata.
Walau ku tahu tak ada jaminan darimu untuk tidak mengulanginya lagi tapi aku menutup mata. Kepercayaan dan cinta menutup logikaku. Berapa banyak pun suara yang aku dengar untuk tidak lagi jatuh dalammu, tak mampu mengalahkan perasaanku. Aku hanya mencintaimu.
Kesempatan itu karena aku percaya.
Ku relakan hati dan perasaan ini bertaruh. Ku beri untuk kesekian kalinya kesempatan. Kesempatan untukmu kembali "pulang". Aku percaya bahwa kali ini engkau tak kan pergi lagi. Engkau sudah menyesali semuanya. Kau tahu bahwa disini ada yang setia menantimu dan kini kau "pulang".
Kini, aku harus (mencoba) menutup hati.
Ya, setelah kesempatan itu ku beri. Dia kembali dan sekali lagi kau tinggalkan aku. Kali ini, sungguh-sungguh kau tinggalkan aku begitu saja. Tanpa ragu di depannya. Dan aku tahu, kini saatnya aku berhenti. Mencoba menutup hati ini. Seharusnya dari sekian kali kau datang dan pergi aku semakin kuat, mungkin itu rencana Tuhan. Menguatkan aku untuk pukulan yang terakhir.
Tangan Tuhan tak kan pernah tinggalkan, tetaplah berpegang padaNya. Bersyukurlah untuk siapapun yang hadir dalam hidupmu. Untuk baik dan buruknya. Mereka adalah orang baik yang mungkin hanya sedang lupa bahwa ada Tuhan yang melihat mereka.
Sabtu, 04 Juni 2016
Untukmu, aku menunggu
Lelah? Sudah pasti.
Bimbang terkadang menghantui.
Tapi aku tidak boleh berhenti sampai disini.
karena aku mengenalmu tak hanya sejengkal jari.
Menyerah?
Tentu saja tidak.
Tapi aku tahu, terkadang kita butuh jeda agar tak tergesa-gesa.
Kita butuh spasi karena kita masing-masing mempunyai privasi.
Kita butuh jarak agar ego kita tak saling menabrak.
Sejauh ini aku berusahan untuk menjadi seseorang yang menyenangkan.
walau terkadang caraku membosankan.
Aku hanya ingin selalu terlihat bahagia bersamamu, walau terkadang tak sesuai kenyataan.
Aku juga ingin selalu tersenyum untukmu walau terkadang rasa sesak itu ku sembunyikan.
Meski terkadang hati merintih dan mulai risih.
Perasaan takut menghampiri akan sesuatu hal yang tak pasti
lalu merasa diri ini kacau dan akhirnya galau.
Dan sempat terbesit untuk berhenti kemudian pergi.
tapi ketahuilah, hati ini selalu ingin bertegur sapa agar komunikasi terjaga.
Aku tak tahu bagaimana hidup kita ke depan nanti.
Kemana hatimu akan berlabuh masih misteri.
karena hingga saat inipun aku berusaha untuk menyelami.
Tapi ada hal yang harus kamu ketahui.
Aku akan tetap menunggumu dengan kesabaran dan keikhlasan.
Dengan kekuatan do'a yang selalu aku panjatkan, semoga dikemudian hari tak akan ada penyesalan.
Kamu adalah alasanku untuk selalu bertahan walaupun terkadang menyakitkan.
Kamu adalah alasanku untuk menunggu walaupun aku tak tahu akan kepastian
Kamu adalah alasanku tetap kuat dan bersabar walaupun terkadang teramat susah untuk mengikhlaskan.
Kamu adalah ketidakmungkinan yang selalu aku semogakan.
Kamu adalah Harapan yang aku perjuangkan.
Kamu adalah mimpi yang ingin aku ubah menjadi kenyataan.
dan Kamu adalah seseorang yang selalu aku rindukan.
Semoga tak ada perlawanan dari alam semesta atas perasaan ini.
Semoga sang Pemilik Hati merestui, walau bukan untuk saat ini tapi pasti akan ku nanti.
Untukmu yang selalu menari-nari di pikiranku.
Untukmu yang hingga saat ini masih menghinggapi relung hatiku.
Untukmu, aku menunggu walau kisah kita berjalan tak menentu.
Selasa, 19 April 2016
Pertemuan
Siapa bilang pertemuan itu membunuh rindu? Ia hanya melipatgandakannya lalu diam-diam menikammu dari belakang. Kamu terhunus dalam bahagia. Lalu kamu menahan tangismu setelah ia kembali pergi. Kamu ingin hari itu berjalan lebih dari 24 jam. Tapi kamu pura-pura tersenyum. Punggungnya menyapamu untuk terakhir kali sebelum tubuhnya tak menyisakan bayangan. Kamu seperti bermimpi. Tapi itu nyata.
Ah, mereka bilang pertemuan itu pangkal rindu. Tapi bagimu ia tunas untuk lahirnya rindu-rindu yang terus bereplika. Kamu sempat lupa bahwa pertemuan bukan berarti harapanmu boleh tumbuh. Ah, kamu protes. Apakah bahagia tak juga diizinkan? Kamu hanya bahagia karena mimpimu menjadi kenyataan dalam sekejap. Kamu hanya teringat tahun-tahun sebelum hari itu, pertemuan macam itu harus kamu bayar dengan sebuah kekecawaan ketika kamu terbangun. Hanya mimpi.
Kamu tak peduli lagi apa kata mereka tentang pertemuan. Kamu hanya tahu, pertemuan itu membahagiakanmu walaupun di saat bersamaan menikammu. Walaupun harus dibayar dengan rasa sesak melihatnya kembali pergi, pertemuan tetaplah hadiah bagimu. Walaupun harus membunuh harapan yang diam-diam menumbuh, pertemuan tetap saja jawabanmu atas berbagai harapan. Walaupun harus memeras lagi air matamu oleh lipatan rindu, pertemuan tetap saja pengukir senyum yang terlalu lama kamu nanti.
Bukankah kamu bahkan sudah menjauh dari harapan tentang pertemuan? Tapi Tuhan membawa langkahmu ke sana–tanpa sepengetahuanmu. Ketahuilah, barangkali pertemuan, yang walaupun tanpa banyak kata apalagi tatap, adalah hadiah atas kesabaranmu menata rindu. Seperti hadiah Tuhan pada Ibrahim atas keikhlasannya melepas Ismail untuk-Nya. Barangkali begitulah hadiah sebuah keikhlasan. Maka berhentilah berharap apa-apa pada pertemuan singkatmu itu. Karena bisa jadi, selain hadiah, pertemuan sebenarnya adalah ujian terindah Tuhan untukmu.
By ahimsa
Jumat, 25 Maret 2016
(:
Kamu terlalu berbahaya untuk aku dan itu baru aku sadari setelah pertemuan kita yang kesekian kalinya. Aku masih tak mengerti dengan semua ini, atau aku yang terlalu terbawa dalam perasaan kisah lalu. Ternyata memulai pertemanan kembali denganmu tidaklah mudah. Karena sesungguhnya masih ada jejak rasa dalam hati ini. Apa namanya jika pandanganmu membuatku salah tingkah? Apa namanya jantung rasanya berdetak kencang ketika berada didekatmu? Dan apa namanya ketika senyum dan tawamu adalah satu-satunya pengobat rindukku padamu? Kamu terlalu berbahaya untuk aku, untuk kita yang sekarang hanya berstatus teman.
Rasa-rasanya aku ingin mempertanyakan semua yang membuatku penasaran sampai saat ini. Masihkah tak ada cinta untuk aku? Masihkah kamu tak yakin bahwa aku mencintaimu setulus ini? Masihkah kamu ingin berlayar dan tak ingin memberhentikan pencarianmu padaku?
Aku tidak tahu apakah di hatimu ada cinta atau hanya ketertarikan sesaat. Mungkin aku hanya selingan ketika kamu menghadapi kebosanan, mungkin juga aku perempuan yang kamu cari-cari jika tidak ada lagi telinga yang mendengarmu, atau mungkin saja aku hanya sekadar tempat bersinggah yang kemudian akan kamu tinggalkan setelah tenagamu pulih dari lelah.
SepertI kata mereka mau-maunya aku dijadikan sampah ketika ada perempuan lain di kehidupanmu. Aku sudah biasa dianggap bukan apa-apa, aku sudah biasa dengan sikapmu yang terlalu sering mengacuhkan aku. Aku memang perempuan bodoh yang masih saja mencintai pria sepertimu tanpa berharap kamu membalas semua perasaanku, sedalam dan setulus itu. Aku mencintaimu penuh tujuan, sementara kamu tak pernah menjadikanku sebagai tujuan. Jika kamu ingin tahu, sebenarnya aku lebih ingin jika kamu memberhentikan pencarianmu di dalam pelukku, sehingga kamu tidak perlu lagi melompat ke dalam pelukan perempuan lain. Tapi, aku memilih diam, karena aku tidak berhak untuk meminta apalagi menghasut. Seandainya, dirimu sungguh bisa kutarik dalam semestaku, aku hanya ingin membiarkanmu menjadi milikku satu-satunya. Namun, itu tidak mungkin, mengingat kita yang sekarang hanya berstatus teman rasanya tak mungkin aku menuntut lebih dari itu. Aku hanyalah butiran debu yang tak akan pernah kamu sentuh. Aku tak akan pernah berati apapun di matamu. Tapi, sayangnya kamu terlanjur masuk terlalu jauh dalam hati ini.
Kamu terlalu berbahaya untuk aku, terlalu penuh duri untuk dipeluk, terlalu banyak luka untuk dicicipi, dan sebutkan satu alasan saja yang paling logis; mengapa mencintaimu dalam keadaan berbahaya seperti ini jauh lebih menenangkan daripada melepasmu pergi kemudian menerima kenyataan bahwa kita tidak akan pernah menyatu lagi?
Kamu terlalu berbahaya untuk aku cintai, sementara aku belum mau berhenti.
Van, Masih bolehkah aku mencintaimu?
Selasa, 15 Maret 2016
Lebih Baik Tidak Tahu
Kadang, lebih baik kamu nggak tahu segalanya, daripada setelah kamu tahu; kamu malah ingin mengakhiri semuanya. Kadang, lebih baik kamu nggak perlu tahu kenyataan yang sebenarnya, daripada setelah tahu; kamu malah ingin menjauh dari dia-- selamanya.
Semua memang tidak kamu mulai dengan kepura-puraan, kamu sungguh mencintai dia, meskipun dia tidak mau cerita bagaimana hidupnya. Bagimu, hal itu tidak masalah, kamu berusaha mencintai dia, pun juga menerima segala kekurangan, dan seluruh beban masa lalunya. Kamu tidak mempermasalahkan segalanya, bagimu cukup dia ada di sampingmu, bagimu cukup dia selalu ada untukmu, dan itulah kebahagiaan utuh yang ada dalam gambaran sempurnamu.
Tapi, kamu tidak pernah tahu, semua orang menyimpan rahasia yang mungkin tidak ingin dia katakan bahkan pada orang terdekatnya, bahkan juga padamu. Ketika pada akhirnya dia mengakui bahwa dia sudah lebih dulu jatuh hati pada yang lain, rasanya kaumau meledak saat itu juga. Lalu kaumemutar ulang semua yang pernah terjadi, semua kebahagiaan yang telah kalian lalui berdua. Kautahu bagaimana menyenangkannya terbenam di dalam peluknya, bagaimana antusiasnya dirimu jika bersandar dalam bahu kokohnya, bagaimana damainya saat bibirnya mengecup ubun-ubun kepalamu.
Kamu tahu betul dan semua itu membuatmu merasa dianggap ada, merasa yang pertama, merasa satu-satunya. Namun, setelah kamu tahu dia sudah bersama yang lain, sebelum menjalin hubungan denganmu, rasanya kamu ingin memaki dirimu sendiri. Menyalahkan keadaan dan ingin segera lupa ingatan. Berharap hari ini tidak pernah ada, berharap dia tidak pernah masuk dalam duniamu, berharap kamu tidak terbiasa pada semua aktivitas yang melibatkan dia dalam hari-harimu.
Namun, dia telah menatap di sini, di lorong hatimu yang sempat sepi, lalu dia tiba-tiba menghuni, menunjukan jalan terang yang kalian berdua tapaki. Setelah berjalan terlalu jauh, pada akhirnya dia memilih seseorang yang lain, kekasih hati utamanya, pergi begitu saja, tanpa pernah berpikir bahwa ada kamu yang telah mati-matian memperjuangkan dia tanpa menuntut dicintai kembali.
Memang kadang, lebih baik kamu tidak mengetahui kenyataan yang ada. Kamu berharap tidak pernah tahu bahwa kamu hanyalah kekasih gelapnya, bahwa kamu hanya yang kedua, bahwa kamu hanya pilihan ketika dia bosan. Kamu berharap tidak pernah tahu segalanya, hingga dia tetap berada di sisimu, meskipun dengan kebohongan semu yang kaupikir cinta.
-Dwitasari
Rabu, 09 Maret 2016
Egoku yang Tak Kamu Tahu
Ini sudah kesekian kalinya aku menulis tentangmu, aku tak peduli kamu akan membacanya atau tidak, aku tak peduli nantinya kamu akan semakin muak pada gadis yang selalu terlihat galau karena tulisannya yang mungkin terlihat sampah di matamu. Aku tak peduli dengan semua pandanganmu tentangku. Kamu tak tahu kan, jika hanya dengan menulis semua apa yang tak bisa aku ucapkan padamu, hati ini terasa lebih lega. Saat keegoisanku ingin memelukmu, menyentuhmu, dan mengucapkan kata rindu, aku tumpahkan semua dengan tulisan ini. Iya, karena siapalah aku di matamu. Aku bukan lagi seseorang yang bisa mendengar kata rindumu di penghujung malam, aku bukan lagi seseorang yang bisa merasakan peluk hangatmu ketika kamu berada di ujung lelahmu, dan aku bukan lagi menjadi tempatmu pulang. Aku merasa kesesakan dalam rindu yang tak terucap, tak mungkin kan jika kamu tak tahu bagaimana rasanya? Ini salahku, ya selalu salahku yang terlalu memaksakan perasaan yang jelas-jelas selalu kamu abaikan. Aku tahu bukan keadaanlah yang salah, tapi salahku yang terjebak dalam perasaan sepihak yang ku ciptakan sendiri. Aku tahu kapan saja tanpa ku minta, luka itu akan kembali menganga karena aku yang terlalu terlena dalam perasaanku sendiri. Namun, salahkah jika aku hanya ingin membuktikan bahwa perasaan yang ku punya adalah ketulusan yang belum kamu pahami?
Aku tahu bagaimana rasanya melupakan masa lalu. Sulit, sangat sulit. Aku berusaha untuk tak menggubris perasaan ini, namun ketika kamu menghubungiku lagi, perasaan itu kembali meronta memuncak tanpa bisa ku kendalikan. Ketika aku bisa bertemu denganmu, hati ini tak bisa aku pahami. Aku sangat bahagia, tapI di satu sisi, ada rasa yang tak bisa ku jelaskan. Kamu ingat pertama kali, ketika kamu meminggirkan sepeda motormu dan memberikanku jaketmu agar aku tak kedinginan. Dan malam itu kamu mengulangnya lagi, namun kali itu karena gerimis dikepala kita berdua. Apakah kamu ingat ketika dulu kamu melajukan sepeda motormu dengan kecepatan tinggi, aku selalu memukul punggungmu atau mencubit pinggangmu, dan kamu hanya tertawa melihat wajahku yang ketakutan. Saat itu aku tak ingin melepaskan pelukanku sedetikpun. Namun, semua berbeda malam itu, aku tak bisa memelukmu lagi, aku tak bisa lagi menyandarku daguku diatas pundakmu dan bergurau di sepanjang jalan. Kamu tak tahu kan kalau kakiku pegal setengah mati hanya karena menahan jarak untuk tidak terlalu dekat denganmu. Ketahuilah, tanpa kamu minta aku akan memelukmu erat, iya sangat erat. Namun aku tahu diri, aku tahu siapa aku, aku tahu kapasitasku. Aku bukan lagi siapa-siapamu. Aku hanya tak ingin terbawa perasaan yang membuat hatiku semakin kacau. Saat berhadapan denganmu, itulah hal yang sesungguhnya membuatku bahagia sekaligus membuatku hatiku miris setengah mati. Kamu tak tahu kan? aku berusaha menahan keegoisanku, berusaha untuk tak mengungkapkan kerinduan yang selama ini aku pendam sendirian, berusaha agar kamu tak tahu bahwa hati ini masih menjadi milikmu, berusaha untuk tak menanyakan sesuatu yang dari dulu ingin aku tanyakan. Aku mencoba bungkam dan menutup mata akan pahitnya rasa kecewa yang dulu kamu torehkan. Saat bersamamu entah mengapa, aku seolah tak merasakan kekecewaan itu, aku seakan amnesia dengan kata-kata dan sikapmu yang dulu membuatku terluka. Mungkin kamulah alasannya; kamu pengundang tawaku, pengobat sakit hatiku, dan penghapus sedihku. Ah, entahlah semakin aku ingin melupakan perasaan ini, semakin aku tak mampu menghapus bayangmu.
Kamu mungkin tak tahu setiap malam, aku hanya menunggu chat darimu diantara banyak chat dari pria-pria yang malas sekali ku gubris. Berharap kamu menyapaku setidaknya menanyakan kabarku. Aku tidak peduli jika kamu hanya mencariku untuk hal-hal yang tidak penting, aku tidak peduli kamu menghubungiku hanya untuk menanyakan hal yang tidak berhubungan denganku. Aku bahagia setidaknya kamu masih mau berbicara denganku. Bukankah lebih menyakitkan jika seseorang yang dulunya tak pernah berhenti memberi kabar sekarang malah menghilang tanpa kabar?
Aku tahu ini sebuah kekonyolan. Tapi aku tak tahu bagaimana caranya berhenti, aku tak tahu kapan harus mengakhiri sebelum semuanya akan lebih parah.
Aku tak meminta kamu membalas perasaan ini, aku tak meminta apapun darimu. Aku tak ingin menjadi paling benar mencintaimu, aku tak akan menjadi penghalang hubunganmu dengan wanita yang dekat denganmu, aku tak akan mengganggumu dan memaksamu untuk kembali. Karena hanya dengan melihatmu bahagia itu sudah cukup. Sekarang aku hanya perlu menutup mata, menutup telinga, tak mau tahu kamu sedang dekat dengan siapa, kamu sedang bersama siapa. Tak ingin lagi aku peduli hubunganmu dengan wanita-wanita lain. Yang aku takutkan hanya satu, kamu pergi seolah tak ingin lagi mengenalku. Alasan lain, masih adakah yang bisa aku paksakan, jika bagimu aku tak pernah jadi tujuan?
Setidaknya kamu perlu tahu, ada namamu dalam setiap doa panjangku. Aku hanya ingin terus memandangimu walaupun aku bukan menjadi rentetan dalam mimpi-mimpimu.
Dari seseorang
yang kehabisan cara menahan rindunya padamu.
Jumat, 26 Februari 2016
Entahlah!
"She lost him, but she found herself, and somehow that was; everything." - (Out Of The Woods - Taylor Swift)
Kamu terbiasa pada ucapan selamat pagi darinya, ucapan selamat tidur darinya, melihat tawanya, mendengar candaannya, tertawa bersamanya di atas sepeda motornya, memegang jemarinya ketika kalian berjalan bersama, menonton film di bioskop, makan apapun bersamanya sampai kamu kekenyangan, memeluknya ketika kamu berada di titik terendahmu, dan mengecup keningnya ketika puncak rindumu tidak tertahan lagi.
Kamu begitu terbiasa akan kehadirannya, namun setelah dia pergi; kamu merasa separuh dirimu pergi. Langit yang kaulihat masih sama, udara yang kaurasa masih sama, jalanan yang kaulewati masih sama, tapi semua kini berbeda, kesepian itu bernama-- hidup tanpa dia.
Kamu menangis semalaman, setiap hari, berminggu-minggu. Tapi, dia tidak pernah kembali, bahkan tidak pernah datang walaupun hanya sedetik saja. Kamu tetap menatap ponselmu, meskipun dia tidak pernah lagi menelepon. Kamu diam menatap pagar rumah, berharap dia menjemputmu, walaupun kautahu itu tidak mungkin terjadi.
Kamu merasa kehilangan segalanya. Segalanya. Dari kehilangan itu, kauterpaksa melupakannya, terpaksa membiasakan diri hidup tanpanya, terpaksa menerima kenyataan bahwa kaudengannya tidak lagi sejalan. Berhari-hari kaulalui, berminggu, berbulan, dan entah mengapa kini kaubisa sedikit bernapas lega. Entah kekuatan dari mana yang mampu membuatmu berpikir bahwa hidup tanpanya bukanlah neraka.
Kaumulai bisa merelakan, meskipun kautidak akan mungkin mampu melupakan. Kamu mampu memaafkan, walaupun kamu tidak akan pernah lupa sakitnya seperti apa. Kamu menghela napas, memeluk Tuhanmu tanpa enggan lepas. Kaubelajar mencintai dirimu sendiri karena selama bersama dia-- kamu lupa bahwa dirimu pun patut untuk dicintai.
Kamu memang kehilangan dia, tapi selama proses hidup tanpa dia itu; ternyata kautemukan dirimu yang sesungguhnya. Dirimu yang lengkap. Utuh. Dan, pantas untuk dicintai orang lain yang jauh lebih baik dari mantan kekasihmu.
Karena percaya atau tidak, waktu akan menyembuhkan segalanya, dan membuat semua kembali baik-baik saja. Yang kaubutuhkan hanya satu-- memaafkan.
"Aku bisa memaafkan tapi tidak untuk melupakan. Dan anehnya kekecewaan itu hilang tapi cinta ini tak juga hengkang."
Senin, 22 Februari 2016
Kekasih yang Telah Mati
Derai tawa selembut melodi
Merekah indah dalam ilusi
Menari jari jemarimu di atas kanvas
Melukis asa dalam mimpi
Indah suara mengisi irama
Berbaur menari dengan pelangi
Berbisik indah dalam hati
Tawamu pecah melantunkan mimpi
Tapi ketika tangan mencoba meraih
Bayangmu pecah menjadi mozaik
Ibarat krytal hancur berderai
Dirimu hilang bagai buih
Tak ku sangka dirimu hanya ilusi
Dari mimpi sang kekasih yang telah mati
Memegang tangkai hitam sang mawar
Ku berdiri diam di atas nisan.
Kenangan bahagia bagi kita
Tentang melodi lagu akan cinta
Senyum tawa berderai seirama
Sebelum memudar seperti serpihan mawar.
Tangis terikat rasa sembilu.
Ku julurkan tanganku di atas tanah hitam.
Menyapu sang cinta yang terdiam .
Aku ikrar kan sumpah setia
-EPY
Selasa, 16 Februari 2016
Memeluk Masa Lalu
"Begitu kamu mencicipi rasanya terbang, kamu akan selalu berjalan dengan mata menatap ke langit, karena kamu pernah ke sana, dan kerinduanmu akan selalu tertuju padanya." - Leonardo Da Vinci
Dan, aku tahu betul rasanya terbang bersamamu, rasanya menggenggam jemarimu dan melihat ketinggian dari bawah. Aku tahu betul rasanya dibuat bahagia karena kehadiranmu, rasanya melihat orang lain yang tidak sebahagia kita, kemudian itu semua membuatku bersyukur karena memilikimu. Aku tahu betul rasanya semua itu, hingga saat kamu pergi, yang aku harapkan hanyalah agar kamu segera kembali.
Ketika kamu pergi, aku berjalan, terus berjalan, menghitung hari-hari. Mencoba meyakinkan diri bahwa kamu pasti segera kembali. Aku melewati hari-hari dengan keyakinan penuh kamu pasti berbalik arah atau setidaknya ingat betapa bahagianya masa-masa saat kita bisa terbang berdua. Tapi, kamu tidak pernah kembali.
Aku tahu betul rasanya terbang tinggi bersamamu dan mengetahui bahwa kamu telah melaksanakan penerbanganmu bersama seseorang yang lain; cukup membuat aku remuk. Aku pernah sangat bahagia bersamamu, pernah begitu tahu hangatnya pelukmu, pernah mengalami bergetarnya ketika kamu mengecup ubun-ubun kepalaku, pernah tertawa lepas karena leluconmu, pernah begitu bahagia karena kamu berada di sampingku.
Tapi, setelah aku puas terbang tinggi bersamamu, kamu memaksa aku untuk mendarat dengan cepat. Kamu meminta aku menyudahi semua yang telah kita mulai, kamu menginginkan kita mengakhiri semua sesuai maumu, dan caramu mengakhiri ini semua tidak sesuai dengan akhir yang aku inginkan. Aku terpaksa jatuh, ke daratan terbawah, ke luka paling dalam, hanya untuk memenangkan keinginanmu yang sesungguhnya bukan keinginanku.
Aku tahu betul rasanya terbang tinggi bersamamu, karena aku tahu betapa bahagianya terbang bersamamu, maka diam-diam aku masih berharap kita punya waktu untuk setidaknya mengulang yang pernah terjadi di belakang. Terbang sepuas-puasnya tanpa memikirkan apa kata orang. Bahagia sesuka dan sebisanya karena kita sadar, bahwa hidup terlalu lelah jika hanya diisi dengan meratapi perbedaan kita.
Aku tahu betul rasanya terbang tinggi bersamamu dan saat aku telah terjatuh, entah mengapa mataku masih sering menatap langit-langit, menyimpan harap agar kamu yang sibuk terbang tinggi bersama yang lain, masih punya waktu untuk menatap aku yang ada di bawah.
Aku masih menatap langit-langit. Hingga mendung berganti hujan, hingga hujan berganti pelangi, hingga pelangi berganti mendung lagi. Aku masih menatap ke belakang, berharap kamu benar-benar pulang. Aku masih menatap ponselku, berharap chat-mu setidaknya sedikit mengobati rinduku. Aku masih menatap fotomu, berbisik dalam doa agar Tuhan mengerti-- hanya dirimu yang aku mau.
Karena aku tahu betul bahagianya terbang tinggi bersamamu, hingga dengan bodohnya aku percaya, tidak akan ada orang lain yang bisa membuatku bahagia; semanis dan selugu ketika kamu membuatku tertawa.
-Dwitasari
Sabtu, 13 Februari 2016
Berakhir Tanpa Kata
Seperti sebuah kata yang bergantung pada kata-kata selanjutnya, seperti itu pula aku bergantung padamu. Selalu ingin di sampingmu, meski aku tak pernah tahu tentang kejelasan perasaanmu terhadapku. Masih mengambang di memoriku bayangmu serta suaramu yang kian bernada memanggilku, menatapku dengan senyum sederhanamu. Jantungku kembali berdetak kencang, sekencang imajinasi yang terbang membentuk rangkaian harapan yang menyuruhku untuk menggapainya.
Membuat duniaku seakan berhenti sejenak, meski waktu tak pernah izinkan aku untuk mengucap kata, biarkan hanya hatiku yang berbisik padanya. Relung jiwaku menggantungkanku pada harapan yang kian berbenih. Searah dengan rindu yang ingin ku tepis, menyuruhku untuk menoleh pada luka yang menganakbiak, membawaku harus mengingat kembali sebutir harapan yang mulai rapuh dimakan waktu.
Sakitnya masih membekas, meski kalimatnya sudah menunjukkan akhir dari kata ‘kita’. Menyerang hatiku bertubi-tubi, menjadikanku pesakitan yang terus terobsesi dengan bermacam gerak-gerikmu, yang menyuruhku untuk menjadikanmu objek yang terekam jelas di memoriku. Seharusnya ‘kau malu.’ Kamu tahu, sejak kapan rasa ini ada? Iya, rasa ini ada semenjak kamu yang tanpa permisi itu memasuki hidupku, membuatku nyaman dan jatuh cinta setengah mati. Lantas untuk apa kamu mendekatiku, hingga tanpa kata kini kau menjauh.
Ternyata aku belum mampu
Jika ada seseorang yang bertanya "Kamu masih mencintainya?", aku hanya diam. Aku tak akan memberikan jawaban apapun.
Aku sendiri bahkan tak mengerti dengan perasaan sialan ini. Tapi apa namanya jika hanya dengan melihatnya aku bahagia, jika di dekatnya aku masih merasakan kenyamanan yang sama, jika setiap malam aku masih selalu merindukannya. Apa namanya jika itu bukan lagi cinta?
Nyatanya aku masih terlihat lemah saat melihat senyum di wajahnya, aku masih tak sanggup saat melihat matanya. Dan bodohnya lagi seketika aku lupa dengan apa yang dia lakukan dulu padaku, bagaimana dia yang telah membuatku menangis sampai akhirnya aku memutuskan untuk menjauh darinya. Aku berusaha membuka hati untuk yang lain tapi nyatanya aku tak mampu, aku takut jika nantinya hanya akan menyakiti mereka. Sehebat itukah dia hingga aku tak bisa menatap yang lain?
Berjuta pertanyaan yang ingin sekalI aku katakan padanya tapi tertahan hanya karena satu alasan, aku takut terluka lagi.
Kalau boleh aku diijinkan bertanya satu pertanyaan saja, yang dari dulu ingin sekali aku katakan "Tak pernahkah ada rasa cinta untukku?"
Ahh...sudahlah, aku gadis bodoh yang masih sempat-sempatnya berharap dan berharap.
Harus aku akui, pertemuan itu mengingatkan aku bagaimana dulu pertama kali aku jatuh cinta padamu. Dan harus akui, ternyata aku belum mampu.
Oh Tuhan makhluk ciptaanMu yang satu ini sungguh membuatku berantakan :'D
Jumat, 12 Februari 2016
Kau Pandang Aku Ada
Aku mendampingimu di saat-saat paling buruk dalam hidupmu.
Menjagamu dengan sepenuh-penuhnya hati.
Tak membiarkanmu berlaku bodoh agar kau tidak tersakit lagi.
Namun ketika semua sudah mulai membaik, kau pergi.
Kau berlari lagi seakan tidak ada aku dalam hidupmu sebelumnya.
Ku rawat patah sayap-sayapmu, namun kini kau terbang gagah meninggalkanku.
Tak pernahkah kau pandang aku ada?
Aku rindu kau yang terluka, aku rindu melihatmu yang tak berdaya.
Karena saat itu kau mampu menghargai kehadiranku jauh lebih berharga ketimbang sekarang yang sedang tertawa bahagia dengan orang berbeda.
-TWILH
Selasa, 09 Februari 2016
Bukankah
Bukankah,
banyak yang berharap jawaban dari seseorang?
yang sayangnya, yang diharapkan bahkan tidak mengerti apa
pertanyaannya
“Jadi, jawaban apa yang harus diberikan?”
Bukankah, banyak yang menanti penjelasan dari seseorang?
yang sayangnya, yang dinanti bahkan tidak tahu harus menjelaskan apa
“Aduh, penjelasan apa yang harus disampaikan?”
Bukankah,
banyak yang menunggu, menunggu, dan terus menunggu
seseorang
yang sayangnya, hei, yang ditunggu bahkan sama sekali merasa tidak punya janji
“Kau menungguku, sejak kapan?”
Bukankah,
banyak yang menambatkan harapan
yang sayangnya, seseorang itu bahkan belum membangun dermaga
“Akan kau tambatkan di mana?”
Bukankah,
banyak yang menatap dari kejauhan
yang sayangnya, yang ditatap sibuk memperhatikan hal lain
Bukankah,
banyak yang menulis puisi, sajak- sajak, surat- surat, tulisan-tulisan
yang sayangnya, seseorang dalam tulisan itu bahkan tidak tahu dia sedang jadi tokoh utama
pun bagaimanalah akan membacanya
Aduhai, urusan perasaan, sejak dulu hingga kelak
Sungguh selalu menjadi bunga kehidupan
Ada yang mekar indah senantiasa terjaga
Ada yang layu sebelum waktunya
Maka semoga, bagian kita, tidak hanya mekar terjaga
Tapi juga berakhir bahagia
-Tere Liye
Minggu, 07 Februari 2016
Bukan
Bukan kamu, bukan tentang itu
Juga bukan tentang pertemuan yang seharusnya tidak berlanjut.
Bukan tentang cerita setelahnya,
Bukan saat aku mengkuatirkanmu,
Atau saat-saat gelisah memikirkanmu
Bukan itu,
Ini tentang yang ada disini,
Lihat dalam-dalam perasaanku.
Antara ingin tapi tak ingin
Antara bebas tak lepas
Juga, antara tak bisa memiliki tapi tak mau kehilangan
Ingin berhenti, tapi hati terus melaju
Memerintah otak dan seluruh organ tubuhku untuk makin terpaut
Ahh…
Jangan buat aku kuatir,
Bukan tak bisa berhenti
Juga bukan karena aku tak sendiri
Hanya satu,
Bebaskanlah perasaanmu padaku.
Yakinkan aku, bahwa ini semua bukan tentang itu.
Sabtu, 06 Februari 2016
To Everyone After Me :)
Untuk yang sudah berdiri di sebelahnya, ambil saja dia, kau hanya dapat sisa.
Kalau kau melihat hidupnya tertatih sekarang, percayalah dia pernah dalam keadaan lumpuh ketika bersamaku.
Kalau kau melihat hidupnya tertekan kini, percayalah dia pernah dalam keadaan gila ketika bersamaku.
Kalau kau melihat dia mengeluh, terimalah saja. Karena dia pernah hampir putus asa dengan dunia ketika bersamaku.
Kalau dia mencarimu ketika lelah, sambutlah. Kasihan karena dia tak lagi punya pundakku untuk mengaduh. Begitu lama dia melabuhkan rindunya pada pelukku, bahkan ketika kau telah duduk di sampingnya.
Semoga kau tidak pernah tahu mengapa dia mencintaimu : karena kau serupa dengan kekasihnya yang pertama dulu.
Untuk yang sudah berdiri di sebelahnya, ambil saja dia. DARIKU, kau hanya dapat sisa.
Jumat, 05 Februari 2016
Hati tak bertuan
Oh semudah itu engkau pergi
Meninggalkanku tenggelam dalam sepi
Teganya dirimu sentuh aku dengan cintamu
Secepat itu dan kini kau berlalu
Ku hilang karenamu, aku tersesat karenamu
Hancur sudah semua karenamu
Dimanakah engkau kini aku berselimut sepi
Menangis memanggil namamu
Kemana harus ku cari saat rindu membunuhku
Jangan jadikan hati ini hati tak bertuan
Oh senandung lirih cintaku
Jatuh berderai sakit terasa pilu
Teganya dirimu sentuh aku dengan cintamu
Secepat itu dan kini kau berlalu
Dimanakah engkau kini aku berselimut sepi
Menangis memanggil namamu
Kemana harus ku cari saat rindu membunuhku
Jangan jadikan hati ini hati tak bertuan
Dimanakah engkau kini aku berselimut sepi
Menangis memanggil namamu
Kemana harus ku cari saat rindu membunuhku
Jangan jadikan hati ini
Jangan jadikan hati ini hati tak bertuan
Minggu, 31 Januari 2016
Saat impian hanyalah mimpi
Di titik ini semua seperti membias antara Mimpi dan Kenyataan
Seperti hitam dan putih yang tidak pernah berjalan seiring dan sewarna, pelangi dan saat sore senja menjinggapun seolah tak pernah berpapasan datang dalam waktu dan tempat yang di nantikan.
Begitu juga malam dan siang seperti dua alam yang kodratnya sangat tidak mungkin terjadi dan bertemu dalam satu waktu.
Tentang cerita kau dan aku hanya seperti benang layangan-layang yang menunggu terbang saat langit membiru menyapa awan putih dan angin, hari-hari ku tuliskan cerita tentang para penerbang layang-layang dan pengenjar layang-layang seperti ceritamu saat bermimpi terbang dan bebas di ketinggian tanpa batas. Ku hanya akan menikmatimu sebagai pendongen rindu yang menceritakan sebait dua bait tentang kau dan aku di tempat yang berbeda.
Dibatas rindu dan persahabatan semua datang terdengar indah dalam satu kalimat yang kau bisikan dalam sajak-sajak yang memberontak duniamu sejenak membaca puisi-puisi belasan tahun yang ku urai dalam kenangan lembaran tinta dan kertas saat kali pertama melihat senyum dan tatapan kedua matamu.
Dibatas ini pun kita memiliki doa dan impian di dunia yang sudah berbeda, berharap satu waktu dan satu hari kau kutemukan dalam uluran benang layangku sehari memilih melawan dunia dan keadaan untuk sejenak melihatmu nyata di duniaku.
Jumat, 29 Januari 2016
Mengenang kita
Hujan tadi menghantarkanku pada renjana
Membawa hasrat pada cinta masa lalu
Tersenyum mengenang kita yang tlah berlalu
Sirna di antara terangnya kenyataan
Runtuh dalam batin yang ku redam
Bungkam dalam diamku..
Masih kita yang terindah..
Masih lagu lamamu yang syahdu
Masih rindu itu inginku
Masih senyuman itu, mata itu, suara itu
Masih kita…
Mengenang kita…
Pada pantai yang menyimpan rahasia indah
Pada pepohonan yang memendam rasa kita
Pada hembusan angin yang membawamu
Pada pelukan erat yang ku inginkan
Pada hasrat akan kebersamaan
Cinta kah itu..?
Mengenang kita..
Pada penyesalan tentang kepergianmu
Pada hadirmu yang tak sampai
Pada kesedihan yang menantimu
Pada kekecewaan yang jatuh di ketiadaan
Pada tangisku yang mengenang kita
Pada pilu yang lirih memainkan lukaku
Seakan kau tak sanjung kesetiaanku
Hingga pedihku menginginkan lupa
Hingga aku ingin kita tidak pernah ada