Minggu, 29 November 2015

Bangkit dan Mulai Mencintai Diri Sendiri

Ketika diberi kesempatan, banyak yang mencoba untuk merasakan betapa manisnya cinta. Betapa bahagianya hati ketika ada seseorang yang selalu menemani dan menyayangi. Adakah yang tidak mau? Aku rasa tidak ada yang mau menolak.
Tapi kita selalu lupa bahwa di penghujung setiap kebahagiaan ada perpisahan. Iya. Langit tak selalu cerah. Ada kalanya mendung itu datang. Begitu pula dengan cinta, tak semuanya berakhir dengan kebahagiaan dan senyuman. Tanpa kita minta, perpisahan akan datang juga. Cepat atau lambat.
"Bila kita bersedia untuk menerima kehadiran seseorang itu, maka kita juga harus bersedia kehilangannya, karena setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Entah itu berpisah karena maut atau berpisah hidup."
Aku baru sadar telah memilih jalan yang salah demi melupakan kesakitan itu.
"Jangan terlalu rendahkan ego kita demi sesuatu yang memang telah berakhir"
Kata-kata itu seolah menamparku. Menyadarkanku bahwa selama ini aku telah menyakiti diri sendiri semata-mata hanya untuk berharap dia akan kembali.
Sampai kapan aku berharap?
Sampai kapan aku memegang janjinya?
Adakah jaminan untuk setiap penantian?
Adakah jaminan aku akan kembali bahagia jika seandainya dia menoleh kembali padaku?
Rasanya semua itu hanya membuang waktu saja.
Aku berani mencintainya, berani untuk menyerahkan hatiku padanya, seharusnya aku mampu memberanikan diriku untuk bangkit dan melepaskan dia yang telah membuatku kecewa.
Dan aku sadar bahwa selama ini keberanian itu hanya ada saat senyuman meniti di bibir dan menghilang saat air mata meluruh di pipi.
Dengan patah hati, Allah menunjukan dan membuatku sadar bahwa aku telah mencintai orang yang salah.
Akan sulit dan memakan waktu untuk melupakan. Mungkin bukan esok hati ini akan sembuh. Mungkin berbulan-bulan. Mungkin bertahun-tahun.
Terkadang Allah menghilangkan mentari kemudian mendatangkan gemuruh. Sampai kita puas menangis mencari kemana mentari itu. Karena sebenarnya Allah telah hadiahkan pelangi yang indah.
Selama ini aku hanya sibuk mengasihani diri sendiri atas perpisahan yang terjadi hingga tak kuat rasanya untuk bangkit dan berlari. Aku bertanya pada diriku sendiri. "Apakah aku pernah mencintai diriku sendiri?"
Aku rasa telah sekian lama aku tidak mencintai diri sendiri saat aku telah jatuh cinta. "Apa buktinya?"
Aku biarkan hati ini terluka berkali-kali, aku jaga hatinya sebaik mungkin agar dia tidak kecewa, segala kesedihan aku tanggung sendiri, dan membiarkan semua berlalu seolah-olah tak ada kesakitan. Iya semuanya hilang hanya demi menjaga hati orang lain. Bodohnya!
Bukankah sebelum mengenalnya aku mampu hidup sendiri, mengapa ketika dia pergi aku tak berusaha untuk berdiri di atas kakiku sendiri. Aku pasti akan mampu. Dan mungkin akan jauh lebih anggun.
Sudah banyak air mata yang aku jatuhkan untuk seseorang yang salah. Aku ingin menangis sepuasnya hari ini, hanya hari. Dan esok ku pastikan tak akan ada lagi air mata.
Sekarang saatnya aku untuk bangkit. Ku lapangkan dada untuk meneruskan hari-hari yang akan datang.
"Holding on is being brave, but letting go and moving on is often what makes us stronger and happier."
Ku serahkan hati ini pada Sang Pembolak-balik hati. Aku yakin Allah akan berikan yang terbaik untuk hambaNya yang kuat dan tabah. Hanya dengan kesabaran dan terus berdoa.
Walau hati ini sudah remuk karena terluka, akan ku bentuk seperti semula walau kepingannya tak lagi sempurna.
Allah tahu apa yang aku butuhkan bukan apa yang aku inginkan. Aku percaya janji Allah itu pasti. Patah hati, terluka, kekecewaan menjadikan aku lebih dewasa. Akan kulalui hari-hari di depan sana tanpa ada lagi air mata, tanpa ada lagi bayangnya. Karena aku juga berhak bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar