Jumat, 28 Februari 2014

Aku, Engkau, Kita Kehabisan Cerita



Mendung sore. Awan gelap yang menggelayut memudarkan pesona cerah. Tarik ulur cuaca menyiratkan pergulatan. Mungkin hujan akan segera turun. Atau mungkin seperti kemarin. Awan gelap menggantung di angkasa sejauh mata memandang, Tapi, rintik hujan tak jua kunjung menetes. Sesekali angin bertiup. Entah bersekongkol dengan apa. Apakah mengantar awan gelap untuk semakin mengumpul atau menghalaunya untuk segera berlalu. Seharusnya, Sunset bisa nampak saat ini di ufuk barat. Tapi, semburat sore itu hilang ditutupi awan gelap mendung.
Hhhmmm. Kenapa tak hujan saja? Mungkin dengan hujan yang turun, tak ada lagi mendung yang bergelayut menutupi angkasa. Kenapa tak hujan saja? Hujan yang bisa menghalau kabut-kabut yang menggerogoti setiap sendi. Kenapa tak hujan saja? Dan setidaknya aku mampu menutupi linang-linang air yang menetes.
Di sore yang lalu. Mendung sore tak mengusik. Ada begitu banyak mendung namun tak bisa membuatku menggugat cuaca. Mendung yang lebih hebat dari ini pun tak mampu menghalau.
Aku, engkau, kita. Sebuah cerita yang bisa menghapus begitu banyak mendung yang ada. Aku, engkau, kita. Seharusnya bisa menghalau mereka lagi. Tapi, aku, engkau, kita. Telah habis cerita. Telah habis makna. Telah habis bahasa. Telah habis kata. Telah kehabisan inspirasi.
Seharusnya di mendung yang sama, aku, angkau, kita, bisa menikmatinya. Tarik ulur cuaca menjadi sebuah drama kolosal. Tarik ulur cuaca yang bisa menjadi sebuah inspirasi baru. Sayangnya, mendung sama yang pernah aku, engkau, kita lihat kini berbeda. Semuanya terasa hampa. Bukan aku yang sedang menikmati drama kolosalnya. Bukan engkau yang menjadi penonton. Bukan kita yang duduk di ujung dermaga menyaksikan kepungan awan gelap yang menutupi ufuk barat. Yang ada kini hanya aku seorang yang terduduk lesu. Melihat segalanya begitu keras. Tidak punya makna. Hampa.
Waktu terlalu cepat mengusir cerita yang baru saja dirangkai dari kumpulan kata. Rangkaian puisi yang dirangkai lewat rima dan syair-syair. Puisi yang seharusnya menjadi buku yang menceritakan tentang aku, engkau, kita. Hanya tercipta satu halaman dan kehabisan kata menjadi lembaran-lembaran putih.
Aku pernah begitu menutup diri atas semua manusia yang datang. Aku pernah tertunduk lesu pada setiap lelaki yang hadir. Aku pernah mengenyahkan jauh-jauh perasaan yang kadang menggelitik hati karena begitu takut untuk jatuh pada kenangan lama. Aku pernah membuang jauh-jauh semua perasaan hati yang kutakutkan bisa menguras habis keping hati. Kepingan karena luka yang lama. Aku pernah kehilangan segalanya. Segala tentang hati terkubur begitu jauh.
Engkau yang kemudian datang. Menciptakan sebuah gemuruh dan angin topan dahsyat yang bisa membuatku lupa. Lupa aku harus tetap tertidur dalam kubur yang kubuat sendiri. Engkau yang datang seharusnya tidak mengusik dunia yang kubangun dengan begitu senyap. Engkau yang datang tak seharusnya membuatku merasa kembali hidup. Aku berusaha menghalau, namun tetap tak bisa. Tak mampu. Aku ternyata berlari untuk segera meninggalkan duniaku. Menujumu. Ke arah dimana engkau berdiri.
Kini, segala tentang aku, engkau, kita terkikis gelombang waktu. Semunya berakhir tanpa mampu kukendalikan. Aku terhempas dengan begitu keras saat gelombang datang. Aku, yang seharusnya tetap berada dalam dunia kita, terbuang kembali ke dunia gelap. Sunyi dan senyap. Dan engkau, tetap pada duniamu. Jarak begitu jauh mengantarai kita. Bahkan untuk sekedar mendengar desahmupun tak bisa kulakukan.
Kita tinggal cerita.
Untuk kesekian kali, aku harus belajar mengikhlaskan. Belajar melepaskan. Belajar bahwa kita akan tetap menjadi sebuah kenangan yang indah meski tak lagi serumpun.
Kita berakhir disini.
Mendung sore. Awan gelap yang menggelayut memudarkan pesona cerah. Tarik ulur cuaca menyiratkan pergulatan. Mungkin hujan akan segera turun. Atau mungkin seperti kemarin. Awan gelap menggantung di angkasa sejauh mata memandang. Tapi rintik hujan tak jua kunjung menetes. Sesekali angin bertiup. Entah bersekongkol dengan apa. Apakah mengantar awan gelap untuk semakin mengumpul atau menghalaunya untuk segera berlalu. Seharusnya, Sunset bisa nampak saat ini di ufuk barat. Tapi, semburat sore itu hilang ditutupi awan gelap mendung.
Air mata menetes. Aku harus memendam rasa. Rasa yang tak berujung. Air mata menetes, tapi bukan karena perih. Aku meneteskannya karena aku tersadar, keindahan rasa ini terlalu anggun hanya untuk sekedar dilupakan. Aku meneteskan air mata, karena itu caraku melepas beban. Melepas asa yang mungkin tak teraih. Meneteskan airmata menjadi sebuah syarat. Betapa semuanya begitu sayang untuk kubuang.
Aku, engkau, kita. Sebuah cerita yang bisa menghapus begitu banyak mendung yang ada. Aku, engkau, kita. Seharusnya bisa menghalau mereka lagi. Tapi, aku, angkau, kita. Telah habis cerita. Telah habis makna. Telah habis bahasa. Telah habis kata. Telah kehabisan inspirasi.
Tapi, aku, engkau, dan kita akan tetap ada dalam sejarah pergulatan cuaca. Cuaca dimana awan menggelantung pada hati yang tak terdefinisi.

Rabu, 26 Februari 2014

Monolog Dungu



“Bagaimana kabarmu dengan kekasihmu?, aku harap tidak baik-baik saja!”

“Hey kamu, aku rindu. Sungguh!”

“Siang ini begitu dingin, peluk aku seerat mungkin. Seperti dulu.”

“Bisakah kita mengulang kenangan yang dulu? Memulai dari awal. Dan kita bahagia hanya berdua tanpa dia atau siapapun. Aku janji akan selalu mencintaimu. Bisakah sesederhana itu?”

“Bisa nggak dia pergi dari kamu dan kita bisa bahagia seperti dulu?”

“Aku rindu saat kamu cium keningku.”

“Aku mau ketemu, ngobrol panjang, tertawa bersama, bercanda, bermanja-manja sama kamu.”

“Nggak usah jatuh cinta sama dia. Temani aku ke toko buku saja yuk, bisa nggak?”

Berbincang dengan kenangan

Kenangan mungkin sesekali menghampiri. Bahkan saling bertabrakan di kepalamu. Jangan lari karena ia akan terus mengejarmu. Nikmati saja ritmenya~ 


Hujan menggerogoti pagi. Masih ada kantuk yang belum dituntaskan. Bersama ingatan yang membawa saya kembali ke masa lalu. Saya selalu takjub dengan hujan yang mempunyai daya magis. Tanpa kamu mau, hujan bisa menyeretmu ke tempat-tempat yang tidak ingin kamu kunjungi lagi. Seperti halnya kenangan. Hujan lagi-lagi membuat saya tersesat dalam kenangan. Tentang orang yang pernah singgah di hati saya. Tidak kah kamu ingin sesekali membekukan waktu dan bernostalgia dengan hujan tentang orang-orang yang pernah kamu titipkan hatimu.


Mari sejenak saya mengajak kamu berbincang-bincang dengan butir-butir air di jendela kamar saya.

Apa kamu pernah berada di titik ketidakmengertian atas pikiran kamu sendiri? Apa kamu pernah memperjuangkan orang dengan mati-matian tetapi tak tahu bahwa sejak awal dia adalah orang yang salah untuk kamu? Apa kamu pernah bercerita tentang orang yang kamu cintai bersama hujan? Apa kamu pernah ingin jatuh hanya kepada hatimu sendiri karena takut patah hati berkali-kali?

Kamu menanti jawaban saya? Kamu tahu, tidak semua pertanyaan butuh jawaban yang harus diumbar. Biarlah hati saya yang menjawab. Kamu pasti bisa merasakannya sendiri.

Hujan kembali membuka luka lama. Luka yang memang belum sembuh.

Kenangan yang membuat jantungku berhenti berdetak sejenak. Memang terkadang kamu perlu melempar dirimu ke masa lalu tapi tidak untuk meratapi. Hanya untuk mengenang ingatan tentang memori bersama orang yang pernah kamu cintai dan juga mencintaimu. Kenangan yang membuat perasaan menjadi campur aduk. Kenangan yang bisa menyebabkan candu untuk menyimpulkan senyum di bibirmu pun sepasang mata yang disinggahi air hujan. Saya selalu percaya, tidak ada kenangan yang akan pergi begitu saja, ia selalu meninggalkan jejak untuk singgah di pikiran saya meski hanya sebentar.

Kenangan punya sepasang kaki yang menggoreskan jejak bahagia pun sedih di pikiranmu. Tidak ada yang perlu disesali dari perbuatan masa lalu yang kini hanya tinggal dalam lembaran-lembaran kenangan, sebab ia pernah mengajarimu untuk bersabar menunggu orang yang kamu cintai. Memperjuangkan dia yang mungkin tidak pernah menyadari. Bersikap seolah-olah tak mendengar tentang ocehan-ocehan orang sekitar tentang dia yang kamu cintai. Saya selalu percaya, hujan dan kenangan diciptakan sepasang. Semata agar kamu tidak menyia-nyiakan apa yang kamu miliki sekarang. Hujan pernah berbisik, kenangan mengetuk bukan untuk ditangisi, ia hadir untuk membuat kamu berani jatuh cinta meski patahan-patahan hati belum sempurna kamu susun. Sebab tak ada luka yang akan benar-benar sembuh. Selalu ada bekas di dalam hati.

*Repost

Selasa, 11 Februari 2014

Pertemuan terakhir

       Sejak pertemuan terakhir malam itu, segala hal tentangmu masih saja hinggap di kepalaku, bayangan wajahmu selalu saja menari-nari di setiap malam-malamku, kenangan tentang kita masih saja menempel dalam benakku, seperti enggan untuk pergi. Taukah kamu? sejak malam yang ternyata menjadi pertemuan terakhir kita, aku berusaha melawan jutaan kamu yang mengepul di otakku, seperti asap rokok yang mengepul di udara. Bagiku tak ada yang menyakitkan ketika rindu hanya dapat tertahan dalam diam. Aku memintamu untuk bertemu. Mungkin untuk yang terakhir. Ada rindu yang tertahan. Ada rasa yang belum kelar. Ada tanya yang belum sempat kamu jawab. Di atas sepeda motormu kamu menungguku. Berat rasanya langkah kaki ini menghampirimu. Bagaimana tidak? Hampir setiap malam kamu menjemputku, menungguku di atas sepeda motormu sambil menghisap rokok yang baunya tak kusukai. Menyambutku dengan senyumanmu yang manis dan sapaanmu yang hangat. Tapi malam itu berbeda, ketika senyummu tak lagi semanis saat itu, ketika sapaanmu tak sehangat dulu. Tak lagi terlihat tatapan teduh rindu di matamu. Tak ada lagi uluran tanganmu ketika aku datang. Tahukah kamu bagaimana rasanya? Tentu saja kamu tidak tahu karna kamu tak berada dalam posisiku saat itu. Di atas sepeda motormu yang jok nya lebih tinggi dari yang terakhir aku duduk di sini. Aku dan kamu hanya diam seribu bahasa. Hening, ketika hanya ada dengunan motor dan mobil di sebelah kiri kanan jalan yang menyalip sepeda motormu. 
      Dalam dinginnya malam dan bau tanah basah yang selalu membuatku jatuh cinta. Tapi tidak untuk saat itu, ketika dinginnya malam hanya lipatan tanganku yang sedikit menghangatkan tubuhku. Dulu biasanya kamu selalu menyuruhku memeluk tubuhmu. Tapi saat itu hanya lipatan tanganku yang merengkuh tubuhku sendiri. Di sepanjang jalan kita hanya memilih diam dan kamu hanya sibuk memperhatikan jalan. Aku hanya bisa memperhatikan wajahmu dari kaca spion. Memperhatikan sosokmu dari belakang. Terlalu banyak kenangan kali ini. Rasanya ingin pergi dan melupakan segalanya. Akhirnya, kamu membuka suara, bertanya mau kemana kita sekarang. Aku hanya jawab seperlunya, mengarahkan jalan, menunjuk ke arah warung kecil di pinggir jalan. Di tempat itu biasanya kita menikmati malam sambil makan bubur kacang hijau yang hangat. Membicarakan tentang kamu dan aku, selalu ku dengar tawa renyah dari mulutmu. Dan aku menyukai saat-saat seperti itu. Kenapa aku melihat kamu bukan lagi seperti sosok yang ku kenal dulu. Tatapan mata itu tak lagi teduh seperti dulu. Ah sudahlah aku bosan mendengar kata dulu. Tapi entah kenapa kenangan dulu selalu saja menarik untuk dibahas. Walaupun setiap aku mengingatnya ada pilu yang begitu dalam.
        Percakapan kita dimulai ketika aku bertanya kenapa kita bisa menjauh seperti ini. Kenapa kamu lebih memilih kembali bersama wanita itu. Dan memutuskan untuk menghentikan perjuanganmu untuk kembali padaku. Sebenarnya aku tak ingin memulai pembicaraan yang hampir membuatku meneteskan air mata. Tapi aku terlalu penasaran. Apa yang membuatmu lebih memilih dia daripada aku. Kamu mulai membuka suara, bercerita apa yang sebenarnya terjadi. Dengan suara lirihmu kamu terus berbicara, hingga kamu tak memperhatikan raut wajahku yang telah berubah. Mataku mulai merah, ada bendungan air mata yang tak bisa tertahan lagi. Hingga akhirnya air mataku jatuh. Cukup! aku tak kuat kamu melanjutkan mulutmu mengeluarkan namanya. Aku tak kuat ketika kamu bilang bahwa ada sesuatu yang membuatmu tak bisa pergi darinya. Ada sesak dalam dada yang membuatku kehabisan kata. Sungguh aku tak pernah mengerti dengan semua itu. Dengan drama yang kamu buat yang akhirnya aku sebagai salah satu yang tersakiti. Saat itu aku ingin sekali menamparmu, mengeluarkan kata-kata dengan semua penghuni yang ada di kebun binatang. Tapi sungguh aku tak mampu melakukan itu, memperlakukan kasar pria yang begitu sangat kucintai. Seketika tubuhku lemas, aku ingin cepat pulang merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Dan bercakap dengan Tuhan, kenapa kisah ini begitu kejam. 
      Ketika melihatku menangis, kamu menghapus air mataku dengan jemarimu. Menggenggam tanganku sambil meminta maaf. Kenapa bisa-bisanya kamu melakukan itu ketika kamu sudah menghancurkan segalanya. Ini hanya membuatku semakin berat melupakanmu. Ah aku muak dengan semua itu! Hari sudah semakin malam, ketika kamu mengajakku pulang, dengan langkah gontai aku berdiri. Aku tak kuat lagi. Kepalaku pusing, mungkin karna terlalu lelah atau karna menangis sampai sesenggukan. Rintik gerimis di kepala kita berdua. Ah langit sepertinya merasakan apa yang aku rasakan, hingga dia menurunkan gerimis. Untung saja gerimis turun, sehingga air mataku yang terus menerus jatuh tersamarkan olehnya. Di sepanjang jalan aku hanya menangis sesenggukan. Seketika terlintas dalam benakku untuk meminta satu permintaan terakhir. Aku ingin memelukmu bersandar di pundakmu. Dan kamu hanya mengangguk mengiyakan. Sungguh aku tak peduli dengan mata orang orang yang tertuju pada kita. Aku tak peduli dengan gerimis yang semakin lebat. Tak peduli dengan dinginnya malam yang semakin menusuk tulang. Aku hanya ingin waktuku berhenti disini, saat aku memelukmu erat, ketika kepalaku bersandar di pundakmu, tempat ternyaman bagiku saat cinta selalu saja membuatku menangis. Hingga aku merasakan ada jemari yang begitu dingin merengkuh tanganku. Aku bisa merasakan eratnya genggaman tanganmu, entah hanya karna ingin menguatkanku atau tak ingin melepasku pergi. Entahlah, hanya kamu yang tahu arti dari semua itu. Yang jelas, aku hanya ingin berlama-lama seperti saat itu.   
          Kepalaku semakin berat, mataku semakin perih hingga aku tertidur di pundakmu. Dan samar-samar hanya ada dengunan sepeda motormu yang terdengar di telinga. Ketika sampai di ujung gang rumahku, kamu menyentuh pipiku membangunkanku dengan sangat hati- hati. Kenapa kamu tak mengantarkanku sampai depan rumah? Bukankah dulu kamu selalu ingin mengantarku sampai depan rumah dan melihatku sampai masuk ke dalam rumah? Dengan mata yang begitu sembab dan wajah yang kusut, aku turun dari sepeda motormu. Wajahmu yang begitu khawatir, matamu menatapku pilu, aku percaya kamu tak ingin melepasku secepat ini. Kamu memintaku memelukmu untuk yang terakhir kalinya. Benarkah untuk yang terakhir? Ini seperti mimpi buruk buatku. "Jaga dirimu baik-baik, aku minta maaf", katamu. Aku hanya bisa tersenyum miris. Tenanglah aku pasti akan baik-baik saja, kamu pernah bilang bukan? bahwa aku wanita kuat aku wanita yang paling tegar aku wanita yang paling sabar. Hingga sampai pada titik yang paling lelah untuk berjuang dan bertahan, aku tak ingin menyerah untuk tetap tegar. Aku tak bisa membayangkan di hari-hari yang kulalui selanjutnya, tak ada lagi kamu yang menguatkanku. 
       Dengan langkah gontai aku melangkah semakin jauh. Semakin sesak juga dada ini. Menatapmu semakin jauh dan jauh. Hingga aku mendengar kamu menyalakan motor lalu pergi. Aku kembali melihat kebelakang, menemukanmu sudah tak ada lagi di sana. Pergilah, menjauhlah. Aku ingin dekat- dekat dengan kesepian saja saat ini. Di sana mungkin lukaku terobati. Dan tak ada lagi kamu yang menggoreskan luka sedalam ini. Tuhan, haruskah ada sakit agar kita tahu rasa bahagia? Haruskah dalam cinta selalu ada salah satu yang tersakiti? Jika aku boleh meminta padaMu Tuhan, aku tak ingin mendengar suaranya ketika pertama kali menyebutkan nama, aku tak ingin menolehnya ketika dia datang, aku tak ingin melukiskan segala kenangan manis bersamanya. Sungguh aku ingin menghapuskan semua yang berhubungan tentangnya. Ah sudahlah yang aku inginkan saat ituhanya ingin tertidur lelap. Dan berharap ketika terbangun, aku lupa kejadian malam yang menyesakkan itu.

Minggu, 09 Februari 2014

Tuhan, aku tak ingin banyak hal

     Tuhan, aku tahu Engkau tak pernah sibuk. Aku tak perlu curiga tentang Engkau mendengar doaku atau tidak. Aku tahu Engkau selalu mendengar doa dari hambaMu yang meminta padaMu, termasuk aku. Aku percaya Engkau selalu mendengar isi hatiku meskipun Engkau tak segera memberikan pukpuk di bahuku. Aku percaya Engkau selalu tersedia bagi hambaMu yang percaya keberadaanMu. Aku yakin pelukanMu selalu terbuka bagi siapapun yang lelah pada dunia yang membuatnya menggigil. Aku mengerti tanganMu selalu siap menyatukan kembali setiap kepingan-kepingan hati yang patah.
   Masih dengan topik yang sama. Mungkin Engkau sudah tahu atau Engkau sudah bosan mendengar ini. Karna aku selalu mengeluhkan perasaanku padaMu mengenai ini. Tapi bagaimana, aku masih tak ingin berganti topik. Tentang dia. Seseorang yang namanya selalu kusebutkan dalam doa di setiap menjelang tidur malamku. Seseorang yang selalu kuperbincangkan sangat lama bersamaMu. Seseorang yang menjadi sebab bulir air mata yang jatuh di pipiku.
   Aku sudah tahu. Di setiap perpisahan pasti selalu ada maksud yang Engkau telah persiapkan. Begitu pula dengan perpisahan yang Engkau ciptakan ini. Aku percaya ini sesuatu yang terbaik bagiku. Jadi aku tak perlu curiga padaMu. Tak perlu mempertanyakan adil atau tidak. Seseorang yang jauh lebih baik darinya pasti telah Engkau telah persiapkan untukku. Tapi, bukan berarti aku harus absen menyebut namanya dalam doaku bukan?
   Aku tahu dia telah menemukan penggantiku, entah lebih baik atau lebih buruk. Atas alasan apapun, aku (harus) turut bahagia mendengarnya. Karna dia tak perlu merayakan kesedihannya seperti yang aku lakukan beberapa bulan terakhir ini. Dia tak perlu galau ataupun patah hati, karna tentu sudah ada wanita lain sebagai penggantiku. Sungguh, aku tak pernah ingin dia merasakan sakit seperti yang kurasakan sekarang Tuhan. Aku tak ingin dia tahu bagaimana rasanya jadi aku yang terpaksa harus melepaskan. Aku tak akan pernah tega melihat pria yang kucintai terluka seperti luka yang belum juga kering di dadaku. Sungguh aku tak ingin dia merasakan semua itu. Aku hanya ingin kebahagiaannya terjamin olehMu, dengan atau tanpaku.
Engkau pasti tahu, apa yang selalu kulakukan ketika mengingatnya. Tentu saja aku pasti menangis, ada sesak dalam dada ketika aku tahu semua berlalu begitu cepat. Sampai saat ini aku tak pernah habis pikir. Aku tak pernah mengerti. Padahal, aku sedang menikmati perasaan bahagia yang meletup-letup perlahan itu. Saat aku sedang cinta-cintanya. Bukannya ingin berfikiran negatif, tapi ternyata setiap orang punya topengnya masing-masing. Ia berganti peran kapan saja ia suka.  Aku hanya melihat apa yang dia lakukan saja tapi tidak melihat hati dibalik itu semua. Tapi tidak apa-apa, dia tak perlu merasakan mirisnya diperlakukan seperti yang aku rasa. Cukup hanya aku, tak perlu dia ataupun orang lain tahu.
   Tuhan. Aku hanya ingin meminta satu hal. Ijinkan aku selalu mencintainya tanpa aku harus merasakan luka tanpa aku melupakanMu. Bisakah? Aku sudah bosan dengan mata bengkak karna menangis. Aku sudah bosan dengan sesak yang aku rasakan ketika aku mengingatnya. Aku sudah bosan Tuhan. Mengingatnya selalu ada bahagia tapi miris. Aku sudah tak peduli lagi bagaimana hubungannya dengan kekasihnya. Yang menjadi masalah, dia masih menjadi seseorang yang masih aku pedulikan. Sungguh, aku hanya ingin dia tahu masih ada aku yang selalu mencintainya dalam diam, merengkuhnya dalam doa, melihatnya dari jauh walau tak bisa menyentuh lekukan wajahnya. Miris bukan?
Tuhan. Aku tak ingin bercakap lebih panjang lagi. Ini saja sudah membuatku sesak setengah mati. Terakhir, aku ingin kembali pada bagian awal. Aku hanya ingin dia bahagia. Cukup!

Untuk Tuhan yang tak pernah tidur
Aku percaya doaku selalu Engkau dengar...

Sabtu, 08 Februari 2014

Senja

Apapun yang kau katakan.
Bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada di sana, 
menunggu mengakui keberadaannya.
Bagi kita senja selalu sempurna.
Bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya?
Tak ada bagian yang perlu kita ubah.
Tak ada sela yang harus kita isi.
Bukankah takdir kita sudah jelas?
Lalu, saat kau berkata, "Aku mencintaimu", 
aku merasa senja tak lagi membawa cerita bahagia.
Mungkinkah kata-katamu itu ambigu?
Atau aku yang menganggapnya terlalu saru?
Aku mencintaimu, katamu.
Mengertikah kau apa artinya?
Mengertikah kau kalau kita tak pernah
bisa berada dalam cerita yang sama.
Dengan senja yang sewarna.
Takdir kita sudah jelas, kau dan aku
tahu itu.

Jumat, 07 Februari 2014

Ternyata datang hanya untuk pergi

   Kejadian malam itu membuat hatiku terenyuh. Ketika dia datang memergoki kamu ada bersamaku. Tatapankebencian ada dalam matanya. Kemarahan terlihat dalam raut wajahnya. Ketika dia menangis di hadapanmu, ada rasa sakit yang mendera. Ah perasaan apa ini. Aku benci adegan saat kamu menangis. Menggenggam tangannya. Aku benci aku cemburu. Rasanya saat itu aku ingin mundur saja. Menyudahi segalanya. Tak peduli dengan genggaman erat tanganmu yang menahanku pergi. Tak peduli dengan drama yang kalian buat di hadapanku. Kenapa saat air mataku terjatuh kamu yang selalu menghapusnya? Kenapa rasa cemburu selalu kamu yang menjadi obat penawarnya? Bahkan aku tak pernah mengerti apa yang ada dalam pikiranmu. Kamu terlalu semu, hingga aku tak bisa mengetahui kepada siapa hati yang telah kamu beri. Ketika kamu bilang hubunganmu dengan kekasihmu telah berakhir, bahkan aku terlalu sulit untuk percaya. Tapi entah kenapa hati ini semakin sulit untuk melepaskan. Melepaskan yang hampir tergenggam.     
    Serumit inikah cinta, ketika ada dua anak manusia yang berlakon di dalamnya? Berkali-kali aku meyakini. Berkali-kali kamu meyakinkan. Aku semakin melangkah jauh untuk menggapaimu. Semakin dalam rasa ini hingga aku tak ingin melepasnya. Kita semakin dekat, bahkan lebih dekat dari sebelumnya. Ketika matamu menatapku, aku percaya cinta itu masih sama. Masih seperti dulu. Cinta yang sama-sama kita rasakan, tapi tertahan dalam hati, berdiam dalam jantung, dan enggan menemukan waktu pengungkapan. Pernah ketika aku bertanya tentang bagaimana hubungan kita, kamu selalu menjawab 'apakah cinta harus selalu diungkapkan dan dinyatakan dengan status?' Tapi ketahuilah aku seorang wanita yang selalu butuh kejelasan.
    Katamu sikapmu kepadaku itu sudah menunjukan jika kamu mencintaiku. Apakah kita telah memulai sesuatu yang salah? Bayangkan kita hanya menjalani status yang tak jelas dalam waktu selama itu. Menjalani kisah yang tak pernah jelas dimana ujungnya. Memulai cerita tanpa memikirkan akhir yang jelas. Teka-teki itu yang membuat aku dan kamu penasaran, lalu kita memutuskan untuk berjalan bersama walaupun tak beringinan. Ketidakjelasan itu selalu membawaku pada rasa takut. Rasa takut yang belum tentu kamu rasakan.
    Jiwamu terlalu bebas, bahkan aku tak punya hak untuk menahanmu tetap tinggal. Aku begitu takut kehilanganmu. Takut kamu pergi lagi. Takut kamu melepas genggamanmu dari tanganku. Selama dalam ketidakjelasan itu, entah kenapa aku berani mengurai banyak kenangan yang kita buat dengan cara kita sendiri. Kenangan indah yang ada hanya aku dan kamu di dalamnya. Banyak cerita di dalam status yang menyedihkan itu. Menyedihkan? Iya, ketika aku tahu dia masih menginginkanmu kembali dan kamu menggubrisnya. Kenapa dia selalu saja bisa merengek seperti itu. Wanita manja! Ah memang air mata seorang wanita selalu saja bisa menaklukan hati seorang pria. Dan kamu terlihat lemah dan tak berdaya di hadapannya. Apa yang sebenarnya kalian sembunyikan?
     Jika kamu ingin tahu, aku kesesakan dalam status yang menyedihkan itu. Aku terkatung-katung sendirian. Tanpa kamu tahu, aku lelah bertahan dalam keadaan seperti itu. Hanya bisa diam seperti orang tolol, ketika kamu masih saja berhubungan dengan wanita manja itu. Kenapa dia selalu saja membuatmu tak berdaya. Jangan tanyakan padaku kenapa aku selalu saja terlihat cemburu, karna kamu sendiri yang menjadi dalang dalam cerita ini. Kamu pergi dan aku hanya diam menunggumu datang. Seringkali kau datang dengan membawa banyak cerita, cerita-cerita manis yang kuharapkan juga ada aku sebagai tokohnya, walaupun tak jadi tokoh utama. Kamu terus bercerita, sementara aku hanya pendengar, selalu pendengar. Bisakah kamu merasakan keteguhan hati seorang perempuan yang tetap diam, meskipun dia begitu mencintaimu?
     Teman-temanku sering bilang, bahwa harusnya aku tak mempertahankanmu sedalam itu, harusnya aku tak perlu memercayaimu sedalam itu. Tapi, mengapa perasaanku hanya ingin meyakinimu? Mengapa aku enggan melawan ketika kamu menerbangkanku ke angkasa paling tinggi, lalu membiarkanku mengepakkan sayap sendiri. Dengan cara apa lagi, aku meyakinkan kamu bahwa aku mencintaimu tulus bahkan dalam kesakitanku. Aku bukan dia yang selalu mengandalkan air mata untuk mendapatkan perhatianmu. Aku bukan dia yang mengemis-ngemis memaksamu kembali. Aku bukan dia yang melakukan apapun agar kamu melihatnya. Bukan dia yang menjatuhkan harga dirinya hanya untuk kamu. Hingga pada akhirnya aku telah mencapai titik yang paling lelah untuk bertahan. Aku muak dengan segala cerita yang dia buat buat. Aku muak dengan segala kisah yang tak pernah tahu dimana harus bermuara. Aku muak. Dan akhirnya aku sampai pada tahap ini. Aku tak pernah membayangkan akan jatuh dan terhempas begitu jauh ketika kamu mengajakku terbang tinggi lalu melepaskan cengkramanmu.
     Dan menyerah adalah jalan terakhir yang ku pilih. Ketika kuatku tak lagi kamu gubris. Ketika kuatku selalu kamuabaikan. Katamu aku begitu tegar, sebegitu tegarkah hingga kamu seenaknya mempermainkan hatiku? Dan selalu saja membuatku terus mengalah. Harusnya aku tak menggubrismu ketika kamu datang. Harusnya aku tak perlu menganggap hal yang biasa terlihat begitu manis dan spesial. Harusnya aku tak bersikap lugu ketika kamu mengulurkan tangan memulai cerita ini. Harusnya kita tak pernah ada, agar aku tak pernah terluka. Aku mencintaimu. Sungguh. Mengetahui kau tak memilihku adalah hal paling sulit yang bisa kumengerti. Aku masih belum mengerti. Kenapa semua berakhir sesakit ini? Aku sudah berusaha semampuku, menjunjung tinggi kamu sebisaku, tapi di mana perasaanmu? Kamu memilih kembali merajut kisah cinta bersamanya. Tak taukah kamu bagaimana perasaanku? Aku percaya tidak mungkin matamu terlalu buta, telingamu terlalu tuli dan hatimu terlalu cacat untuk tahu bahwa aku begitu mencintaimu. Jika dari awal aku tak menggubrismu, mungkin aku tak pernah tahu rasanya meluruhkan air mata di pipi. Aku bodoh? Sudah puaskah?
     Untuk pria yang kata-katanya selalu manis. Untuk pria yang pesan singkatnya selau membuatku bahagia di sela-sela malam dinginku. Untuk pria yang membuat detak jantungku tak beraturan ketika kamu memberi sedikit kecupan di keningku. Untuk pria yang pada akhirnya memilih berlari bersama wanita itu. Lihatlah aku yang katamu begitu tegar, sebaliknya terlihat sangat rapuh. Kamu yang selalu mengajariku kuat, kamu juga yang menjadikanku sosok yang paling lemah. Inikah akhir dari cerita yang bermula dari sebuah ketidakjelasan? Aku mengerti, harusnya dari awal aku tak perlu memulai. Jika pada akhirnya perjuanganku mempertahankanmu hanya sia-sia.
    Terima kasih untuk setiap peluk yang kamu lepaskan, Terima kasih untuk setiap harapan yang kamu hempaskan. Jika aku boleh memilih cerita akhir, aku hanya ingin terus mendekapmu. Mengenggam erat tanganmu. Semoga kamu tahu, disini aku selalu bergetar ketika ketika mendoakanmu.

Benarkah datang untuk kembali?

      Masih dengan topik yang sama, kamu pria berkacamata, berambut klimis, berwajah manis yang membuat malam- malam ku selalu terisi olehmu. Benarkah kamu telah membuat segalanya jadi terbalik? Apa yang dulu kamu lalukan menjadi bomerang bagi diriku sendiri. Ketika dulu yang kamu lalukan, malah menjadi kebiasaan yang sering ku lalukan. Aku selalu mencari tahu apa saja yang kamu lalukan bersamanya di jejaring sosial mu. Ketika aku melihat status mu berubah menjadi in relationship, ada cemburu yang tak bisa
diungkapkan. Bahkan dulu saat kamu bersamaku, kita tak pernah mengubah status kita menjadi in relationship. Mungkin dulu bagiku itu bukan hal yang terlalu penting yang harus ditunjukan kepada teman-temanmu. Penyesalan selalu datang terakhir bukan? dan itu yang ku rasakan saat melihatmu bersamanya.    
      Cemburu ini ku sembunyikan, sakit ini tak pernah ku pedulikan, dan cinta ini selalu aku tampik. Ini kebodohanku atau kebodohanmu? kenapa baru sekarang rasa ini hadir. Kenapa baru sekarang kamu membuatku rindu. Rindu segalanya tentang kamu. Kamu sering datang dan bertanya apakah masih ada rasa untukmu, bahkan aku masih saja bersikap tak acuh dan membiarkan jawaban itu menari di otakmu. Bukan
itu yang aku inginkan. Kamu selalu saja tidak pernah peka. Kenapa kamu menanyakan itu sedangkan kamu masih bersama dia. Bahkan aku masih bisa terlihat biasa saja di depan teman-temanku. Aku bersikap seolah-olah tak peduli tentang kamu dan dia. Padahal diam-diam aku ingin memintamu kembali. Bukankah dulu kamu pernah bilang, hanya aku yang bisa mengubah sosokmu menjadi sosok orang yang setia? Bukankah hanya aku yang bisa membuatmu bahagia seutuhnya? Bukan dia bukan dia...
       Aku percaya masih ada aku dihatimu, walaupun ragamu tak bersamaku. Dan aku percaya cintamu masih ada untukku. Aku tahu itu. Aku tahu. Dulu kamu selalu meyakinkanku bahwa hanya aku yang bisa membuatmu tulus mencintai. Keyakinan itu yang selalu buatku percaya suatu saat kamu akan kembali. Perlahan aku mencoba untuk berdiri, berusaha untuk benar-benar tak peduli. Walaupun masih ada rasa ingin tahu. Ketika aku memilih untuk melupakan, dan berpacaran dengan teman SMA mu. Kenapa kamu selalu saja datang saat kita tak pernah siap untuk bersama lagi? Kenapa seakan-akan kamu menahanku untuk tidak melupakanmu? Apakah kamu tidak bahagia dengan wanita itu? Apakah kamu inginkan aku kembali? Pertanyaan itu selalu saja mengganggu pikiranku. 
       Untuk apa kamu selalu datang jika kamu masih ada status dengannya. Aku heran kenapa wanita mu selalu menyalahkan aku. Kenapa selalu saja aku yang dianggap merebutmu. Apa itu semua salahku? ketika kamu sendiri yang selalu saja datang tanpa ku minta. Tapi aku juga tidak ingin jadi orang munafik, aku bahagia aku senang ketika kamu selalu ada untukku. Hingga aku putus dengan teman SMA mu, apa semua itu karnamu? Apa karna masih ada kamu yang diam-diam telah menjadi sosok penting dalam hidupku? Kenapa cinta menjadi rumit ketika kita baru menyadari bahwa kita saling mencintai. 
       Kamu selalu ingin menjemput dan mengantarku pulang. Kamu masih seperti yang dulu, selalu nekat hanya untuk bertemu denganku. Sedikit risih bukan karna aku tak peduli tapi aku tahu kamu yang dulu milikku, bukan milikku lagi. Pantaskah jika aku bersikap manis pada kamu yang sudah memiliki kekasih? Pantaskah jika aku memelukmu menggengam tanganmu walau ku tahu kamu bukan milikku lagi? Jika aku boleh meminta pada Tuhan, aku ingin waktu berhenti saat itu. Aku ingin memelukmu erat menggenggam jemarimu seperti yang dulu kamu lakukan. Dan tak akan pernah aku lepas lagi. Pesan singkatmu selalu berdering di handphoneku. Suaramu selalu terdengar hangat lewat percakapan panjang kita setiap malam. Segala kebiasaan itu selalu kita lakukan tanpa sepengetahuan kekasihmu. Dosakah aku mencintai orang yang sudah punya kekasih?
      Katamu saat bersamaku adalah tempat yang paling nyaman. Katamu hanya aku yang bisa mengerti kamu. Bukan kekasihmu. Bukan. Katamu kekasihmu itu terlalu posesif melarangmu ini itu layaknya ibumu. Dia selalu saja mengandalkan air matanya agar kamu memberikan rasa belas kasihmu padanya. Dia hanya wanita manja seperti bocah bodoh yang kurang perhatian. Katamu aku berbeda dengan dia, aku lebih dewasa dan selalu mengerti kamu. Ah...aku benci sebenarnya dibanding-bandingkan dengan dia. Tapi kamu tak pernah mau dengar saranku. Wanita senang diberi perhatian, mereka akan melakukan apapun agar pria yang dicintainya selalu memperhatikan sosoknya. Kalau memang dia bukan yang terbaik bagimu, kenapa kamu masih saja bertahan dalam hubungan yang tak berdasar pada cinta? Kenapa saat bersamaku kamu menjelek-jelekan kekasihmu, tapi saat bersamanya kamu menjadi lumpuh dan lemah. Apa karna kamu tak bisa melihat air mata yang menetes di pipinya? Kenapa saat bersamanya kamu kehilangan dirimu sendiri? Kenapa kamu terlalu bisu untuk mengatakan yang sebenarnya? Bahkan saat kamu bercerita tentang dia, kita sama-sama tertawa terbahak-bahak. Entah kenapa aku merasa bahagia ketika melihatmu tertawa daripada ketika kamu  menggalaukan kekasihmu itu. Aku merasa sebagian diriku ada pada dirimu. 
      Aku benci wanita yang setolol kekasihmu itu. Kenapa dia berlama-lama mengenggammu sementara kamu tak pernah merasakan kenyamanan. Aku benci ketika dia merengek untuk memintamu jangan pergi. Ketika kamu memintaku untuk sabar. Ketika kamu selalu menghapus air mataku yang disebabkan oleh kekasihmu. Ketika kamu selalu memelukku dan menggenggam erat tanganku. Ketika kamu menahanku untuk tetap tinggal. Ketika senyummu selalu membuatku tegar. Ketika kehadiranmu membuatku nyaman. Ketika kata sayangmu selalu terngiang di telinga. Semua itu selalu membuatku yakin suatu saat kita pasti bisa bersama lagi.

Pria dengan segala tingkah bodohnya

    Hey kamu pria berkacamata, berambut klimis, berwajah manis yang dulu mengaku pengagum rahasia. Yang dulu sempat aku miliki, yang dulu mencintaiku dengan sungguh-sungguh, yang dulu suka melakukan hal apapun agar aku mencintaimu, yang dulu suka mengagetkanku dengan ciumanmu yang mendarat di pipiku, yang dulu selalu mencium keningku saat kamu ingin mpulang, yang dulu selalu ada untuk membuatku bahagia. Dulu...ya semua itu hanya dulu Segalanya serba tentang kamu. Kamu yang dulu selalu aku abaikan. Kamu yang dulu selalu aku tak pedulikan.
    Aku tak benar-benar mencintaimu. Aku hanya berlagak layaknya orang yang sedang jatuh cinta tapi tak benar-benarcinta. Aku bahagia, tapi tak benar-benar bahagia. Aku tak pernah mau tahu tentang kabarmu. Saat bersamamu, jantungku tak pernah berdetak kencang, tingkahku tak seperti orang yang sedang jatuh cinta.Genggamanmu kosong! Pelukanmu semu! Mungkin saat itu masih ada labirin kosong dalam hati ini yang tak mampu terisi olehmu. Awalnya semua berjalan biasa saja, tapi aku mulai risih dengan tingkah bodoh dan keanehanmu. Aku tak pernah suka caramu mengatakan cinta dengan hal setolol itu. Kenapa dulu kamu selalu membuatku marah? Kenapa dulu kamu tak berusaha menumbuhkan cinta dalam hatiku? Dan kenapa aku tak bisa mencintaimu walaupun aku tahu telah banyak yang kamu korbankan untukku?.
    Aku sudah benar-benar membuat mu jatuh cinta. Hingga kamu merasakan sakitnya. Aku benar-benar lega karna tak ada lagi orang yang selalu bersikap tolol yang membuat aku bosan. Tak ada lagi orang yang ingin menemaniku siang dan malam yang selalu membuatku kesal. Sebulan dua bulan tiga bulan aku merasa bahagia tanpa kamu. Saat itu juga aku sering berganti-ganti kekasih. Tapi saat itu juga kamu masih mengharapkanku. Mencari-cari tahu kabarku, mencari tahu dengan siapa aku saat itu. Aku tak pernah peduli karna kamu selalu membuat ku kesal dengan tingkah bodohmu itu.
     Tapi Tuhan memang adil, Tuhan berikanku rasa sakit untuk menyadarkanku dari kesalahanku. Ada yang hilang dalam hati ini, ada yang hilang dalam hidupku. Tak ada lagi tawa renyahmu, senyumanmu, genggamanmu, suaramu, pelukanmu. Tak ada lagi yang mencium pipiku diam-diam ketika aku melamun. Dan tak ada lagi hal bodoh tentangmu yang ternyata membuatku rindu. Hanya ada hampa yang menemaniku setiap malam. Memang aku selalu berganti- ganti kekasih setelah putus denganmu. Tapi dia tak sebodoh kamu, dia tak pernah mencium keningku saat ingin pulang, dan dia tak bisa mengatakan cinta dengan cara yang tulus sepertimu.
     Sungguh aku menyesal telah menyia-nyiakanmu dengan kejamnya. Kamu yang dulu aku abaikan, diam- diam ternyata sudah mengisi ruang di hatiku. Tapi kenapa saat aku ingin memintamu kembali, kamu telah bersama dengan yang lain. Bersama wanita yang sepertinya benar-benar mencintaimu. Ada cemburu yang tak bisa diungkapkan, ada sakit yang tak bisa ditunjukan, ada tangis yang hanya bisa dipendam. Dia yang telah menggengam tanganmu, sementara aku hanya terdiam dan berucap dalam hati "aku dulu pernah menggenggam tangan itu, aku dulu pernah memeluknya seperti itu". Mungkinkah kamu telah melupakan aku? Aku yang dulu menjadi satu-satunya dalam hidupmu. MENYESAL! kenapa aku malah membuatnya pergi. Kenapa orang yang tulus mencintaiku malah tak pernah ku pedulikan. Kita memang telah putus tapi kenangan tentangmu tak pernah benar-benar putus.