Jumat, 07 Februari 2014

Ternyata datang hanya untuk pergi

   Kejadian malam itu membuat hatiku terenyuh. Ketika dia datang memergoki kamu ada bersamaku. Tatapankebencian ada dalam matanya. Kemarahan terlihat dalam raut wajahnya. Ketika dia menangis di hadapanmu, ada rasa sakit yang mendera. Ah perasaan apa ini. Aku benci adegan saat kamu menangis. Menggenggam tangannya. Aku benci aku cemburu. Rasanya saat itu aku ingin mundur saja. Menyudahi segalanya. Tak peduli dengan genggaman erat tanganmu yang menahanku pergi. Tak peduli dengan drama yang kalian buat di hadapanku. Kenapa saat air mataku terjatuh kamu yang selalu menghapusnya? Kenapa rasa cemburu selalu kamu yang menjadi obat penawarnya? Bahkan aku tak pernah mengerti apa yang ada dalam pikiranmu. Kamu terlalu semu, hingga aku tak bisa mengetahui kepada siapa hati yang telah kamu beri. Ketika kamu bilang hubunganmu dengan kekasihmu telah berakhir, bahkan aku terlalu sulit untuk percaya. Tapi entah kenapa hati ini semakin sulit untuk melepaskan. Melepaskan yang hampir tergenggam.     
    Serumit inikah cinta, ketika ada dua anak manusia yang berlakon di dalamnya? Berkali-kali aku meyakini. Berkali-kali kamu meyakinkan. Aku semakin melangkah jauh untuk menggapaimu. Semakin dalam rasa ini hingga aku tak ingin melepasnya. Kita semakin dekat, bahkan lebih dekat dari sebelumnya. Ketika matamu menatapku, aku percaya cinta itu masih sama. Masih seperti dulu. Cinta yang sama-sama kita rasakan, tapi tertahan dalam hati, berdiam dalam jantung, dan enggan menemukan waktu pengungkapan. Pernah ketika aku bertanya tentang bagaimana hubungan kita, kamu selalu menjawab 'apakah cinta harus selalu diungkapkan dan dinyatakan dengan status?' Tapi ketahuilah aku seorang wanita yang selalu butuh kejelasan.
    Katamu sikapmu kepadaku itu sudah menunjukan jika kamu mencintaiku. Apakah kita telah memulai sesuatu yang salah? Bayangkan kita hanya menjalani status yang tak jelas dalam waktu selama itu. Menjalani kisah yang tak pernah jelas dimana ujungnya. Memulai cerita tanpa memikirkan akhir yang jelas. Teka-teki itu yang membuat aku dan kamu penasaran, lalu kita memutuskan untuk berjalan bersama walaupun tak beringinan. Ketidakjelasan itu selalu membawaku pada rasa takut. Rasa takut yang belum tentu kamu rasakan.
    Jiwamu terlalu bebas, bahkan aku tak punya hak untuk menahanmu tetap tinggal. Aku begitu takut kehilanganmu. Takut kamu pergi lagi. Takut kamu melepas genggamanmu dari tanganku. Selama dalam ketidakjelasan itu, entah kenapa aku berani mengurai banyak kenangan yang kita buat dengan cara kita sendiri. Kenangan indah yang ada hanya aku dan kamu di dalamnya. Banyak cerita di dalam status yang menyedihkan itu. Menyedihkan? Iya, ketika aku tahu dia masih menginginkanmu kembali dan kamu menggubrisnya. Kenapa dia selalu saja bisa merengek seperti itu. Wanita manja! Ah memang air mata seorang wanita selalu saja bisa menaklukan hati seorang pria. Dan kamu terlihat lemah dan tak berdaya di hadapannya. Apa yang sebenarnya kalian sembunyikan?
     Jika kamu ingin tahu, aku kesesakan dalam status yang menyedihkan itu. Aku terkatung-katung sendirian. Tanpa kamu tahu, aku lelah bertahan dalam keadaan seperti itu. Hanya bisa diam seperti orang tolol, ketika kamu masih saja berhubungan dengan wanita manja itu. Kenapa dia selalu saja membuatmu tak berdaya. Jangan tanyakan padaku kenapa aku selalu saja terlihat cemburu, karna kamu sendiri yang menjadi dalang dalam cerita ini. Kamu pergi dan aku hanya diam menunggumu datang. Seringkali kau datang dengan membawa banyak cerita, cerita-cerita manis yang kuharapkan juga ada aku sebagai tokohnya, walaupun tak jadi tokoh utama. Kamu terus bercerita, sementara aku hanya pendengar, selalu pendengar. Bisakah kamu merasakan keteguhan hati seorang perempuan yang tetap diam, meskipun dia begitu mencintaimu?
     Teman-temanku sering bilang, bahwa harusnya aku tak mempertahankanmu sedalam itu, harusnya aku tak perlu memercayaimu sedalam itu. Tapi, mengapa perasaanku hanya ingin meyakinimu? Mengapa aku enggan melawan ketika kamu menerbangkanku ke angkasa paling tinggi, lalu membiarkanku mengepakkan sayap sendiri. Dengan cara apa lagi, aku meyakinkan kamu bahwa aku mencintaimu tulus bahkan dalam kesakitanku. Aku bukan dia yang selalu mengandalkan air mata untuk mendapatkan perhatianmu. Aku bukan dia yang mengemis-ngemis memaksamu kembali. Aku bukan dia yang melakukan apapun agar kamu melihatnya. Bukan dia yang menjatuhkan harga dirinya hanya untuk kamu. Hingga pada akhirnya aku telah mencapai titik yang paling lelah untuk bertahan. Aku muak dengan segala cerita yang dia buat buat. Aku muak dengan segala kisah yang tak pernah tahu dimana harus bermuara. Aku muak. Dan akhirnya aku sampai pada tahap ini. Aku tak pernah membayangkan akan jatuh dan terhempas begitu jauh ketika kamu mengajakku terbang tinggi lalu melepaskan cengkramanmu.
     Dan menyerah adalah jalan terakhir yang ku pilih. Ketika kuatku tak lagi kamu gubris. Ketika kuatku selalu kamuabaikan. Katamu aku begitu tegar, sebegitu tegarkah hingga kamu seenaknya mempermainkan hatiku? Dan selalu saja membuatku terus mengalah. Harusnya aku tak menggubrismu ketika kamu datang. Harusnya aku tak perlu menganggap hal yang biasa terlihat begitu manis dan spesial. Harusnya aku tak bersikap lugu ketika kamu mengulurkan tangan memulai cerita ini. Harusnya kita tak pernah ada, agar aku tak pernah terluka. Aku mencintaimu. Sungguh. Mengetahui kau tak memilihku adalah hal paling sulit yang bisa kumengerti. Aku masih belum mengerti. Kenapa semua berakhir sesakit ini? Aku sudah berusaha semampuku, menjunjung tinggi kamu sebisaku, tapi di mana perasaanmu? Kamu memilih kembali merajut kisah cinta bersamanya. Tak taukah kamu bagaimana perasaanku? Aku percaya tidak mungkin matamu terlalu buta, telingamu terlalu tuli dan hatimu terlalu cacat untuk tahu bahwa aku begitu mencintaimu. Jika dari awal aku tak menggubrismu, mungkin aku tak pernah tahu rasanya meluruhkan air mata di pipi. Aku bodoh? Sudah puaskah?
     Untuk pria yang kata-katanya selalu manis. Untuk pria yang pesan singkatnya selau membuatku bahagia di sela-sela malam dinginku. Untuk pria yang membuat detak jantungku tak beraturan ketika kamu memberi sedikit kecupan di keningku. Untuk pria yang pada akhirnya memilih berlari bersama wanita itu. Lihatlah aku yang katamu begitu tegar, sebaliknya terlihat sangat rapuh. Kamu yang selalu mengajariku kuat, kamu juga yang menjadikanku sosok yang paling lemah. Inikah akhir dari cerita yang bermula dari sebuah ketidakjelasan? Aku mengerti, harusnya dari awal aku tak perlu memulai. Jika pada akhirnya perjuanganku mempertahankanmu hanya sia-sia.
    Terima kasih untuk setiap peluk yang kamu lepaskan, Terima kasih untuk setiap harapan yang kamu hempaskan. Jika aku boleh memilih cerita akhir, aku hanya ingin terus mendekapmu. Mengenggam erat tanganmu. Semoga kamu tahu, disini aku selalu bergetar ketika ketika mendoakanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar