Jumat, 21 November 2014

Masih kamu, Mas

Akhirnya kita bertemu lewat percakapan singkat kemarin siang. Masih tentang kamu, iya kamu yang sampai saat ini masih menganggu pikiranku setiap malam karna bayangmu yang selalu hadir ketika aku merindukanmu dengan sangat. Kemarin siang saat percakapan kita di chat bbm, kamu tahu? setidaknya itu membuat senyumku mengembang walau miris. Aku tahu diri kamu bukanlah kekasihku lagi, jadi aku tak ingin lagi bersikap berlebihan seperti yang pernah kamu katakan. Aku tak akan membahas lagi soal hati ini, karna aku tahu kamu akan selalu menutup telinga. Cukup aku yang rasakan, cukup aku yang mati-matian memendam perasaan rindu yang menggebu ini.
Kamu tahu atau tidak, aku tetap akan berkata aku baik-baik saja. Aku hanya ingin terlihat tegar di matamu, aku tak ingin kamu tahu bagaimana sedihnya jadi aku. Seandainya kamu tahu, aku ini hanya seorang gadis yang mulai ingin membangun mimpi bersamamu tapi kenyataannya parah. Kamu malah pergi ketika peran mimpi dan nyata mulai berganti.
Mas, aku tak punya harapan besar untuk kembali menjadi milikmu. Aku cuma rindu akan kita. Aku tak akan pernah berkata bosan tentang rindu yang perlahan membunuhku ini. Karna aku tahu kamu merasakan rindu ini kan mas?
Jadi apapun kamu dalam hidup aku mas, mau itu teman, pacar, kakak atau apapun, aku tak apa asal jangan kamu jadikan musuh dan kita seperti orang yang tak pernah saling kenal. Aku tak pernah bisa mas. Tak akan pernah bisa :")
Bagaimanapun kamu pernah jadi bagian dalam hari-hariku. Dari matahari terbit sampai tenggelam lagi bukankah kita tak pernah saling kehilangan kabar. Bagaimanapun kita pernah saling memiliki walau singkat, tapi buatku semua itu berharga mas. Buatku segala yang telah kamu lakukan begitu indah.
Jika aku bisa membencimu, pasti saat ini juga akan aku lakukan. Tapi kenyataannya cinta ini lebih besar dari benciku.
Aku minta maaf karna aku tak pernah mau mencoba mengabaikan perasaan ini, mencoba melupakan tentang kita. Karna tak semudah yang kamu katakan. Semoga kamu juga berfikir seperti itu. Hubungan kita memang begitu singkat, tapi kamu sudah ada disini di hatiku mas. Karna kamu sudah ada di ruang dalam hati ini dan tak bisa terganti oleh siapapun.
Mas, apakah kamu merasa lega karna tak ada lagi sapaanku dichat bbm, tak ada lagi aku yang bawel karna mengingatkanmu agar tidak lupa makan, tak ada lagi aku yang mengingatkanmu agar jangan main sampai larut, tak ada lagi tangisku yang memuakanmu, tak ada lagi telpon dariku yang harus kamu angkat.
Saat kita tertawa bersama, saat kita marahan dan baikan, saat kamu memperlakukanku layaknya bonekamu, saat kita telfonan sampai larut malam, saat tingkah konyolku membuatmu penat, saat pelukanmu membuatku tenang. Apakah kamu merasa lega saat kebiasaan-kebiasaan sederhana itu tak lagi kita lakukan mas? Apa kamu merasa bebas saat tak lagi memilikiku lagi?
Kamu mungkin bisa mas, tapi aku tak mudah membiasakan diri agar tak lagi mengingat kebiasaan sederhana itu.
Rasanya baru kemarin aku menikmati senyum dan tawamu. Rasanya baru kemarin pelukanmu tak ingin membiarkanku pergi.

Masih untukmu mas; pemilik hati si wanita galau yang ingin terlihat baik-baik saja walau hatinya begitu kalut :")

Minggu, 16 November 2014

Tanpa kabar darimu

Sudah hampir dua minggu sejak terakhir kali kamu bilang di chat bbm kalau aku harus membuang perasaanku padamu. Kita tak lagi saling menanyakan kabar, walau hanya sekedar berkata "hai". Padahal aku tahu kamu sering mengganti display picture dan status di bbmmu. Aku pun juga begitu, sering membuat status galau agar kamu peka mas. Berharap kamu tahu aku kangen kamu, aku mau bertemu kamu. Tapi sepertinya kamu tak peka, atau kamu yang sudah bisa menjalani semuanya sendiri tanpa aku.
Mas, aku tak akan menuntut apapun atas hubungan kita. Tapi tak bisakah kita seperti dulu lagi. Saat pertama kali kita bercakap panjang di chat bbm walau hanya sekedar teman. Saling menanyakan kabar dan saling mengundang tawa. Mungkin saja kan jika seperti itu akan lebih baik. Bukan seperti ini mas, kita jadi seperti orang yang saling tak kenal. Seperti orang asing yang berteman di bbm dan tak pernah saling menyapa. Aku tak mungkin memulai lebih dulu kan mas, aku takut jika kamu berpikir nanti aku akan mengusikmu, mengganggu hari-harimu.
Apa kamu masih saja sibuk mas? Dan apakah kesibukanmu sudah membantumu melupakan aku, melupakan kita yang dulu sempat baik-baik saja?. Aku iri pada teman-temanmu mas, kamu masih bisa menyempatkan waktu bermain dengan mereka. Aku iri pada mereka yang setiap saat bisa menikmati candaan dan tawamu. Seperti waktu kita masih bersama. Saat kita masih saling menikmati tawa bersama. Aku bisa melihat senyummu dan matamu yang teduh itu. Dan kamu memelukku erat sampai aku tenggelam dalam tubuhmu yang padat berisi. Saat itu, aku bisa mencium aroma tubuhmu mas, aroma yang saat ini hanya bisa aku rasakan di tubuhku sendiri. Saat aku tak bisa tidur, aku sengaja menyemprotkan parfum darimu supaya aku bisa merasakan hadirnya kamu. Supaya aku bisa merasakan pelukan hangatmu, walau pada kenyataannya aku hanya bisa memeluk tubuhku sendiri. Mas, saat aku mencium aroma parfum darimu. Aku ingat saat-saat bersamamu. Saat kita saling berpeluk seperti tak ingin saling kehilangan satu sama lain.
Seandainya kamu tahu, rindu ini sudah bertumpuk-tumpuk mas, kamu menyiksa aku dengan rindu yang tak pernah kamu tahu.
Mas, aku kangen kamu. Kangen kita yang dulu. Kangen kita yang tak pernah lupa berucap kata sayang. Kangen mau bertemu kamu...

Dari wanita yang tak tahu diri, yang hanya bisa merindukanmu diam-diam.

Rabu, 12 November 2014

Cuma rindu

Kamu tahu apa yang sangat aku rindukan saat ini? Tentu kamu tak akan pernah tahu sayang. Karna setiap kali aku bicara soal perasaan tentu kamu akan menutup telinga dan seolah-olah tak mau tahu. Seperti halnya saat kamu bilang, "kamu harus buang rasa sayang kamu ke aku". Aku tertawa geli sampai aku meneteskan air mata. Tentu bukan air mata itu menetes bukan karna aku tertawa terbahak-bahak, tapi karna ada sakit yang merajam dalam dada ini sayang. Saat kamu bilang kata-kata itu, rasanya aku ingin berhenti mencintaimu, rasanya aku ingin buang jauh-jauh perasaan ini padamu, rasanya aku ingin pergi jauh darimu, aku ingin melupakan semuanya, iya semuanya. Ah...
Rasanya aku menjadi wanita bodoh yang perasaannya sama sekali tak digubris. Sayang, haruskah aku melupakan semuanya? Haruskah aku menyerah dengan cara bodoh seperti ini? Aku tak tahu kenapa jadi seperti ini. Kenapa kamu menjadi seseorang yang tak lagi ku kenali. Kenapa sikapmu berubah 180 derajat sejak terakhir kita bertemu. Kenapa kamu tak semanis saat kita bertemu. Kenapa sayang?
Aku masih ingat saat kamu memelukku dan saat itu kamu bilang "aku sayang kamu oon, aku tahu kemana jalan pulang kok".
Setiap aku ingat kata-kata itu, rasanya aku masih ingin bertahan, aku masih ingin memperjuangkanmu. Tapi di sisi lain, aku mempertanyakan, haruskah aku berjuang sendirian. Aku pernah bilang, feeling aku selalu kuat dan nggak mungkin salah. Lalu katamu, "semua tergantung pada feelingmu". Dan aku percaya padamu sayang, aku percaya kamu takkan pergi. Kamu tak akan menyerah hanya sampai disini.
Katakan padaku kalau ini hanya sementara, dan kamu tak akan benar-benar melupakan perasaanmu padaku. Sayang, katamu saat ini kamu hanya ingin fokus pada pekerjaan dan kesembuhan ibumu. Semoga itu benar ya, bukan karna kamu mencari-cari alasan untuk menjauhiku. Bukankah kamu tau, aku begitu tulus mencintaimu. Sayang jika ada cara lain untuk mencurahkan rindu selain dengan menangis, sungguh aku akan lakukan saat ini juga. Aku tak tahu harus dengan cara apa agar setiap malam aku tak menangis hanya karna rindu akan kebiasaan kita dulu. Katakan padaku apa yang harus aku lakukan saat aku mengingatmu; mengingat kenangan indah kita. Sayang, akhir-akhir ini aku selalu tak sengaja melihat jam dan menit yang sama. Katamu, itu pertanda ada yang memikirkan dan merindukan kita. Aku berharap kamupun merindukanku sayang. Seperti yang pernah ku tulis dalam kertas bintang, "Jika kamu melihat jam dan menit yang sama, kamu akan tahu siapa yang merindukanmu." Semoga rindu kita selalu sama yaa :')
Sayang aku cuma rindu. Rindu saat-saat terindah kita.

Dari wanita yang merindukan genggaman tanganmu, pelukan hangatmu, dan tawa renyahmu.

Jumat, 07 November 2014

Mencintaimu dalam kemunafikan

Kau hanya diam saat semua tawa lepas
menyatu dalam tangis
Dan kau juga hanya bungkam membiarkan semua kisah itu
Luruh bersama waktu yang tidak mungkin lagi memihaknya
Kau tidak bisa merasakannya
Sebab hanya aku yang memiliki rasa itu.
Aku ingin meneriaki rasa yang tidak pernah bergeming dariku
Tapi, nyatanya?
Tetap pada posisi awal, bahkan ia terlalu kuat
Enyah. Aku mohon, enyahlah..
Cukupkan pada hati yang lambat laun
mengelupas bersama perihnya
Menyingkir terbawa dan mengalir ke dimensi lain
Aku, sendiri.

Kau hanya bagian dari beberapa lembar buku yang pernah ada di masa lalu
Tidak aku enyahkan engkau dari sana
Sebab, kau masih berupa untaian kisah yang utuh
Dan tetap hidup di antara kertas yang
menguning dan kusam.
Kau, bersama kisahmu. Dan aku bersama
ceritaku
Cerita tentang tinta yang tidak pernah cukup
Untuk mengisahkan ceritaku dalam torehan pena.
Hingga aku diam.
Hanya sepi yang bercerita pada temaram senja
Di antara bayang yang tidak juga sirna.

Aku cukup mencintaimu dari kemunafikan
Yang terlindung oleh jarak yang jauh
Sebab aku begitu munafik akan rasa ini
Bahkan aku hanya diam disaat cemburu itu datang menghantui jiwaku.
Memburuku dengan pertanyaan yang tetap sama
Jika rindu itu datang menyapa
Sedang apa kau di sana?
Apa yang sedang kau lakukan?
Ha, bodohnya...

Janji Sang Malam

Menetes juga riuh-riuh sesak di dadanya..
Dengan berpeluh-peluh pula ia harus sadar dan bangkit..
Bukan karena ia ingin menentang dan merentang busur perlawanan..
Tapi justru untuk menjalani dan merasakan kesesakan yang rutin terjalani itu..
Aku tersuruk..
Jauh di sudut ruang hatinya yang gelap, ia tak kuasa terlelap..
Hanya berdiri tanpa bisa bermimpi..
Jauh di ujung selasar jiwanya yang panjang, ia mengejang tak kuat menerjang..
Hanya diam kaku dan membeku..
Aku tersuruk..
Terbias jelas suatu kala kecemerlangan hidup yang masih tersimpan rapi dan mulus di kotak
memorinya..
Terkesiap saat-saat kala lain datang dan merenggutnya tiba-tiba dan berserakan di lantai berdebu hidupnya..
Aku tersuruk..
Gemetarlah bukan karena takut salah tapi mendenguslah untuk yang salah kaprah..
Ingat, ada nilai disitu teman..
Dan kau tak boleh injak itu..
Di luar sudah gelap dan aku sendirian.. Kaukah itu yang benar-benar pergi meninggalkanku??
Tak ada lagikah barisan derai tawa dan kegembiraan yang dulu sempat tercetak??
Ah, tak tahulah bagaimana aku harus memulai..
Yang jelas aku disini sendiri..
Tidak, tidak.. Tidak benar-benar sendiri tapi juga berkawan sepi..
Ya, di luar sana sudah gelap tapi juga jelas tak bisa mengajakku terlelap.. Tak bisa..!!
Oh iya ya, tak ada angin pula karena aku kegerahan dibuatnya..
Suara binatang malam dan desau daun yang bergemerisik juga samar-samar..
Ah malam,
kau memang paling bisa mengatur semburat sendu dan kerut kening ini..
kau memang paling lihai membuat hati dan segenap rasanya terjaga..
kau juga paling juara untuk mengutas simpul kegelisahan dan roma kegetiran yang terkadang tak dikenal..
Juga malam,
yang tak kenal ampun dan kasihan pada cucuran kerapuhan diri ini..
Tak adakah barang secuil harapan dan kegembiraan yang dijanjikan??
Toh, hanya sekedar janji…

:')

Dulu.. Seandainya semua dapat ku
tahan,Sebelum waktu mempertemukan dua asa yang berbeda.
Namun ternyata salah, waktu membiarkannya berjalan tanpa arah
Hingga ia harus terbentur pada satu kenyataan.
Jika memang harus beranjak pergi secepat ini,
Maka biarkan asa yang ada padaku yang
menyingkir enyah dari semua ini.

Warna....
Ya, aku masih ingat dengan beberapa warna yang sempat kumilikiKala rasa itu bertengger dengan indah pada relung jiwa yang kini rapuh.
Namun, warna itu hanya se-saat. Dan kini
hanya kelam, aku hanya berdiam menanti gelap dalam hening bisu nuraniku, walau ada sisi Lain yang memekik untuk terus memberontak pasti keadaan yang tak memihaknya.

Sudah... Kuakhiri sudah, cukupkan warna itu berhenti pada satu warna ini.
Gelap, biarkan aku yang terus berada dalam diam kehampaan ini. Terselubung pada kesakitan.
Embun, Senja...Dua nuansa pada
waktu yang berbeda. Namun selalu bisa
menghadirkan asaku pada kabut embun dan langit senjaMenggantung harapku di antara barisan mimpi-mimpi yang tak tereja oleh kata,Yang tak terurai oleh retorika indah..Atau melalui paparan yang logis. Ha, andai rasa ini bisa ia rasakan.Aku berharap pada angin, lirih menerpa wajah yang nanar akan kerinduan..Kapan ia akan membawa serta ragaku kepadanya,
Yang sebelumnya tak pernah terjamah..Kapan jua waktu mengizinkanku
merengkuh bayangYang selama ini semu pada nyata dzahirku
Ada rasa rindu yang menelusup pada tiap-tiap sudut hatiku
Pelan.. Menebar rasa yang selama ini coba ku kubur,
Pada dinding hati kemunafikan... Yang rapuh karna cinta.
Cinta yang pernah membawa rasa ini jauh
Pada sosok yang belum pernah kutatap dengan mata senduku..
Yang merinduinya... Hanya dengan keberanian yang terlindung oleh jarak..

Sajak pendek

* disebuah sajak, kau menjelma huruf pertama, sedang aku rasa ingin yang berdiam didalamnya

* satu hal yang kuyakini, cinta kita adalah
lingkaran waktu. Sejauh apa kita menjauh, kelak pasti bertemu.

* kelak, kau akan merindukanku, seperti puisi pertama setelah kau jatuh cinta

*setelah ibu, telah kutemukan kata yang tepat untuk melahirkanku kembali–cinta

* sejauh-jauh aku pergi, menujumu adalah
perjalanan terpanjang, jarak yang tak pernah mampu aku tahklukkan

* sayang, kita tak perlu waktu seribu tahun untuk mencinta, cukup sehari lebih lama dari yang kita bisa

* disecangkir kopi. Biarlah aku menjelma apa saja yang kau inginkan, menjadi pahit atau manis asal tetap kau rindukan

* rindu dan waktu, adalah racun dalam dadaku, sedang kau penawar yang kutunggu

* luka karena cinta, serupa metamorfosis kupu- kupu. Ada yang kita sebut sebagai duka, ketika ingatan betah mengulum rindu

* disepasang matamu kekasih, dunia tampak lebih teduh, memeluk telanjang rinduku yang rapuh

* aku mencintaimu, seperti cahaya pagi yang anggun. Membakar berlahan, dalam ciuman yang santun

* mungkin kesepian adalah cara Tuhan,
mempertemukan kita sebagai kekasih yang terlalu takut pada kehilangan

*dimusim gugur, dialah daun akasia terakhir, yang baru saja jatuh tersungkur, menyerahkan hidup pada takdir

* pada pagi yang gerimis, selalu ada yang kita rindukan menghampiri ingatan, sepasang lengan yang menawarkan hangatnya pelukan

*dalam ingatan, meski hanya sebuah pesakitan, aku ingin engkau tetapa ada, menjelma apa saja

* diladang cinta, bunga-bunga tak melulu
tumbuh. Masih ada perih luka, dari duri ilalang yang kau lupakan dalam ciuman

* luka karena cinta, adalah detik yang mengitari waktu, kelak diwaktu yang berbeda akan kau sebut sebagai kenangan

* diranting hatimu, aku hanya selembar daum mencintaimu. Yang cemas kau tanggalkan sewaktu-waktu

* ditepian, aku menungumu. Sama seperti aku melepasmu dahulu. Kepada lautan,  yang tak pernah mengembalikanmu

*aku adalah debu, selekas tapak kakimu berlalu, semakin aku merindu, lekatlah segala yang pilu dihatiku.

Penyihir hati

Aku serupa embun-embun pagi berdiam diri dengan sejuk setia kepada bumi, saling memeluk sebelum merelakan diri—dibakar oleh matahari
aku tak pernah berniat untuk menyembah
berhala cinta lalu berdoa dan berharap semoga ia dapat menyembuh segala luka

(seperti Hawa tercipta untuk Adam, seperti
itu pula aku membutuhkanmu; agar aku tak merasa sendirian dan kesepian.) sebab kesederhanaan adalah langkah awal menuju bahagia untuk kita sepasang rindu yang saling cinta
engkau adalah gerhana matahari, tanpa
nama dan cahaya kau tetaplah bermakna
tiba-tiba aku ingin menjadi Ksatria,
bersama remah-remah
bulan untuk menemani gelap-lelap tidurmu—dengan setia
mantra-mantra cinta dan doa telah aku
rapalkan
bila itu benar dan baik, biarkan Tuhan yang aminkan
ini sajak sederhana untukmu, tapi untuk
memilikimu tak sesederhana itu
aku hanya hendak menikmati indahmu—
seperti pelangi dari jauh.

Senin, 03 November 2014

Lagi...tentang kita

Ini bukan yang pertama, duduk sendirian dan memperhatikan beberapa tulisan berlalu-lalang. Setiap abjad yang tersusun dalam kata terangkai menjadi kalimat, dan entah mengapa sosokmu selalu berada di sana, berdiam dalam tulisan yang sebenarnya enggan aku baca dan kudenifisikan lagi. Ini bukan yang barubagiku, duduk berjam-jam tanpa merasakan hangatnya perhatianmu melalui pesan singkat. Kekosongan dan kehampaan sudah berganti-ganti wajah sejak tadi. Namun aku tetap menunduk, mencoba tak memperdulikan keadaan. Karena jika aku terlalu terbawa emosi, aku bisa mati iseng sendirian.
Tentu saja kamu tak merasakan apa yang kurasakan, juga tak memiliki rindu yang tersimpan rapat-rapat. Aku sengaja menyembunyikan perasaan itu, agar kita tak lagi saling mengganggu. Bukankah dengan berjauhan seperti ini, semua terasa jadi lebih berarti?Seakan-akan aku tak pernah peduli, seakan-akan aku tak mau tahu, seakan-akan aku tak miliki rasa perhatian.
Kali ini aku tak akan menjelaskan tentang kesepian, atau bercerita tentang banyak hal yang sulit kau pahami.Karena aku sudah tahu, kamu sangat sulit diajak basa-basi, apalagi bicara soal cinta mati. Aku yakin kamu akan menutup telinga dan membesarkan volume lagu-lagu yang bernyanyi bahkan tanpa lirik yang tak bisa kau terjemahkan sendiri. Aku tak akan tega membebanimu dengan cerita-cerita absurd yang selalu kau benci.
Hanya cerita sederhana yang mungkin tak ingin kau dengar sebagai pengantar tidurmu. Kamu tak suka jika kuceritakan tentang air mata bukan? Bagaimana kalau ku alihkan air mata menjadi senyum pura-pura? Tentu saja kau tak akan melihatnya, sejauh yang ku tahu; kamu tidak peka.
Entah mengapa, akhir-akhir ini sepi sekali. Aku seperti berbisik dan mendengar suaraku sendiri. Namun aku masih saja heran, dalam gelapnya malam ternyata ada banyak cerita yang sempat terlewatkan. Ini tentang kita. Ah... sekarang pasti kamu sedang membuang muka. Aku pun juga begitu, tak ingin menyentuh bayang-bayangmu yang samar, tak ingin mereka-reka senyummu yang tak seindah dulu.
Sudah kesekian kali, aku diam-diam menyebut namamu dalam sepi, dan membiarkan kenangan-kenangan terbang mengikuti gelitik manja angin; tertiup jauh namun mungkin akan kembali.
Katamu, masih ada rasa sayang dan nyaman saat bersamaku. Terlalu tololkah jika ku sebut belahan jiwa? Keterikatan aku dan kamu tak ada dalam status, tapi jiwa kita, nafas kita, kerinduan kita, miliki denyut dan detak yang sama.
Tidak usah dibawa serius, hanya beberapa rangakaian paragraf bodoh untuk menemani rasa sepi yang sudah lama datang mengahantui. Sejak kamu tak lagi disini, sejak aku dan kamu memilih jalan sendiri-sendiri, aku malah sering main dengan sepi, sulit dipungkiri.
Tatapanmu terlihat semakin serius, semakin dalam, dan kamu berucap pelan-pelan. Iya, saat itu aku dan kamu menjadi kita. Indah.

Dan diantara penatnya kesibukan
di antara kertas-kertas yang berserakan
Aku masih merindukanmu...

Merindukanmu dalam sepi

Hujan menari-nari perlahan
menggelitik gemas pepohonan
Dan angin mendesah
Tubuhku menggigil
Langit semakin cemas
Ia terus menerus menangis
Sementara langkahmu semakin menjauh
Saat tubuhku yang kedinginan sempat kau hangatkan dengan jemarimu
Demikian sosokmu terasa lenyap
Ketika labirin kosong di hatiku mulai terisi olehmu
Janji yang terucap
Seakan-akan menguap
Cinta yang dulu mengendap
Berhembus menjadi uap
Kini...
Aku hanya bisa diam-diam merindukanmu dalam sepi
Aku sangat kenal bahasa rindu
Namun kau selalu saja tak tahu
Dulu penyebab tawa,
Kini jadi terdakwa!
Dan...
Kau pergi ketika semua sudah tertata rapi
Ketika peran mimpi dan nyata mulai berganti

Kaukah itu?

Langit yang termaram enggan bergumam
Hujan yang awet menyeringai cerewet
Dinginnya malam menambah kelam
Kerinduan yang menghujam
Menancapkan resah yang mengalir mengeyam
Tiba-tiba saja sosok itu muncul lagi
Perasaan bersalah hadir lagi
Penyesalan merasuk lagi
Tergambar wajahmu
Terdengar tawa renyahmu
Tersimpul senyum manismu
Demi Tuhan, aku merindukanmu!
Aku ragu menyebut cinta
Aku ragu menyebut rasa
Karena kisah kita tak benar-benar ada
Karena cerita kita sebenarnya tak benar-benar tercipta
Kaukah itu?
Seseorang yang pantas ku cintai daripada ku benci
Kaukah itu?
Sosok semu yang hanya beberapa kali ku temui
Tanpa alasan yang pasti
Meskipun kita tak bersama lagi
Aku masih terus menyelipkan namamu dalam doa kala sepi
Setiap pagi
Setiap hari
Aku benci sendiri
Terutama ketika kau tahu kau tak lagi di sini
Aku takut dihantui sosokmu lagi
Sosok yang sangat kucintai dan kukagumi setengah mati