Senin, 03 November 2014

Lagi...tentang kita

Ini bukan yang pertama, duduk sendirian dan memperhatikan beberapa tulisan berlalu-lalang. Setiap abjad yang tersusun dalam kata terangkai menjadi kalimat, dan entah mengapa sosokmu selalu berada di sana, berdiam dalam tulisan yang sebenarnya enggan aku baca dan kudenifisikan lagi. Ini bukan yang barubagiku, duduk berjam-jam tanpa merasakan hangatnya perhatianmu melalui pesan singkat. Kekosongan dan kehampaan sudah berganti-ganti wajah sejak tadi. Namun aku tetap menunduk, mencoba tak memperdulikan keadaan. Karena jika aku terlalu terbawa emosi, aku bisa mati iseng sendirian.
Tentu saja kamu tak merasakan apa yang kurasakan, juga tak memiliki rindu yang tersimpan rapat-rapat. Aku sengaja menyembunyikan perasaan itu, agar kita tak lagi saling mengganggu. Bukankah dengan berjauhan seperti ini, semua terasa jadi lebih berarti?Seakan-akan aku tak pernah peduli, seakan-akan aku tak mau tahu, seakan-akan aku tak miliki rasa perhatian.
Kali ini aku tak akan menjelaskan tentang kesepian, atau bercerita tentang banyak hal yang sulit kau pahami.Karena aku sudah tahu, kamu sangat sulit diajak basa-basi, apalagi bicara soal cinta mati. Aku yakin kamu akan menutup telinga dan membesarkan volume lagu-lagu yang bernyanyi bahkan tanpa lirik yang tak bisa kau terjemahkan sendiri. Aku tak akan tega membebanimu dengan cerita-cerita absurd yang selalu kau benci.
Hanya cerita sederhana yang mungkin tak ingin kau dengar sebagai pengantar tidurmu. Kamu tak suka jika kuceritakan tentang air mata bukan? Bagaimana kalau ku alihkan air mata menjadi senyum pura-pura? Tentu saja kau tak akan melihatnya, sejauh yang ku tahu; kamu tidak peka.
Entah mengapa, akhir-akhir ini sepi sekali. Aku seperti berbisik dan mendengar suaraku sendiri. Namun aku masih saja heran, dalam gelapnya malam ternyata ada banyak cerita yang sempat terlewatkan. Ini tentang kita. Ah... sekarang pasti kamu sedang membuang muka. Aku pun juga begitu, tak ingin menyentuh bayang-bayangmu yang samar, tak ingin mereka-reka senyummu yang tak seindah dulu.
Sudah kesekian kali, aku diam-diam menyebut namamu dalam sepi, dan membiarkan kenangan-kenangan terbang mengikuti gelitik manja angin; tertiup jauh namun mungkin akan kembali.
Katamu, masih ada rasa sayang dan nyaman saat bersamaku. Terlalu tololkah jika ku sebut belahan jiwa? Keterikatan aku dan kamu tak ada dalam status, tapi jiwa kita, nafas kita, kerinduan kita, miliki denyut dan detak yang sama.
Tidak usah dibawa serius, hanya beberapa rangakaian paragraf bodoh untuk menemani rasa sepi yang sudah lama datang mengahantui. Sejak kamu tak lagi disini, sejak aku dan kamu memilih jalan sendiri-sendiri, aku malah sering main dengan sepi, sulit dipungkiri.
Tatapanmu terlihat semakin serius, semakin dalam, dan kamu berucap pelan-pelan. Iya, saat itu aku dan kamu menjadi kita. Indah.

Dan diantara penatnya kesibukan
di antara kertas-kertas yang berserakan
Aku masih merindukanmu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar