Indahnya hari, saat ku terbelenggu dalam bayangmu. Bermimpi kau ada disini, menemaniku dan berbagi cerita dalam hariku. Sosokmu tak luput terbuai dibenakku, seakan kau adalah puzzle dalam hidupku yang hilang. Kau menyerupai seorang yang terkulai secara nyata dalam mimpiku. Apa? Impian? Bukankah sangat menyedihkan jika seseorang memiliki mimpi yang tak masuk akal? Maksudku, lihat kamu. Iya kamu. Bagaimana mungkin dalam hidupku kau masih hadir sebagai kekasihku padahal dalam dunia nyata, aku tahu jelas, kau tahu jelas, semua orang juga tahu bahwa kamu sudah bahagia dengannya, bukan?
Aku hanya sanggup memilikimu dalam mimpiku. Aku hanya bisa menggenggammu dalam bayangku.
Sekejam inikah kenyataan? Kenyataan bahwa kau tak dapat aku miliki seutuhnya. Karena sudah jelas, hatimu memilihnya. Kamu sangat mencintainya. Dia juga sangat mencintaimu. Lalu siapakah yang harus disalahkan dalam relasi kita bertiga? Antara kamu, aku, dan dia? Aku rasa, akulah penyebabnya.
Aku yang seharusnya tak membalas rasa untukmu saat kau memberi perhatian sederhana sebelum kau kembali padanya. Aku yang terlalu berharap lebih padamu, yang berpikir bahwa kita berdua akan bersatu untuk saling mencintai.
Seharusnya aku tahu diri, aku bukanlah orang yang tahu jauh tentang hidupmu. Dan inilah kita sekarang. Sikapmu mulai berubah saat berdampingan dengannya lagi, dan membuatku rindu saat kau dan aku dulu terbebas untuk saling berbagi tawa tanpa mengenal waktu. Tapi mungkin saat ini, segala kenangan itu harus ku kubur dalam-dalam. Karna sudah jelas, kau miliknya, dan dia milikmu. Dan aku? Mungkin hanya sebagai parasit dalam hubungan kalian berdua.
Biarkan aku pergi, menggenggam hati yang terkoyak kesakitan. Melepaskan segala kepedihan yang selama ini ku sembunyikan di hadapanmu. Aku tak sanggup lagi bertingkah seakan-akan aku baik-baik saja di hadapanmu. Senyumku sendiri telah menyiksa batinku, menjatuhkan jiwaku ke dalam lubuk kesakitan, melukis perasaanku dengan goresan luka yang mendalam. Jangan pedulikan semua ini, anggap saja aku tak pernah ada :")
Senin, 15 Desember 2014
Kamu, aku, dan dia
Kamis, 11 Desember 2014
Sajak rindu
Aku adalah peziarah pada pagi, dan pada kenangan-kenangan kita yg mati. Dan kamu, adalah doa-doa hangat yg mengiringi.
Selayak cahaya pagi, sapa katamu adalah pelukan terhangat bagi hati.
Seperih apapun rindu, sepanjang itu teruntukmu, akan selalu membahagiakanku.
Yang lebih jauh dari jarak adalah kenangan-kenangan yg kita lewatkan.
Betapapun kesakitan yg kepergian tinggalkan, pertemuan yg tak kunjung datang akan selalu lebih nyeri.
Bulir-bulir dingin yg pagi hantar, tak pernah cukup membekukan luka-luka yg kau tinggalkan.
Kadang kenangan seperti kopi. Sempat hangatkan pagi, lalu terlupakan di siang hari. Datang lagi kala dingin malam menghampiri.
Karena padamu, hati telah terpaku. Dalam merindumu, hati tak kenal ragu-ragu.
Malam makin larut, rindu tak makin surut.
Bagiku, tidur adalah satu saat aku bisa bersamamu. Lalu terbangun, dengan rasa ingin mengulang-ulang mimpi.
Segala malam tanpa adamu hanyalah bintang-bintang redup, semua rindu tanpa sambutmu hanyalah luka-luka tak tertutup.
Dalam lari-lari kecil mentari, pagi merapikan sisa mimpi. Dalam halus-halus lantun doa, pagi menguatkan rapuh cinta.
Pada dingin yg memeluk pagi, dalam rindu-rindu yg menemani, sesungguhnya cinta tak pernah sendiri.
Yang menyebalkan dari cinta, adalah butuh ribuan pagi untuk sembuhkan luka.
Datanglah malam, membawa kenangan-kenangan. Menyeret rindu jauh kedalam. Hingga tak sadar, cinta sudah karam.
Kepadamu, cinta ku kirim dengan segala. Kepadaku, cinta pulang tanpa apa-apa.
Langit temaram menjadi rumah bagi tiap kerinduan. Lalu bayang-bayang wajahmu beradu dalam kesunyian malam.
Merindumu itu nadi. Mencintaimu adalah nyali. Jangan paksa aku hidup tanpa keduanya.
Dalam jejak jejak rindu, aku selalu menemukanmu. Dari kejauhan pandangmu pun, tak ada aku.
Aku sendiri yg akan melumat pelukanmu, pada erat erat jemariku, memecahkan rindu.
Aku tak pernah pandai merindumu saat malam. Tanya gemintang, berapa dalam luka-luka yang harus ku sembuhkan.
Malam adalah halaman terakhir dari waktu, dari menunggumu. Namun rindu, selalu membuat halaman baru.
Menunggumu itu seperti sebuah lagu, adalah nada-nada rindu yg lembut bermain dalam keheningan malam.
Barangkali, pagi hanyalah cara langit mengobati lukanya sendiri, berlari dari gelap yg hangat tinggal pergi.
Biar aku cicipi manis senyummu sebangun pagi, sebelum sepahit-pahitny
a rindu menghinggapiku sepanjang hari.
Dalam pagiku, selalu ada ucap doa-doa, mengharapmu untuk mencinta, bilapun tidak, mengharapmu bahagia
Harusnya rindu seperti itu embun, memeluk erat-erat pada daun, hangatkan beku hatimu lambat laun.
Kecuali ada sapamu, dingin pagi adalah rindu yg paling nyeri.
Sedalam-dalam kamu menyelami sajakku, rindu selalu lebih besar dari itu.
Menyembuhkan patah hati, tak semudah bangun pagi lalu minum kopi.
Yang datang pergi adalah malam dan pagi. Yang abadi adalah sakit saat kau mengucap pergi.
Dalam hati yg lama tak bercengkerama, rindu tak pernah sebentar.
Minggu, 07 Desember 2014
Selamat 3 bulan yang terlupakan
Mungkin kamu sudah tak mau lagi mengingat atau mungkin kamu sudah melupakan semuanya, iya semua tentang kita yang dulu pernah ada.
Entah menurutmu ini perasaan yang benar-benar ada atau hanya perasaan sesaat, aku tak pernah tahu. Tapi yang jelas saat bersamamu, aku merasa kamu benar-benar tulus mencintai aku mas.
Dan seharusnya tanggal 6 kemarin kita sudah berjalan 3 bulan. Hubungan kita memang masih terlalu singkat mas dan mungkin menurutmu aku tak perlu berlebihan mencintaimu seperti ini. Seandainya kamu tahu, aku tak peduli seberapa singkat atau seberapa lamanya hubungan kita berjalan, aku hanya tahu saat kamu bilang "aku mencintaimu", saat itu juga aku lebih mencintaimu mas.
Sejak saat itu kamu sudah ada dalam hati ini. Kamu sudah memenuhi seluruh ruangan dalam hati dan pikiranku mas.
Jumat, 21 November 2014
Masih kamu, Mas
Akhirnya kita bertemu lewat percakapan singkat kemarin siang. Masih tentang kamu, iya kamu yang sampai saat ini masih menganggu pikiranku setiap malam karna bayangmu yang selalu hadir ketika aku merindukanmu dengan sangat. Kemarin siang saat percakapan kita di chat bbm, kamu tahu? setidaknya itu membuat senyumku mengembang walau miris. Aku tahu diri kamu bukanlah kekasihku lagi, jadi aku tak ingin lagi bersikap berlebihan seperti yang pernah kamu katakan. Aku tak akan membahas lagi soal hati ini, karna aku tahu kamu akan selalu menutup telinga. Cukup aku yang rasakan, cukup aku yang mati-matian memendam perasaan rindu yang menggebu ini.
Kamu tahu atau tidak, aku tetap akan berkata aku baik-baik saja. Aku hanya ingin terlihat tegar di matamu, aku tak ingin kamu tahu bagaimana sedihnya jadi aku. Seandainya kamu tahu, aku ini hanya seorang gadis yang mulai ingin membangun mimpi bersamamu tapi kenyataannya parah. Kamu malah pergi ketika peran mimpi dan nyata mulai berganti.
Mas, aku tak punya harapan besar untuk kembali menjadi milikmu. Aku cuma rindu akan kita. Aku tak akan pernah berkata bosan tentang rindu yang perlahan membunuhku ini. Karna aku tahu kamu merasakan rindu ini kan mas?
Jadi apapun kamu dalam hidup aku mas, mau itu teman, pacar, kakak atau apapun, aku tak apa asal jangan kamu jadikan musuh dan kita seperti orang yang tak pernah saling kenal. Aku tak pernah bisa mas. Tak akan pernah bisa :")
Bagaimanapun kamu pernah jadi bagian dalam hari-hariku. Dari matahari terbit sampai tenggelam lagi bukankah kita tak pernah saling kehilangan kabar. Bagaimanapun kita pernah saling memiliki walau singkat, tapi buatku semua itu berharga mas. Buatku segala yang telah kamu lakukan begitu indah.
Jika aku bisa membencimu, pasti saat ini juga akan aku lakukan. Tapi kenyataannya cinta ini lebih besar dari benciku.
Aku minta maaf karna aku tak pernah mau mencoba mengabaikan perasaan ini, mencoba melupakan tentang kita. Karna tak semudah yang kamu katakan. Semoga kamu juga berfikir seperti itu. Hubungan kita memang begitu singkat, tapi kamu sudah ada disini di hatiku mas. Karna kamu sudah ada di ruang dalam hati ini dan tak bisa terganti oleh siapapun.
Mas, apakah kamu merasa lega karna tak ada lagi sapaanku dichat bbm, tak ada lagi aku yang bawel karna mengingatkanmu agar tidak lupa makan, tak ada lagi aku yang mengingatkanmu agar jangan main sampai larut, tak ada lagi tangisku yang memuakanmu, tak ada lagi telpon dariku yang harus kamu angkat.
Saat kita tertawa bersama, saat kita marahan dan baikan, saat kamu memperlakukanku layaknya bonekamu, saat kita telfonan sampai larut malam, saat tingkah konyolku membuatmu penat, saat pelukanmu membuatku tenang. Apakah kamu merasa lega saat kebiasaan-kebiasaan sederhana itu tak lagi kita lakukan mas? Apa kamu merasa bebas saat tak lagi memilikiku lagi?
Kamu mungkin bisa mas, tapi aku tak mudah membiasakan diri agar tak lagi mengingat kebiasaan sederhana itu.
Rasanya baru kemarin aku menikmati senyum dan tawamu. Rasanya baru kemarin pelukanmu tak ingin membiarkanku pergi.
Masih untukmu mas; pemilik hati si wanita galau yang ingin terlihat baik-baik saja walau hatinya begitu kalut :")
Minggu, 16 November 2014
Tanpa kabar darimu
Sudah hampir dua minggu sejak terakhir kali kamu bilang di chat bbm kalau aku harus membuang perasaanku padamu. Kita tak lagi saling menanyakan kabar, walau hanya sekedar berkata "hai". Padahal aku tahu kamu sering mengganti display picture dan status di bbmmu. Aku pun juga begitu, sering membuat status galau agar kamu peka mas. Berharap kamu tahu aku kangen kamu, aku mau bertemu kamu. Tapi sepertinya kamu tak peka, atau kamu yang sudah bisa menjalani semuanya sendiri tanpa aku.
Mas, aku tak akan menuntut apapun atas hubungan kita. Tapi tak bisakah kita seperti dulu lagi. Saat pertama kali kita bercakap panjang di chat bbm walau hanya sekedar teman. Saling menanyakan kabar dan saling mengundang tawa. Mungkin saja kan jika seperti itu akan lebih baik. Bukan seperti ini mas, kita jadi seperti orang yang saling tak kenal. Seperti orang asing yang berteman di bbm dan tak pernah saling menyapa. Aku tak mungkin memulai lebih dulu kan mas, aku takut jika kamu berpikir nanti aku akan mengusikmu, mengganggu hari-harimu.
Apa kamu masih saja sibuk mas? Dan apakah kesibukanmu sudah membantumu melupakan aku, melupakan kita yang dulu sempat baik-baik saja?. Aku iri pada teman-temanmu mas, kamu masih bisa menyempatkan waktu bermain dengan mereka. Aku iri pada mereka yang setiap saat bisa menikmati candaan dan tawamu. Seperti waktu kita masih bersama. Saat kita masih saling menikmati tawa bersama. Aku bisa melihat senyummu dan matamu yang teduh itu. Dan kamu memelukku erat sampai aku tenggelam dalam tubuhmu yang padat berisi. Saat itu, aku bisa mencium aroma tubuhmu mas, aroma yang saat ini hanya bisa aku rasakan di tubuhku sendiri. Saat aku tak bisa tidur, aku sengaja menyemprotkan parfum darimu supaya aku bisa merasakan hadirnya kamu. Supaya aku bisa merasakan pelukan hangatmu, walau pada kenyataannya aku hanya bisa memeluk tubuhku sendiri. Mas, saat aku mencium aroma parfum darimu. Aku ingat saat-saat bersamamu. Saat kita saling berpeluk seperti tak ingin saling kehilangan satu sama lain.
Seandainya kamu tahu, rindu ini sudah bertumpuk-tumpuk mas, kamu menyiksa aku dengan rindu yang tak pernah kamu tahu.
Mas, aku kangen kamu. Kangen kita yang dulu. Kangen kita yang tak pernah lupa berucap kata sayang. Kangen mau bertemu kamu...
Dari wanita yang tak tahu diri, yang hanya bisa merindukanmu diam-diam.
Rabu, 12 November 2014
Cuma rindu
Kamu tahu apa yang sangat aku rindukan saat ini? Tentu kamu tak akan pernah tahu sayang. Karna setiap kali aku bicara soal perasaan tentu kamu akan menutup telinga dan seolah-olah tak mau tahu. Seperti halnya saat kamu bilang, "kamu harus buang rasa sayang kamu ke aku". Aku tertawa geli sampai aku meneteskan air mata. Tentu bukan air mata itu menetes bukan karna aku tertawa terbahak-bahak, tapi karna ada sakit yang merajam dalam dada ini sayang. Saat kamu bilang kata-kata itu, rasanya aku ingin berhenti mencintaimu, rasanya aku ingin buang jauh-jauh perasaan ini padamu, rasanya aku ingin pergi jauh darimu, aku ingin melupakan semuanya, iya semuanya. Ah...
Rasanya aku menjadi wanita bodoh yang perasaannya sama sekali tak digubris. Sayang, haruskah aku melupakan semuanya? Haruskah aku menyerah dengan cara bodoh seperti ini? Aku tak tahu kenapa jadi seperti ini. Kenapa kamu menjadi seseorang yang tak lagi ku kenali. Kenapa sikapmu berubah 180 derajat sejak terakhir kita bertemu. Kenapa kamu tak semanis saat kita bertemu. Kenapa sayang?
Aku masih ingat saat kamu memelukku dan saat itu kamu bilang "aku sayang kamu oon, aku tahu kemana jalan pulang kok".
Setiap aku ingat kata-kata itu, rasanya aku masih ingin bertahan, aku masih ingin memperjuangkanmu. Tapi di sisi lain, aku mempertanyakan, haruskah aku berjuang sendirian. Aku pernah bilang, feeling aku selalu kuat dan nggak mungkin salah. Lalu katamu, "semua tergantung pada feelingmu". Dan aku percaya padamu sayang, aku percaya kamu takkan pergi. Kamu tak akan menyerah hanya sampai disini.
Katakan padaku kalau ini hanya sementara, dan kamu tak akan benar-benar melupakan perasaanmu padaku. Sayang, katamu saat ini kamu hanya ingin fokus pada pekerjaan dan kesembuhan ibumu. Semoga itu benar ya, bukan karna kamu mencari-cari alasan untuk menjauhiku. Bukankah kamu tau, aku begitu tulus mencintaimu. Sayang jika ada cara lain untuk mencurahkan rindu selain dengan menangis, sungguh aku akan lakukan saat ini juga. Aku tak tahu harus dengan cara apa agar setiap malam aku tak menangis hanya karna rindu akan kebiasaan kita dulu. Katakan padaku apa yang harus aku lakukan saat aku mengingatmu; mengingat kenangan indah kita. Sayang, akhir-akhir ini aku selalu tak sengaja melihat jam dan menit yang sama. Katamu, itu pertanda ada yang memikirkan dan merindukan kita. Aku berharap kamupun merindukanku sayang. Seperti yang pernah ku tulis dalam kertas bintang, "Jika kamu melihat jam dan menit yang sama, kamu akan tahu siapa yang merindukanmu." Semoga rindu kita selalu sama yaa :')
Sayang aku cuma rindu. Rindu saat-saat terindah kita.
Dari wanita yang merindukan genggaman tanganmu, pelukan hangatmu, dan tawa renyahmu.
Jumat, 07 November 2014
Mencintaimu dalam kemunafikan
Kau hanya diam saat semua tawa lepas
menyatu dalam tangis
Dan kau juga hanya bungkam membiarkan semua kisah itu
Luruh bersama waktu yang tidak mungkin lagi memihaknya
Kau tidak bisa merasakannya
Sebab hanya aku yang memiliki rasa itu.
Aku ingin meneriaki rasa yang tidak pernah bergeming dariku
Tapi, nyatanya?
Tetap pada posisi awal, bahkan ia terlalu kuat
Enyah. Aku mohon, enyahlah..
Cukupkan pada hati yang lambat laun
mengelupas bersama perihnya
Menyingkir terbawa dan mengalir ke dimensi lain
Aku, sendiri.
Kau hanya bagian dari beberapa lembar buku yang pernah ada di masa lalu
Tidak aku enyahkan engkau dari sana
Sebab, kau masih berupa untaian kisah yang utuh
Dan tetap hidup di antara kertas yang
menguning dan kusam.
Kau, bersama kisahmu. Dan aku bersama
ceritaku
Cerita tentang tinta yang tidak pernah cukup
Untuk mengisahkan ceritaku dalam torehan pena.
Hingga aku diam.
Hanya sepi yang bercerita pada temaram senja
Di antara bayang yang tidak juga sirna.
Aku cukup mencintaimu dari kemunafikan
Yang terlindung oleh jarak yang jauh
Sebab aku begitu munafik akan rasa ini
Bahkan aku hanya diam disaat cemburu itu datang menghantui jiwaku.
Memburuku dengan pertanyaan yang tetap sama
Jika rindu itu datang menyapa
Sedang apa kau di sana?
Apa yang sedang kau lakukan?
Ha, bodohnya...
Janji Sang Malam
Menetes juga riuh-riuh sesak di dadanya..
Dengan berpeluh-peluh pula ia harus sadar dan bangkit..
Bukan karena ia ingin menentang dan merentang busur perlawanan..
Tapi justru untuk menjalani dan merasakan kesesakan yang rutin terjalani itu..
Aku tersuruk..
Jauh di sudut ruang hatinya yang gelap, ia tak kuasa terlelap..
Hanya berdiri tanpa bisa bermimpi..
Jauh di ujung selasar jiwanya yang panjang, ia mengejang tak kuat menerjang..
Hanya diam kaku dan membeku..
Aku tersuruk..
Terbias jelas suatu kala kecemerlangan hidup yang masih tersimpan rapi dan mulus di kotak
memorinya..
Terkesiap saat-saat kala lain datang dan merenggutnya tiba-tiba dan berserakan di lantai berdebu hidupnya..
Aku tersuruk..
Gemetarlah bukan karena takut salah tapi mendenguslah untuk yang salah kaprah..
Ingat, ada nilai disitu teman..
Dan kau tak boleh injak itu..
Di luar sudah gelap dan aku sendirian.. Kaukah itu yang benar-benar pergi meninggalkanku??
Tak ada lagikah barisan derai tawa dan kegembiraan yang dulu sempat tercetak??
Ah, tak tahulah bagaimana aku harus memulai..
Yang jelas aku disini sendiri..
Tidak, tidak.. Tidak benar-benar sendiri tapi juga berkawan sepi..
Ya, di luar sana sudah gelap tapi juga jelas tak bisa mengajakku terlelap.. Tak bisa..!!
Oh iya ya, tak ada angin pula karena aku kegerahan dibuatnya..
Suara binatang malam dan desau daun yang bergemerisik juga samar-samar..
Ah malam,
kau memang paling bisa mengatur semburat sendu dan kerut kening ini..
kau memang paling lihai membuat hati dan segenap rasanya terjaga..
kau juga paling juara untuk mengutas simpul kegelisahan dan roma kegetiran yang terkadang tak dikenal..
Juga malam,
yang tak kenal ampun dan kasihan pada cucuran kerapuhan diri ini..
Tak adakah barang secuil harapan dan kegembiraan yang dijanjikan??
Toh, hanya sekedar janji…
:')
Dulu.. Seandainya semua dapat ku
tahan,Sebelum waktu mempertemukan dua asa yang berbeda.
Namun ternyata salah, waktu membiarkannya berjalan tanpa arah
Hingga ia harus terbentur pada satu kenyataan.
Jika memang harus beranjak pergi secepat ini,
Maka biarkan asa yang ada padaku yang
menyingkir enyah dari semua ini.
Warna....
Ya, aku masih ingat dengan beberapa warna yang sempat kumilikiKala rasa itu bertengger dengan indah pada relung jiwa yang kini rapuh.
Namun, warna itu hanya se-saat. Dan kini
hanya kelam, aku hanya berdiam menanti gelap dalam hening bisu nuraniku, walau ada sisi Lain yang memekik untuk terus memberontak pasti keadaan yang tak memihaknya.
Sudah... Kuakhiri sudah, cukupkan warna itu berhenti pada satu warna ini.
Gelap, biarkan aku yang terus berada dalam diam kehampaan ini. Terselubung pada kesakitan.
Embun, Senja...Dua nuansa pada
waktu yang berbeda. Namun selalu bisa
menghadirkan asaku pada kabut embun dan langit senjaMenggantung harapku di antara barisan mimpi-mimpi yang tak tereja oleh kata,Yang tak terurai oleh retorika indah..Atau melalui paparan yang logis. Ha, andai rasa ini bisa ia rasakan.Aku berharap pada angin, lirih menerpa wajah yang nanar akan kerinduan..Kapan ia akan membawa serta ragaku kepadanya,
Yang sebelumnya tak pernah terjamah..Kapan jua waktu mengizinkanku
merengkuh bayangYang selama ini semu pada nyata dzahirku
Ada rasa rindu yang menelusup pada tiap-tiap sudut hatiku
Pelan.. Menebar rasa yang selama ini coba ku kubur,
Pada dinding hati kemunafikan... Yang rapuh karna cinta.
Cinta yang pernah membawa rasa ini jauh
Pada sosok yang belum pernah kutatap dengan mata senduku..
Yang merinduinya... Hanya dengan keberanian yang terlindung oleh jarak..
Sajak pendek
* disebuah sajak, kau menjelma huruf pertama, sedang aku rasa ingin yang berdiam didalamnya
* satu hal yang kuyakini, cinta kita adalah
lingkaran waktu. Sejauh apa kita menjauh, kelak pasti bertemu.
* kelak, kau akan merindukanku, seperti puisi pertama setelah kau jatuh cinta
*setelah ibu, telah kutemukan kata yang tepat untuk melahirkanku kembali–cinta
* sejauh-jauh aku pergi, menujumu adalah
perjalanan terpanjang, jarak yang tak pernah mampu aku tahklukkan
* sayang, kita tak perlu waktu seribu tahun untuk mencinta, cukup sehari lebih lama dari yang kita bisa
* disecangkir kopi. Biarlah aku menjelma apa saja yang kau inginkan, menjadi pahit atau manis asal tetap kau rindukan
* rindu dan waktu, adalah racun dalam dadaku, sedang kau penawar yang kutunggu
* luka karena cinta, serupa metamorfosis kupu- kupu. Ada yang kita sebut sebagai duka, ketika ingatan betah mengulum rindu
* disepasang matamu kekasih, dunia tampak lebih teduh, memeluk telanjang rinduku yang rapuh
* aku mencintaimu, seperti cahaya pagi yang anggun. Membakar berlahan, dalam ciuman yang santun
* mungkin kesepian adalah cara Tuhan,
mempertemukan kita sebagai kekasih yang terlalu takut pada kehilangan
*dimusim gugur, dialah daun akasia terakhir, yang baru saja jatuh tersungkur, menyerahkan hidup pada takdir
* pada pagi yang gerimis, selalu ada yang kita rindukan menghampiri ingatan, sepasang lengan yang menawarkan hangatnya pelukan
*dalam ingatan, meski hanya sebuah pesakitan, aku ingin engkau tetapa ada, menjelma apa saja
* diladang cinta, bunga-bunga tak melulu
tumbuh. Masih ada perih luka, dari duri ilalang yang kau lupakan dalam ciuman
* luka karena cinta, adalah detik yang mengitari waktu, kelak diwaktu yang berbeda akan kau sebut sebagai kenangan
* diranting hatimu, aku hanya selembar daum mencintaimu. Yang cemas kau tanggalkan sewaktu-waktu
* ditepian, aku menungumu. Sama seperti aku melepasmu dahulu. Kepada lautan, yang tak pernah mengembalikanmu
*aku adalah debu, selekas tapak kakimu berlalu, semakin aku merindu, lekatlah segala yang pilu dihatiku.
Penyihir hati
Aku serupa embun-embun pagi berdiam diri dengan sejuk setia kepada bumi, saling memeluk sebelum merelakan diri—dibakar oleh matahari
aku tak pernah berniat untuk menyembah
berhala cinta lalu berdoa dan berharap semoga ia dapat menyembuh segala luka
(seperti Hawa tercipta untuk Adam, seperti
itu pula aku membutuhkanmu; agar aku tak merasa sendirian dan kesepian.) sebab kesederhanaan adalah langkah awal menuju bahagia untuk kita sepasang rindu yang saling cinta
engkau adalah gerhana matahari, tanpa
nama dan cahaya kau tetaplah bermakna
tiba-tiba aku ingin menjadi Ksatria,
bersama remah-remah
bulan untuk menemani gelap-lelap tidurmu—dengan setia
mantra-mantra cinta dan doa telah aku
rapalkan
bila itu benar dan baik, biarkan Tuhan yang aminkan
ini sajak sederhana untukmu, tapi untuk
memilikimu tak sesederhana itu
aku hanya hendak menikmati indahmu—
seperti pelangi dari jauh.
Senin, 03 November 2014
Lagi...tentang kita
Ini bukan yang pertama, duduk sendirian dan memperhatikan beberapa tulisan berlalu-lalang. Setiap abjad yang tersusun dalam kata terangkai menjadi kalimat, dan entah mengapa sosokmu selalu berada di sana, berdiam dalam tulisan yang sebenarnya enggan aku baca dan kudenifisikan lagi. Ini bukan yang barubagiku, duduk berjam-jam tanpa merasakan hangatnya perhatianmu melalui pesan singkat. Kekosongan dan kehampaan sudah berganti-ganti wajah sejak tadi. Namun aku tetap menunduk, mencoba tak memperdulikan keadaan. Karena jika aku terlalu terbawa emosi, aku bisa mati iseng sendirian.
Tentu saja kamu tak merasakan apa yang kurasakan, juga tak memiliki rindu yang tersimpan rapat-rapat. Aku sengaja menyembunyikan perasaan itu, agar kita tak lagi saling mengganggu. Bukankah dengan berjauhan seperti ini, semua terasa jadi lebih berarti?Seakan-akan aku tak pernah peduli, seakan-akan aku tak mau tahu, seakan-akan aku tak miliki rasa perhatian.
Kali ini aku tak akan menjelaskan tentang kesepian, atau bercerita tentang banyak hal yang sulit kau pahami.Karena aku sudah tahu, kamu sangat sulit diajak basa-basi, apalagi bicara soal cinta mati. Aku yakin kamu akan menutup telinga dan membesarkan volume lagu-lagu yang bernyanyi bahkan tanpa lirik yang tak bisa kau terjemahkan sendiri. Aku tak akan tega membebanimu dengan cerita-cerita absurd yang selalu kau benci.
Hanya cerita sederhana yang mungkin tak ingin kau dengar sebagai pengantar tidurmu. Kamu tak suka jika kuceritakan tentang air mata bukan? Bagaimana kalau ku alihkan air mata menjadi senyum pura-pura? Tentu saja kau tak akan melihatnya, sejauh yang ku tahu; kamu tidak peka.
Entah mengapa, akhir-akhir ini sepi sekali. Aku seperti berbisik dan mendengar suaraku sendiri. Namun aku masih saja heran, dalam gelapnya malam ternyata ada banyak cerita yang sempat terlewatkan. Ini tentang kita. Ah... sekarang pasti kamu sedang membuang muka. Aku pun juga begitu, tak ingin menyentuh bayang-bayangmu yang samar, tak ingin mereka-reka senyummu yang tak seindah dulu.
Sudah kesekian kali, aku diam-diam menyebut namamu dalam sepi, dan membiarkan kenangan-kenangan terbang mengikuti gelitik manja angin; tertiup jauh namun mungkin akan kembali.
Katamu, masih ada rasa sayang dan nyaman saat bersamaku. Terlalu tololkah jika ku sebut belahan jiwa? Keterikatan aku dan kamu tak ada dalam status, tapi jiwa kita, nafas kita, kerinduan kita, miliki denyut dan detak yang sama.
Tidak usah dibawa serius, hanya beberapa rangakaian paragraf bodoh untuk menemani rasa sepi yang sudah lama datang mengahantui. Sejak kamu tak lagi disini, sejak aku dan kamu memilih jalan sendiri-sendiri, aku malah sering main dengan sepi, sulit dipungkiri.
Tatapanmu terlihat semakin serius, semakin dalam, dan kamu berucap pelan-pelan. Iya, saat itu aku dan kamu menjadi kita. Indah.
Dan diantara penatnya kesibukan
di antara kertas-kertas yang berserakan
Aku masih merindukanmu...
Merindukanmu dalam sepi
menggelitik gemas pepohonan
Dan angin mendesah
Tubuhku menggigil
Langit semakin cemas
Ia terus menerus menangis
Sementara langkahmu semakin menjauh
Saat tubuhku yang kedinginan sempat kau hangatkan dengan jemarimu
Demikian sosokmu terasa lenyap
Ketika labirin kosong di hatiku mulai terisi olehmu
Janji yang terucap
Seakan-akan menguap
Cinta yang dulu mengendap
Berhembus menjadi uap
Kini...
Aku hanya bisa diam-diam merindukanmu dalam sepi
Aku sangat kenal bahasa rindu
Namun kau selalu saja tak tahu
Dulu penyebab tawa,
Kini jadi terdakwa!
Dan...
Kau pergi ketika semua sudah tertata rapi
Ketika peran mimpi dan nyata mulai berganti
Kaukah itu?
Senin, 27 Oktober 2014
Tetap tinggal disini
Aku tak tahu untuk siapa hati yang akan kamu beri dan aku tak tahu dengan cara apa kamu menjaga hatimu. Di dekatmu aku hanya tahu bahagia, ada kenyamanan disana. Dan tak ada yang lebih membuatku bahagia, saat kamu memelukku erat sampai aku bisa merasakan degup jantungmu. Aku tak pernah tahu apa yang dipikiran dan hatimu saat ini. Semua terasa semu semenjak kamu bilang kamu mulai menyayanginya lagi. Hanya karna dia mengingatkanmu tentang kenangan-kenangan manis kalian. Kamu menyuruhku untuk tidak lagi berhubungan dengan masa laluku tapi pada kenyataannya kamu sendiri yang seperti itu sayang. Nyatanya kamu belum sepenuhnya melupakan dia, melupakan kenangan kalian. Aku mengerti hubungan yang sudah berjalan sejauh itu tidak mudah untuk dilupakan dan dibuang begitu saja. Seandainya dari awal aku tahu hatimu belum sepenuhnya melupakan dia, aku tak akan pernah masuk lebih jauh lagi dalam kehidupanmu. Tapi nyatanya, sudah terlanjur sayang. Aku sudah mncintaimu begitu dalam dan entah mengapa semua jadi seperti ini. Aku pikir kita akan bahagia tanpa ada masa lalu kita, tanpa ada orang ketiga yang hadir. Aku tahu diri sebagai seseorang yang baru hadir dalam kehidupanmu, aku belum sepenuhnya mengerti tentang sifatmu, apa yang kamu suka dan tidak suka. Dia lebih tahu kamu jauh daripada aku. Dia lebih tahu bagaimana meluluhkan hatimu. Dia lebih berani mendekatimu. Sedangkan aku? Aku terlalu takut sayang. Aku hanya takut kamu pergi, hanya itu. Saat ini aku tak tahu harus bagaimana, menjauh atau tetap tinggal. Aku masih ingin memperjuangkanmu, tapi disisi lain aku tak ingin terluka lagi. Aku tak ingin hanya berjuang sendirian tanpa kamu. Setiap kali aku melihat matamu, aku percaya kamu masih tetap ingin tinggal dan tak ingin membiarkanku pergi. Satu yang perlu kamu tahu sayang, cinta tak mungkin berhenti secepat aku menjatuhkan hatiku padamu. Aku akan menunggu sampai hatimu sepenuhnya hanya untuk aku, aku memberimu waktu sampai kamu benar-benar melupakan dia begitupun dia. Jika seandainya nanti kamu tak mampu memberi hatimu sepenuhnya padaku, ingatlah saat pertama kali kamu menjatuhkan hatimu padaku.
Untuk pria yang sedang dilema, tetaplah tinggal disini menjadi penjaga hatiku yaa :')
Rabu, 22 Oktober 2014
Cinta akan menemukan jalan pulang
“kamu harus maklum. Dia masih usia mencari identita. Cowok itu butuh waktu. Saat ini dunianya bukan cuma buat pacar. Tapi ada orang tua, ada keluarga, ada pekerjaan, ada impian yang harus dikejar.
Kamu harus jadi cewek yang bisa menjadi
pendukungnya. Caranya adalah menjadi cewek yang bisa mengerti, memaklumi, memberi ‘porsi’ yang pas kapan untuk hadir buat dia dan kapan kamu harus memberi jarak. Dukung dia kalo lagi nggak semangat, apakah saat pekerjaannya gagal atau apa. Dukung dia dengan perhatian kamu. Dukung dia
dengan do’a kamu. Mungkin efeknya tidak akan langsung ke dia. Tapi dengan itu dia akan sadar kalo kamu adalah perempuan yang bisa jadi tempat dia bersandar.
Disaat perempuan lain akan menyerah
mendampingi dia. Disaat perempuan lain hanya bisa ngambek karena tidak ditemani setiap hari.
Disaat perempuan lain hanya bisa menuntut, kamu satu-satunya perempuan yang bisa memberi.
Jika dia lelaki baik-baik, dia akan bertahan; memperjuangkan cita-citanya, bukan hanya untuk dia tapi juga untuk kamu. Kesabaran kamulah yang menentukan apakah kamu jadi bagian rencana masa depannya atau tidak.
Ini nasihat yang sangat menempel di kepalaku. Dan sampai sekarang jadi pengingat aku untuk berusaha terus menjadi wanita yang bisa diandalkan. Bukan penghambat masa depan.
Jadi, apakah kamu sudah pernah mencoba menjadi perempuan itu?”
Kalimat ini betul-betul telah menampar saya. Pertanyaan diakhir kalimat itu membawa saya ke peristiwa dimana kesalahan saya terulang lagi. Saya terus menyadarkan diri, membukakan
mata hati saya bahwa tidak selamanya
ketakutan saya terhadap hari esok itu selalu benar. Tidak pernah ada kebenaran setelah kesalahan, jika tidak ada introspeksi diri. Tidak akan pernah ada kebahagiaan setelah ujian, jika tidak ada perbaikan dari dalam hati. Sikap posesif saya selama ini memang sudah sangat
teramat salah, harusnya saya memahami jika memang jodoh, cinta akan tetap bertahan. Jika memang ketulusan cinta itu benar-benar ada, cinta akan tetap berkembang tanpa pernah dimakan usia, takkan pernah luntur akibat rapuhnya keindahan fisik.
Sebagian besar dari mereka yang punya cinta terlalu takut untuk memulai dari awal, inilah alasan kenapa mereka bertahan dengan pilihannya; tak peduli sudah berapa banyak airmata yang tumpah. Airmata akan terhapus jika ingatan-ingatan indah kebersamaan itu
sudah lengket didalam sudut otak dan terlukis dibilik-bilik hati. Jadi, bertahan dengan pilihan itu bukan karena tidak ada yang suka apalagi bodoh. Semua berdasarkan alasan bukan?
Seperti halnya orang-orang selalu
mempertanyakan bagaimana bisa aku sebegitu mencintai kamu? Biarkan itu menjadi rahasiaku dengan Tuhan saja.
Aku hanya ingin menjadi satu-satunya wanita yang mendampingimu di masa kini hingga masa depan. Menjadi satu-satunya wanita yang berada satu shaf dibelakangmu, mengamini setiap do’amu, dan mencium tanganmu selepas
ibadah kita. Menjadi satu-satunya wanita yang akan menjadi tempatmu pulang, melampiaskan lelah, penat dan berakhir didalam pelukan hangat. Menjadi satu-satunya wanita yang akan selalu mendukung segala keputusanmu. Bukan
malah menjadi penghambat masa depanmu yang pada akhirnya hanya akan menjadi bagian dari masa lalumu yang mau tidak mau harus kamu buang.
Saat ini, izinkan aku untuk membereskan hati dan ikhlas untuk memperbaiki diri dari setiap perilaku. Bagiku saat ini kenyamanan adalah hal terpenting, bagaimana caranya kita bisa memberikan kenyamanan dan kehangatan satu
sama lain tanpa harus ada yang mengemis dan terluka. Walau ribuan kali hati menyuruhku khawatir dengan apa yang kamu lakukan diluar sana, namun jutaan kali fikiranku menentang dan
selalu menyakinkan bahwa kamu akan selalu tetap menjaga. Meski aku tidak pernah tau dengan cara apa kamu menjaganya. Kita punya Tuhan bukan? Tidak ada salahnya jika aku menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Hatimu,
sikapmu, pandanganmu, keberadaan dan dengan siapa saja kamu disana. Aku bukan detektif dan bukan pula wartawan yang setiap saat harus selalu menginterogasi, cukup kepercayaan yang
aku kembangkan. Tanpa sedikitpun memaksa waktumu terbuang hanya demi aku.
Kamu punya keluarga, teman-teman, pekerjaan, bahkan cita-cita. Tugasku hanya mendampingi sampai kamu mencapai sisi puncak keberhasilan,
setelah itu kamu boleh memilih dengan siapa kamu akan menikmati bahagianya kesuksesan itu. Biar itu menjadi rahasiamu dengan Tuhan saja.
Aku percaya, ketulusan cinta akan menemukan
jalan pulang untuk tempat tinggalnya. :)
Senin, 20 Oktober 2014
Haruskah kita saling melepaskan
Aku tahu pertemuan kita bukan suatu kebetulan. Tuhan selalu punya rencana mengapa mempertemukan kita pada waktu ini. Entah dengan keajaiban apa kita berkenalan. Tunggu sepertinya bukan berkenalan lagi tapi mengenal lebih dekat lagi. Karna nyatanya kamu adalah temanku dulu sewaktu sekolah dasar. Kamu dulu bocah pendiam yang bahkan tak pernah menyapaku sama sekali. Kita sekelas tapi kita tak pernah saling bicara walaupun hanya berkata hai atau apapun selayaknya bocah yang ingin berteman. Dulu aku mengira kamu itu bocah lugu yang pemalu pada perempuan. Karna disaat dulu banyak yang menyukaiku banyak yang mengejarku, kamu seakan diam dan tak mau tahu apapun tentang aku.
Lalu entah apa yang membawamu berani datang padaku. Kamu tiba-tiba datang di chat bbm, dan dengan bodohnya aku bertanya ini siapa. hahaha aku bahkan tak mengenal wajahmu. Sebegitu jauhkah kita sampai-sampai aku tak ingat kamu. Dari situlah kedekatan kita terjalin. Kita bercerita panjang tentang kita dulu yang masih bocah dan seperti saling tak kenal. Bercerita tentang teman-teman kita yang dulu begitu antusias ingin dekat denganku tetapi kamu tidak. Dan satu yang membuatku tak percaya, kamu bilang kamu menyukaiku waktu sekolah dasar. Kamu menyukaiku tapi kamu hanya bisa diam, saat yang lain tebar pesona bahkan kamu tak sedikitpun menunjukan itu. Aku tertawa terbahak-bahak saat kamu mengungakapkan pengakuan seperti itu. Lucu ya kamu, bisa-bisanya bertingkah konyol.
Sudah belasan tahun loh dan kamu baru bilang jika kamu menyukaiku saat kita sama-sama sudah dewasa. Awalnya aku tak terlalu tertarik dengan kamu yang dulu menyukaiku, toh itu hanya perasaan bocah ingusan yang belum tahu apa-apa tentang cinta. Aku tak menganggap semua itu dengan serius. Tapi entah bagaimana denganmu. Kita semakin dekat lewat percakapan panjang kita disetiap chat bbm. Candaan kita di setiap chat bbm membuatku penasaran, inikah teman sekolahku dulu yang begitu pendiam? mengapa sekarang bisa mengajakku sampai bercanda dan membuatku tertawa. Setelah banyak bicara, lalu kamu mengajakku bertemu. Langit sore cerah kala itu kita pergi menonton film. Sepanjang film diputar aku tak sepenuhnya memperhatikan. Aku bahkan selalu bertanya-tanya dalam hati, seperti inikah kamu jika sudah dewasa? Bukan lagi kamu yang dulu ku kenal. Disepanjang jalan pulang kamu terus saja mengendarai motormu dengan kencang, aku bilang pelan-pelan saja karna aku tak kuat angin malam. Lalu kamu meminggirkan motormu, memberikan jaketmu dan bilang jika kamu tak ingin aku masuk angin. Kamu tahu sejak saat itu aku merasa diperlakukan beda olehmu. Langit malam kala itu menjadi saksi bahwa semesta mempertemukan dua anak manusia untuk saling jatuh cinta. Aku tak tahu hal ini dinamakan apa, yang jelas sejak saat itu kamu menjadi senyum dalam hari-hari ku. Kita memang belum mengenal jauh lebih dekat, bahkan kita belum tahu sifat masing-masing. Tapi entah dengan keberanian apa kamu memintaku untuk menjadi kekasihmu. Awalnya aku ragu, sungguh mungkin itu terlalu terburu-buru. Tapi aku sudah nyaman berada didekatmu, dan akupun mengiyakan. Kamu tak menuntutku untuk
menjadi wanita yang seutuhnya kau atur, kamu memperlakukanku begitu manis. Kamu mulai berani bercerita tentang dunia yang belum pernah ku singgahi, kamu mulai bercerita tentang pekerjaanmu, keluragamu, kisah cintamu yang pilu, dan segala hal yang membuatku merasa dihargai. Aku punya hak tersendiri mendengar ceritamu, dari kamu yang mengalami langsung. Kamu menggenggam tanganku seakan tak mau kehilangan. Kamu memelukku seakan aku menjadi satu-satunya untukmu. Nampaknya aku mulai mencintaimu. Kita mulai mengarungi hari bersama. Aku selalu meluangkan waktuku untuk bertemu denganmu, tak peduli betapa lelahnya aku karna bekerja. Dan saat kita tak bisa bertemu, ada rindu yang bergelut yang mungkin tak bisa kamu mengerti.
Saat kita sama-sama mencurahkan rindu, kamu menciumku dan memelukku sampai aku sulit bernafas. Tak ada yang lebih indah dari itu. Tak ada yang lebih bahagia selain saat aku bersamamu. Kamu selalu jadi tempatku bersandar saat lelah. Sungguh kebahagiaan itu tak pernah aku rasakan sebelumnya. Kamu memperlakukan aku selaknya putri yang harus kau jaga.
Kamulah pria yang selama ini kehadirannya selalu kutunggu. Pria
sepertimulah yang langka bagiku, yang sangat jarang masuk ke dalam hidupku. Ketika menemukanmu, aku seperti menemukan oase menyegarkan yang menghilangkan dahagaku. Dahaga karena terlalu sering berlari dan mencari hal yang tak pasti, haus yang dihasilkan karena
aku terlalu sibuk melompat dari satu hubungan ke hubungan lain, hingga aku lupa sebenarnya apa yang kucari selama ini.
Dan sejak saat itu sepertinya aku bohong satu juta persen jika tak ingin kehilanganmu. Hubungan kita memang belum terlalu lama. Tapi ada kebahagiaan yang membuatku tak ingin jauh darimu. Saat ku lihat matamu disitulah aku menemukan cinta dan aku hanya ingin kita sama-sama berjuang untuk mencapai titik terang itu.
Aku pikir hubungan kita akan terus baik-baik saja. Kamu boleh menyalahkan aku atas semua pertengkaran yang terjadi atas semua masalah yang kita terjadi dengan hubungan kita. Mungkin aku tak tahu cara mencintai seseorang itu seperti apa, mungkin aku terlalu bodoh untuk mengerti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat kita harus menjaga perasaan satu sama lain. Kamu boleh bilang aku egois, tapi yang harus kamu tahu bukankah cinta selalu memaafkan meskipun tersakiti berkali-kali. Aku tak pernah sedikitpun berniat membuatmu kecewa sungguh, aku tak pernah ingin melihatmu sedih karnaku. Entah siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini. Atas kesalahpahaman yang membuatmu tak mau bertahan. Kamu tahu? aku sudah bosan loh ditinggal saat sedang cinta-cintanya. Dan sakitnya tak bisa dijelaskan oleh kata-kata apapun. Aku benci mengapa harus seperti ini lagi. Kamu bahkan masih sempat-sempatnya menguatkan aku. Kamu pasti tahu aku ini wanita cengeng luar biasa. Aku bahkan sudah bosan dengan mata bengkak karna menangis. Aku sudah terlalu lama kuat, dan saat aku rapuh aku hanya hanya butuh sandaran. Bukan keinginanku air mata ini jatuh, tapi keinginan hatiku yang tak ingin kamu pergi. Bolehkah aku menghela nafas sejenak? Aku lelah menangis sampai dadaku sesak. Seandainya kamu tahu, aku bukan wanita yang tak ingin berjuang. Jika kamu berpikir mengapa hanya pria yang selalu berjuang kamu salah besar, Aku bukan wanita yang membiarkan prianya hanya berjuang sendirian. Kesetiaanku bergantung padamu, jika kamu setia tetap bersamaku aku akan tetap berada disana, aku tak akan pernah pergi dan mencari cinta yang lain. Buat apa aku harus kembali pada masa lalu yang telah membuatku jatuh berkali-kali. Buat apa aku mencari kebahagiaan yang lain jika aku tahu kebahagiaan aku ada di depan mata. Masa lalu tak perlu dijadikan musuh bukan? Jika kita saling mencintai kita tak perlu resah dengan masa lalu kita masing-masing kan. Yang aku tahu aku memiliki kamu dan aku tak peduli dengan mereka atau siapapun di luar sana.
Setiap kali melihat matamu, setiap kali mengingat perkenalan kita yang nampaknya tak lebih dari persinggahan buatmu, rasanya aku semakin merasa kecut. Aku ingin menangis dan air mata ini belum tentu kaupahami.
Rasanya aku ingin memberhentikan pencarianku padamu. Rasanya aku ingin kaujadi akhir dari pelarianku. Rasanya aku ingin hubungan kita bisa lebih lama dari yang pernah kubayangkan dan kutakutkan. Rasanya aku ingin bertanya,
apakah kaumulai mencintai sosok wanita yang tak pernah mengakui bahwa di luar dia adalah wanita hebat sementara bersamamu dia merendahkan hatinya, mengecilkan egoisnya, melumat habis gengsinya; karena dia sangat mencintai kamu. Rasanya aku ingin berkata padamu, bahwa aku menunggu kamu tak lagi menjadikanku pelarian, aku menunggumu tak lagi menjadikanku persinggahan. Aku
menunggumu menjadikanku tujuan, menjadi tempat kauselalu pulang, menjadi peluk tempat kamu meletakkan tangis.
Jika kautahu wanita ini sudah tersakiti begitu parah, sudah pernah dilukai habis-habisan oleh pria lainnya, masa, sih, kamu tak ingin bahagiakan dia dengan memberikan kesetiaanmu? Walau selalu terlihat tertawa dan jenaka, sebenarnya di dalam hati ini ada perasaan yang masih kusembunyikan; aku mencintaimu dan sedang dalam keadaan sangat takut kehilangan kamu.
Aku tahu Tuhan mempertemukan kita bukan tanpa alasan. Aku tahu Tuhan selalu ingin aku menjadi wanita kuat dan tegar. Karena nyatanya berkali-kali aku bisa menyembuhkan lukaku sendiri. Dan
jika kamu datang hanya untuk pergi, tolong jangan biarkan hati ini patah lagi bagaimanapun caranya. Aku sudah lelah memperbaikinya lagi menjadi sempurna. Ketahuilah, aku mencintaimu bukan hanya sekedar kata bukan hanya sekedar bualan. Aku tak ingin jadi orang bodoh yang melepas kebahagiaannya lagi dan lagi.
Sayang, teman kecilku yang bahkan dulu tak pernah bicara padaku, sekarang sudah tumbuh dewasa ya, dia sudah mengerti cinta dan sakit hati. Jika aku bisa memutar waktu, aku ingin kembali menjadi bocah kecil yang taunya hanya cinta monyet, dan tak kenal luka itu seperti apa. Jika dulu kamu bilang kamu menyukaiku mungkin aku juga akan berkata hal yang sama karna saat dewasa kita tahu rasanya saling mencintai.
Biar Tuhan yang menyatukan hati kita lagi yaa, karna berjalan ke arah manapun berlari kemanapun, cinta pasti akan menemukan jalan pulang.
Kita masih bisa menjadi teman bukan, dan anggap saja kita ini teman kecil yang taunya hanya saling ingin melindungi bukan melukai. Saat ini, izinkan aku untuk membereskan hati dan ikhlas untuk memperbaiki diri dari setiap perilaku.
Aku tak ingin menjadi bebanmu, aku tak ingin menambah masalahmu. Maafkan jika aku terlalu bersikap berlebihan. Dan aku percaya kamu tak pernah membiarkan ku benar-benar pergi. Karna yang kamu butuhkan hanya tempat dimana membuatmu nyaman. Mungkin saat ini aku harus membiasakan diri hanya memelukmu lewat doa. Semoga rindu kita selalu sama ya. Jangan sungkan untuk menjadikanku tempat sampah untuk keluh kesahmu, masalahmu, kesendirianmu. Karna aku masih akan tetap berada disana. Dihatimu sayang :')
Dari wanita yang selalu mendengar bisikan ini darimu, "kamu terlalu baik, sayang".
Sabtu, 18 Oktober 2014
Ketakutanku semakin menjadi
Aku bisa menghapus awan mendung di hidupku ketika aku bertemu denganmu. Kamu datang memberi warna baru, tak lagi hanya jingga. Kamu mengubah tangisku menjadi tawa bahagia. Saat bersamamu, tak ada lagi yang ku pikirkan selain hanya ingin denganmu saja.
Aku ingin membagi cerita-cerita ajaib bersamamu. Dan saat pertemuan kita tercipta, aku hanya ingin waktu terhenti saat itu juga. Aku ingin memelukmu sampai puas, aku selalu ingin bersandar di lenganmu yang beraroma parfum yang wanginya selalu membuatku rindu. Hubungan ini semakin membuatku nyaman, tapi tahukah kamu bahwa diam-diam ada perasaan takut dalam hatiku. Entah ketakutan macam apa, yang jelas saat kamu datang dengan rangkulan sederhana dan caramu memperlakukanku layaknya ratu sejagad yang harus dibahagiakan walaupun satu hari, aku mulai takut kehilanganmu, takut kamu pergi, takut kebahagiaan ini hanya sesaat.
Aku tak tahu bahwa segala sentuhan sederhana itu bisa menimbulkan perasaan lain, perasaan takut kehilangan, perasaan ingin memilikimu seutuhnya, perasaan ingin dijadikan satu-satunya olehmu.
Berkali-kali kutatap matamu, setiap kali kamu ucapkan cinta di telingaku, dan aku terbuai oleh nyanyian itu. Semua yang kaulakukan membuatku semakin berharap terlalu tinggi, aku takut jatuh sendirian dan kautak menungguku jatuh di bawah sana. Aku takut kamu sedang berusaha menerbangkanku dengan sayapmu, lalu
kelak di atas langit sana, kaubiarkan aku
mengepakkan sayapku sendiri yang masih kecil dan tak tahu caranya menggerakan udara di sekitar sayap-sayap kecilku. Aku takut semua
hal sedih itu terjadi justru di saat aku sedang sangat tak ingin kehilanganmu, Sayang. Ingin sekali aku mengetahui perasaanmu. Kamu boleh menyalahkan aku, untuk segala hubungan tak sehat, pertengkaran yang ajaib, rindu yang
memberontak, kangen yang menjengkelkan, serta hal-hal magis lain yang selalu membuatmu berpikir aku ini perempuan yang berbeda.
Katakan saja kalau aku ini gila nomor satu, karena selalu ingin tahu kabarmu, selalu ingin menemuimu, selalu ingin merindukanmu habis- habisan. Anggaplah aku ini pasien sakit jiwa yang menanti obat penenang, dan kaulah si obat penenang yang selalu hilang ketika aku
membutuhkanmu.
Aku ini hanya gadis kecil yang tak tahu
apa-apa, yang melihat pria sederhana, pria yang setiap selesai bertemu selalu memunculkan harapan baru, pria yang peluknya selalu ia rindukan, pria yang aroma tubuhnya selalu menimbulkan perasaan kangen, pria yang entah bagaimana bisa membuat gadis itu takut
pada rasa kehilangan.
Aku sedang ada di titik sangat mencintaimu dan aku tak ingin kisah-kisah lama yang terjadi padaku harus terulang lagi dalam kisah baru kita. Aku sedang dalam keadaan sangat menggilaimu dan aku ingin terus gila, ingin terus sakit jiwa, agar tanpa rasa terpaksa.
Untuk priaku yang berhasil membuatku jatuh cinta setengah mati, sekaligus membuat ketakutanku semakin menjadi.
Kamis, 04 September 2014
Mungkin lebih baik
Hey kamu masa laluku, kita bertemu lagi pada tulisanku yang tak pernah bosannya bercerita tentang kamu. Aku hanya ingin bercerita sedikit tentang seseorang yang kini hadir dalam hidupku. Aku harap kamu tidak cemburu karna saat ini aku sedang dekat dengan seseorang. Iya, dia adalah teman sekolah ku dulu sewaktu sekolah dasar. Mungkin dia tak setampan kamu, dia tak memiliki hidung mancung sepertimu, dia tak seberani kamu, dan dia tak pernah memperlakukanku seperti ratu. Dia berbeda denganmu. Tapi setidaknya dia sedang berusaha membuatku bahagia. Walaupun dia tak pernah tahu bagaimana aku yang hatinya patah berkeping-keping karna dirimu. Aku pikir ini saatnya aku melupakan kamu, melupakan sakit hati yang telah kamu tanam dalam-dalam di hatiku. Aku berhak bahagia tanpa bayang-bayang dirimu. Aku hanya ingin tersenyum bahagia tanpa kamu. Kamu memang segalanya dulu tapi aku sadar kamu bukanlah yang terbaik untukku. Aku tak akan berharap kamu kembali karna itu akan membuka luka lama. Dia yang sekarang sedang dekat denganku mungkin akan membuatku jauh lebih bahagia dari apa yang kamu lakukan dulu. Terima kasih untuk setiap kisah yang dulu kamu ukir dalam hidupku, dan kini aku akan memulai kisah baru tapi bukan bersamamu :)
Rabu, 20 Agustus 2014
Selamat ulang tahun
..waktu bertahanlah sejenak, aku hanya ingin
mengucapkan sebuah kalimat sederhana,
selamat ulang tahun..
-------
Sambil memandangi langit-langit kamar, aku terus memutar-mutar handphone di tangan kananku. Ada berbagai macam pikiran yang sedang mengusikku saat ini. Pikiran yang berpusat pada satu nama.
Aku melirik jam dinding. Pukul 22.30, cukup larut, untukku yang besok masih harus bangun pagi untuk bekerja. Namun untuk sebuah alasan yang sejak tadi ada di dalam otakku, aku berusaha mempertahankan kelopak mataku agar
tidak tertutup sekarang, karena ini belum
saatnya.
“Sebentar lagi..” gumamku sambil terus-terusan melihat jam dinding dan juga handphoneku. “Cuma satu setengah jam lagi, dan abis itu elo bisa tidur..” lanjutku layaknya orang gila, berbicara sendiri malam-malam begini. Tidak banyak yang aku lakukan. Aku hanya diam di atas kasurku, memeluk gulingku dan berlindung di bawah selimutku. Sesekali aku mengetuk-ngetukkan jari-jariku di atas kasur, sekedar untuk membuang waktu.
Belum ada satu jam berlalu, mataku sudah hampir terpejam. Dan itu menyebalkan. Hei, aku tidak ingin semuanya menjadi sia-sia di saat- saat yang paling mendekati seperti sekarang ini, bisikku lantang setengah marah, pada hatiku sendiri.
Dengan menahan ngantuk yang teramat sangat, aku terus berusaha untuk terjaga. Untuk sebuah pesan kecil, pesan kecil yang harus aku sampaikan saat ini juga. Dan harus di waktu yang tepat. Meski hanya nyamuk-nyamuk menjengkelkan yang menemaniku, tapi aku terus berusaha bertahan. Layaknya sebuah tim sepak bola kampung melawan chelsea. Atau seperti, olga melawan chris jhon mungkin ?
Lagi-lagi aku melirik handphoneku, dan senyum tipis terpeta di bibirku ketika, aku sadar waktu yang aku tunggu akan segera tiba. Hanya lima menit lagi. Ahh, jadi terdengar seperti lagu dangdut, pikirku.
Buru-buru aku beranjak dari kasurku, dan
berjalan ke arah terasa rumah, untung malam aku ini aku tidak sedang memakai hot pants atau tank top sehingga angin malam yang berhembus tidak terlalu terasa menusuk kulitku, meski tetap
saja ia menyelip di sekitarku tubuhku.
Aku menyiapkan sebatang lilin berwarna putih dihadapanku, lantas menyalakan api di atasnya. Dalam hati, aku mulai menghitung mundur.
Lima..empat..tiga..dua...
Piipp..piippp...pipppp..
Tanda alarm handphoneku berbunyi dan
langsung aku matikan. Aku menatap lilin di hadapanku. Tersenyum sejenak sebelum aku pejamkan mataku, untuk sepatah dua patah doa.
“Hanya ini, yang bisa aku lakukan untuk kamu. Semoga kamu selalu baik-baik saja, dan bahagia. Semoga dia siapapun yang ada disampingmu sekarang, bisa selalu membuatmu bahagia. Semoga kamu, tidak pernah mengecewakan siapapun yang menyangimu, dan
semoga kebahagiaan tidak pernah menjauh dari kehidupanmu..”
“Fiuhhh..” dalam sekali tarikan nafas, aku
langsung meniup lilin di hadapanku itu.
“Selamat ulang tahun, kamu” sambungku, kali ini seolah berbisik pada angin, sambil berharap diam-diam, desisnya akan membawa ucapanku untuk dia yang dari tadi aku tunggu hari kelahirannya, untuk dia yang mungkin saat ini sedang lelap tertidur dengan berpuluh-puluh ucapan selamat yang masuk ke handphonenya,
atau dia yang mungkin saat ini sedang penuhdengan tepung serta air juga olesan krim dari surprise partynya.
Aku kembali ke kamar, dan kembali ke atas ke ranjangku. Kembali memeluk gulingku, dan juga berlindung di bawah selimutku. Kembali membenamkan diriku, di duniaku, bukan dunianya, dan tentu saja bukan dunia kita.
Hanya ini. Hanya untuk ucapan selamat ulang tahun dan aku telah terjaga hingga hari berganti.
Hanya untuk doa panjang umur dan aku tidak terlelap sejak tadi meski aku bisa. Hanya untuk ungkapan rasa syukur yang aku lakukan dengan diam-diam dan sendiri.
Untuk dia. Untuk masa lalu yang
tidak pernah hilang. Untuk cinta yang masih ada. Untuk sebuah keinginan semu namun menggebu. Aku ingin menjadi pengucap pertama di tahunnya yang ke 22 ,dan ternyata aku bisa. Meski aku tahu, ia tidak tahu. Aku bisa ke rumahnya sekarang jika aku mau. Aku juga bisa menelponnya jika aku ingin. Atau
seperti yang lain, aku juga bisa mengirimkan pesan padanya. Namun aku tidak ingin menjadi biasa. Lagipula aku tahu. Bukan statusku lagi untuk menjadi ‘siapa’ yang pertama mengingat
ulang tahunnya, meski memang itu yang terjadi. Apa aku gila ? tentu saja tidak. Aku seratus atau malah seribu persen sadar atas apa yang baru saja aku lakukan. Meniup lilin untuk ulang tahun
orang lain. Aku rasa seseorang yang gila tidak mungkin akan punya pikiran sekeren itu. Puas dengan apa yang aku lakukan tadi. Dengan segera aku menuju alam mimpiku, yang memang sudah menanti sejak tadi namun sengaja aku tahan. “Sekali lagi selamat ulang tahun..”
desahku pelan sebelum benar-benar terlelap.
-----
Sambil mengikat rambutku, aku memperhatikan kantung mata yang tergambar di wajahku, hadiah dari perbuatan semalam. Rasanya aku masih mengantuk. Ahh, seandainya perusahaan mau mengerti semalam aku baru saja melakukan hal ajaib dan bersedia memberiku ijin karenanya. Khayalan yang bodoh, aku tahu.
Kamis, 31 Juli 2014
Kamu, cinta pertama
Entah apa perasaan ini, saat jantungku berdegup kencang didekatnya, pipiku yang memerah, senyum malu-malu dan tangan dingin gemetaran. Perasaan seperti itu sudah lama hilang tapi mengapa kembali lagi. Aku bahagia saat berlama-lama mengobrol dengannya walau hanya di chat bbm. Dia yang masih sama seperti dulu, selalu saja membuatku mabuk kepayang. Kegilaan ini entah mengapa harus aku alami lagi. Aku tak ingin mengganggap semua ini perhatian lebih yang akan membuatku jatuh lagi. Tapi
aku tak bisa menahan perasaan gila ini. Dia hanya cinta pertamaku, dia hanya masa lalu. Tapi karna alasan itu aku tak tahu harus mengartikan apa tentang semua ini. Mungkin dia hanya menganggap perasaanku tak pernah berarti apa-apa. Tak pernah mengartikan segala perhatiaan itu sebagai cinta.
Untuk cinta pertamaku,
Mungkinkah aku jatuh cinta lagi?
Rabu, 23 Juli 2014
Kamu adalah tulisanku
Ini tulisanku yang entah keberapa; yang takkan pernah kamu lirik apalagi kamu baca. Aku tak pernah bosan mengumpulkan serangkaian kata-kata galau untuk mengabadikannya dalam setiap tulisan yang ku buat. Kamu tentu sudah tahu bukan? Kalau aku ini wanita yang sering menangis dalam tulisannya tapi kamu tak pernah tahu bahwa semua tulisanku berisi tentang lukaku, tentang kesedihan maupun kebahagiaan yang dulu sempat kamu ukir. Kamu seakan menjelma menjadi serangkaian kalimat dalam tulisanku. Kamu seakan karakter utama yang menjadi penentu di akhir cerita.
Entah sejak kapan aku suka menulis, mencurahkan tangisku dalam setiap tulisan. Aku jadi suka sajak, puisi, cerpen sastra dan segala hal yang membuat galau. Yang jelas aku selalu ingin menulis ketika aku mengingat, merindukan, dan menangis karnamu. Jika kamu membaca tulisanku mungkin kamu menganggap aku ini wanita yang berlebihan, yang membesar-besarkan setiap kesedihannya. Bukan begitu sayang, aku merasa bebanku lepas walaupun hanya sedikit saat aku menulis. Saat aku ingin menangis, aku tak ingin air mataku jatuh sia-sia. Aku lebih memilih menampung air mataku untuk menjadikannya sebuah tulisan.
Sayang, mungkin hanya sedikit wanita yang melakukan hal konyol seperti ini termasuk aku. Inilah aku, si pengecut yang terlalu takut untuk mengungkapkan keluhan dihatinya. Wanita bodoh yang berharap tulisannya akan dibaca olehmu suatu hari nanti; padahal dia tahu kamu takkan mungkin membacanya. Aku tahu kamu pasti tak suka melihat aku yang seperti ini dan menganggap aku wanita super galau yang melebih-lebihkan kesedihannya. Tapi inilah aku sayang, wanita yang hanya bisa menangis lewat tulisannya, wanita yang begitu rapuh karna tak punya tempat untuk mencurahkan hati; wanita yang selalu bersembunyi dibalik lukanya.
Sayang, aku lelah berada dalam bayang-bayang luka yang kau gurat. Aku tak cukup kuat untuk menghilangkan kenangan yang sesekali melintas saat aku menutup mata. Hanya ini yang bisa kulakukan, menjadikanmu karakter utama dalam tulisanku. Berharap kamu menjelma dalam setiap kata agar aku dapat terus melukiskan betapa dirimu sungguh istimewa. Untuk yang kesekian kalinya aku mengatakan bahwa aku masih mencintaimu walau kamu tak pernah tahu sayang. Aku masih merindukan kamu, merindukan saat-saat kamu pernah berada dalam posisiku. Kamu yang dulu galau berat dan hanya bisa mencurahkannya dalam tulisan.
Dari wanita pengecut
yang tak tahu diri...
Jumat, 18 Juli 2014
Merindukanmu disela kesibukanku
Disela-sela kesibukanku yang padat, nyatanya aku masih sempat merasakan rindu yang menggerogoti hati yang kesepian. Rindu yang bergejolak tapi tak dapat diutarakan, tak dapat diungkapkan kepada pemiliknya. Aku pikir dengan segala kesibukanku yang menggunung, aku bisa menghilangkan bayanganmu dalam pikiranku; melupakan senyuman dan canda tawa yang dulu pernah kamu rangkai dalam hari-hariku. Tapi nyatanya segala usaha kerasku sampai saat ini tak membuahkan hasil. Nihil!. Disaat aku butuh sandaran untuk menghapus lelah, disaat itu pula ingatanku tentangmu kembali muncul. Mungkin aku yang belum terbiasa atau mungkin aku yang tak benar-benar ingin menghapus jejak langkahmu dalam hidupku.
Seandainya kamu tahu, aku berusaha mati-matian untuk menghapus segala yang menyakitkan tentangmu dalam pikiranku. Aku mencoba agar air mataku tak lagi menetes saat aku begitu merindukan sosokmu yang dulu menjadi kekuatan terbesar dalam hidupku. Aku menahan ketakutanku jika seandainya suatu saat nanti kamu tak akan pernah pulang lagi. Jika seandainya kamu tahu bagaimana rasanya jadi aku mungkin kamu belum tentu bisa sekuat ini. Kamu tak pernah tahu, aku membunuh diriku sendiri untuk membuatmu hidup dan bernafas. Katakan saja, aku ini seperti payung, yang hanya kau buka saat awan terlihat mendung; yang rela membiarkan tubuhnya basah kuyup untuk melindungi tubuhmu agar tetap kering. Aku ini hanya gadis yang tak tahu apa-apa; yang ia tahu hanya merasa nyaman saat seseorang memberikan perhatiannya dan harus membalasnya dengan mencintainya begitu tulus.
Mungkin aku yang salah mengartikan, menganggap segala perhatian dan tingkahmu yang manis adalah bentuk jika kamu juga mencintaiku dengan tulus. Rasanya tidak adil jika ingin dihitung-hitung, aku mencintaimu tanpa aku harus memaksamu menjadi milikku. Tapi kamu, ah seandainya aku bisa tahu apa yang ada dalam pikiran dan hatimu. Aku tak mungkin rela jatuh berkali-kali hanya untuk menggapaimu. Sudahlah, biarkan aku merindukanmu begitu menggebu-gebu, mencintaimu begitu ikhlas tanpa harus memintamu untuk membalas. Walaupun aku tahu kamu tak akan mungkin berbalik arah untuk menemuiku. Walaupun aku tahu, didepanmu sudah ada wanita yang sekaligus bisa menjadi sahabat terbaikmu. Aku hanya bisa tersenyum miris; tak bisa lagi mengungkapkan segala kecemasanku dengan kata-kata.
Dan di tengah kesibukanku ini, aku masih sempat berandai-andai jika kita bisa seperti dulu. Berbincang-bincang dengan perkerjaan kita masing-masing, saling mengeluh, lalu berujung pada candaan yang membuat kita lupa pada lelah setelah bekerja seharian. Aku bisa bersandar dipundakmu, menggenggam tanganmu sembari kamu mengacak-acak rambutku lalu aku membalas dengan menjepit hidungmu yang mancung itu. Aku rindu saat-saat seperti itu. Saat-saat yang membuat hidupku sempurna karna adanya kamu. Kamu memeluk tubuhku seperti seorang kakak, mencium keningku seperti seorang ayah, mencium pipiku layaknya kekasih, berbisik ditelingaku seperti sahabat, dan menemaniku layaknya saudara. Rasanya bohong jika aku tidak takut kehilanganmu setelah apa yang kamu lakukan. Rasanya aku berdosa jika aku tak jujur bahwa aku begitu mencintaimu.
Entah dengan kekuatan magis apa kamu membuatku begitu mencintaimu hingga berdarah-darah begini. Hingga membuat aku merasa wanita paling hebat karna jatuh berkali-kali tanpa merasa kesakitan. Seperti yang pernah kamu katakan bahwa aku hanya ada satu di dunia ini, hingga dulu kamu memperlakukan aku layaknya seorang putri yang harus dijaga. Tapi nyatanya saat ini bukan lagi aku putri yang harus kau jaga. Bukan lagi aku yang harus kau hapus air matanya karna lelahnya pada dunia yang membuatnya menangis. Aku sadar aku bukan lagi siapa-siapa; bukan lagi jadi bagian terpenting dalam hidupmu. Tapi biarkan aku terus menggilaimu, biarkan aku seperti orang yang sakit jiwa agar aku tak pernah merasa terpaksa karna mencintaimu. Kamu tak perlu cemas, aku tahu apa yang terbaik untuk diriku. Aku hanya tak ingin terluka lagi dan lagi hingga membuatku jera.
Dari seorang gadis pecundang,
Yang hanya bisa mencintaimu disela kesibukannya.
Selasa, 01 Juli 2014
Aku yang tak kau pahami
Batin ini terluka, merasakan naungan ombak yang akan menghadangku
Hati ini menangis, membisu bagai air yang kehilangan arusnya
Tak kau pahami aku....
Yang selalu menjerit sakit saat ada bunga lain yang kau hisap
Kau kibaskan sayap hitammu kepada limpahan butir kembang yang datang menjulang menunjukan pesonanya
Tanpa kau ingat aku...
Sebuah kembang yang sendiri
Kehilangan daunnya yang semakin mengering layu
Haus oleh cinta yang biasa memelukku
Tak kau pahami aku..........
Yang selalu menahan kuncup agar tak mekar
Kulakukan demi siapa?
Tentu untuk engkau sang lebah yang kini terbang meninggalkanku
Kini kau hilang dari sarangmu saat aku telah temukan harum cinta dari hatiku
Ternyata kau kini telah temani sebuah kembang yang merah
Meronakan setiap senyuman kepadamu
Mungkin dialah yang mengindahkan matamu memberi warna setiap helai kertas yang terkotori sebuah tinta dusta
Tak seperti aku......
Yang hanya bisa mengindahkan matamu saat kau sadari
Kau jatuh ke kumparan lumpur hitam yang
mengotori tubuhmu
Tak kau pahami aku....
Yang hanya sebuah kembang kecil
Mudah layu, berserakan
Aku terbanting oleh tiupan angin yang
membenciku
Mungkin aku tak bisa sepertinya, kokoh,
berwarna, dan harum dalam dekapanmu
Tapi inilah aku.. Melati putih...
Dan dia, Mawar merah
Senin, 23 Juni 2014
Rindu itu, berat
Ketika malam datang, rindu pun berulang-ulang menikam saya dan mengahalau saya untuk mencari pelukan di pagi yang tak kunjung bertemu. Berat.
Saya hanya berharap bisa menilik saja apa yang ada dalam hatimu.
Apakah sama seperti yang saya rasakan?
Mau tahu seberapa berat rindu yang menghujani hati saya tiap malam?
Perlu saya timbang?
Perlu saya ukur seberapa dalam?
Apa hatimu juga merasa berat karena tertiban rindu yang sama?
Beritahu saya jika iya.
Jika tidak, cukup beritahu kepada angin
malammu.
Siapa tahu bisa menyatu sampai kepikiranku.
Kamis, 19 Juni 2014
Jamuan rasa
Apa kabarmu kesedihan ?
Mungkin sedang berbahagia karena masih
mendapat tempat terbaik disini, kau seakan terus menari-nari dalam memori seperti hentakan ribuan belati yang berkarat. Tidakkah kau bosan terus menerus bermain diruang yang telah porak poranda kini, Hati yang sudah tak mendapat tempat untuk berteduh, pun untuk singgah sebentar.
Dan entah bagaimana kini kabarnya kebahagiaan disana ?
aku sudah lama tak menemuinya, dan kuharap Ia tak bersedih melihat aku yang sekarang.
Mungkin Aku adalah orang kesekian yang
bertanya bagaimana kabar bahagia, tapi masih saja bertahan duduk dan diam memandangi orang.orang yang tersenyum bahagia dan berjalan penuh riang dan tawa.
Dan aku adalah orang yang selalu datang
terlambat untuk itu.
Aah. . . sudahlah, kini aku sedang menikmati segelas kopi bersama jamuan senja yang masih tersisa kali ini, meski beberapa waktu yang lalu sebenarnya matahari telah lama tenggelam diufuk barat.
Aku hanya ingin disini untuk sementara waktu, bernostalgia dengan aroma pekat kopi hitamku dan bersimpati dengan hati yang sebenarnya masih belum patah, mungkin Aku hanya terlalu keras pada hatiku.
Aah. . . aku tak perlu terlalu khawatir untuk itu, toh sejauh ini aku masih baikbaik saja.
Mungkin aku takkan menemukan bahagia jika aku terlalu jauh mencari dan terlalu mengurung diri diruang yang sempit.
Cukuplah aku mampu untuk meyakinkan diri ini bahwa bahagia tidaklah sejauh jarak antara bumi dan matahari.
Mungkin bahagia itu ada disini, hanya saja aku belum menjamunya dengan baik, hanya saja kini Aku mulai merasa lelah untuk menunggu.
Jumat, 13 Juni 2014
Bayangan dalam pejamanku
Lingkaran itu menyerupai bulan. Iya, memang bulan. Ternyata hari kini telah malam. Di satu malam, detak jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat dari keadaan normal. Aku terdiam, terpaku
melihat di sekitar. Tembok-tembok yang
memagariku, membuat pikiranku semakin sempit. Aku benci keadaan ini. Aku butuh ruang. Ruang yang terang dan lapang.
Tapi, hatiku bertanya. Bagaimana dengan pagi? Dimanakah pagi? Kapan engkau kembali? Aku merindukanmu, sungguh!
Aku rindukan sentuhan hangatmu. Masihkah pagi itu menunggu ku disana? Tunggu aku! Malam ini, dia akan segera pergi. Datanglah dan jemput aku disini. Aku butuhkanmu, pagi. Gantikan bulan itu
menjadi mentari. Jadikan kelam ini sebuah cahaya di pagi nanti. Yaa, aku rindukan pagi. Gelisahku mengajak berdamai dengan waktu. Tapi, aku tak bisa. Ku rebahkan diri dan ku pejamkan mata. Apa itu? Batinku bergumam.
Dalam pejamanku sesosok bayangan hadir. Bayangan yang ku harapkan jadi nyata.
Taukah engkau? Lama sekali aku menunggumu disini. Tapi, dimana? Dimana kau kini? Tidak kah kau ingat pada ku? Berjuta pertanyaan dan ketakutan menyergapku. Seakan ingin menelanku bulat-bulat tanpa jejak.
Aku kini bangun dari tempat tidurku. Butiran peluh kini menggenangi dahiku. Pertanda ketakutan itu semakin membunuhku. Tak mungkin rasanya jika ku paksakan pejamkan mata ini.
Ku lihat lagi ke langit yang dibatasi oleh atap putih transparan. Bulan, ternyata itu masih kau. Kenapa selalu kau yang menghantui malamku? Bisakah kau pergi sesaat dariku? Gantikan dirimu dengan mentari. Aku mohon! Hanya mentari yang dapat hangatkan aku. Membawa duniaku kembali dan bernyanyi. Mentari selalu tertawa dan membagi kebahagiaannya padaku.
Pernah suatu saat, di bawah sinar mentari aku bertemu dengan bayangan yang datang dalam pejamanku malam
itu. Bayangan yang selalu aku rindukan hadirnya. Dia datang seolah membawa dunia baru untukku. Disini, dia di nadiku selalu memberikan getaran yang membuat ku masih bertahan hingga detik
ini. Namun, ketika malam datang dan
digantikan bulan, aku tak pernah lagi mendengar kabar dari bayangan itu.
Nadiku tiba-tiba berhenti berdetak. Tapi, bukan mati. Hanya saja sedikit melambat. Dunia tiba-tiba menjadi gelap. Mulai saat itulah, aku membencimu, bulan.
Karena engkau mentari pergi. Walaupun begitu, aku yakin mentari pergi hanya untuk sesaat. Mentari pergi bersembunyi dari malam yang hitam pekat.
Masih di bawah sinar rembulan. Aku berdendang dengan sepi. Aku menunggu mentari. Mentari, tunggulah aku. Bulan ini tak akan lama disini. Karena yang ku inginkan hanya kau.Hanya mentari yang mempertemukanku denganmu.
Bayangan dalam pejamanku.
Sabtu, 07 Juni 2014
Mengingat Kamu
Di malam minggu sedingin ini, mungkin kamu sedang berpeluk dengan kekasih barumu di atas motormu sambil menikmati indahnya malam. Mungkin. Karna aku tahu kamu suka malam, kamu suka menikmati malam sendirian. Dulu aku jarang menemanimu jalan-jalan malam karna aku tak pernah suka angin malam, tapi aku sering menikmati malam dengan melihat langit yang berbulan di balik jendela rumah. Sekarang mungkin kamu tak lagi menikmati malam sendirian, kan sudah ada dia wanita barumu sayang. Jangan salah paham sayang, dulu bukannya aku tak ingin jalan malam bersamamu tapi kamu tahu kan aku tak pernah suka dengan angin malam. Karna tubuhku begitu rentan jika terkena angin malam. Mungkin wanita barumu tidak seperti aku yang susah sekali di ajak pergi setiap malam. Mungkin dia selalu mau menikmati malam bersamamu. Bukan aku yang lebih senang menikmati malam di balik jendela rumah sambil menatap bulan.
Sayang, jika kamu ingin menikmati malam lagi saat ini. Aku mau menemanimu, tidak usah bersamanya. Dulu kamu selalu ngotot mengajakku jalan kan? Sekarang, aku mau sayang aku mau. Aku mau menemani kamu kemanapun kamu pergi. Aku tak akan lagi keras kepala. Aku tak akan membiarkanmu kedinginan di jalan. Aku akan selalu peluk kamu sepanjang jalan. Aku tak peduli lagi dengan tubuhku yang rentan dengan angin malam. Aku hanya ingin bersamamu sayang hanya bersamamu. Bisakah kamu datang kerumah dan mengajakku pergi. Seperti dulu sayang, saat kamu tiba-tiba datang dan ingin mengajakku pergi di malam takbiran. Aku janji sayang, aku tak akan menolak. Aku tak ingin mengecewakanmu lagi. Aku janji. Tapi sekarang mungkin kamu tak akan datang. Mungkin kamu tak mau lagi mengajakku menikmati malam. Sudah ada dia, wanita barumu. Dia mungkin selalu mau diajak pergi denganmu kemanapun. Tidak seperti aku yang susah sekali diajak jalan-jalan. Mungkin itu salah satu alasan mengapa kamu pergi dari aku. Aku wanita keras kepala yang tak pernah mau diajak kamu jalan-jalan menikmati malam. Tapi jika itu alasannya bukankah terlalu konyol. Sayang, aku tahu kamu dulu begitu teramat sangat mencintaiku. Mencintai aku apa adanya tanpa mengubah diriku sendiri. Aku bisa jadi apa adanya di dekatmu. Aku terlalu nyaman berada dalam pelukmu. Dan kamu sendiri tak pernah marah sedikitpun walaupun aku begitu keras kepala. Kamu terlalu sabar saat bersamaku sayang. Kita sama-sama saling tahu, saling nyaman, saling mencintai. Tapi mengapa kita tak pernah pada ruang yang sama. Mengapa kita terlalu gengsi pada diri masing-masing. Mengapa kamu tidak mau mempertahankan kita. Tapi kamu malah memilih dengan wanita baru lagi. Kamu tahu? Saat ini aku tengah berada dalam ketakutan yang teramat sangat. Aku takut sayang, tapi aku tak ingin memberi tahu ketakutanku padamu. Aku tak mau kamu tahu bagaimana aku yang sampai saat ini belum bisa merelakan juga melepaskan.
Sayang, setiap kali aku mengingat tentang kita, segalanya sungguh manis tapi miris. Aku selalu berharap ada keajaiban sehingga kita bisa seperti dulu. Saat segalanya bersamamu adalah hal yang membuatku bahagia. Saat senyumku mengembang manis karnamu. Saat ucapan sayangmu membuatku percaya bahwa cinta yang sesungguhnya bukan hanya sekedar omong kosong. Mengingatmu tak akan pernah ada habisnya. Otakku tak akan pernah berhenti mengingatmu. Karna segalanya terasa di luar nalar. Aku tak pernah mengerti mengapa mencintaimu begitu membuatku begitu sabar. Hingga sampai saat ini masih ada wanita yang tak pernah berhenti mengadahkan tangannya mendoakanmu dalam diam, dalam tangis, dalam dinginnya malam. Sayang, wanitamu dulu ini sungguh begitu ringkih. Begitu rapuh saat kamu menghancurkan mimpi dan harapannya bersamamu. Tak pernahkah kamu peka?
Masih tentangmu sayang,
Kamu yang dulu pikirannya tak pernah absen mengingatku dalam dinginnya malam.
Aku masih mencintaimu, mencintai kita yang dulu.
Minggu, 01 Juni 2014
Senandung untuk kau
Gelap sudah bergelayut disini, hujan menyisakan genangan genangan air di halamanku. Tapi aku masih saja mematung menepis kesunyian. Mulai ku julurkan telunjuk mengukir sisa sisa bayangmu di kaca yang
berembun. Ah aku lupa, aku lupa saat mulai membuat sketsa wajahmu karena semburat senja
tadi menghalangiku menatap dirimu lebih lama. Tidak.. tidak.. ternyata memoriku jauh lebih kuat dari itu, bukan wajahmu yang aku lupa tapi
seberapa lama aku mengenalmu yang aku lupa, karena detak jam dinding pun tak mau bercerita tentang sejak kapan kau tawarkan kehangatan itu padaku.
Hey, untuk kau yang sedang pongah mengikuti dilema hidupmu Dengarlah aku akan bercerita tentang sekeping hati yang ku sisakan untukmu. Benar, kau benar.. Sekeping hati itu tidak akan ku satukan pada sekeping hati yang masih rancu bagimu. Karena ada seonggok hati utuh yang telah kau genggam lebih dahulu. Tapi kenapa kau ragu? aku tidak akan meminta mu memungut kepingan hati itu untukku. Aku hanya meminta kau biarkan saja kepingan hatiku berkelana sesuka hatinya sampai dia menghentikan langkahnya. Tahu kah kau, buah kata yang akan ku lantunkan di setiap sembah sujudku kepada Sang Pembolak balik hati. Ya tentu, tentu ada namamu, ada doa ketentraman dan kesehatan untukmu.
Ah andai kau tahu, saat ini aku tidak pernah punya angan jauh
bersamamu, dapat melihatmu tersenyum saja sudah melepaskan gundahku. Aneh memang,jangankan kau.. aku saja bingung dengan perasaan ku. Aku tak ingin memiliki mu hari ini, tapi aku ingin kau tetap ada disini menjadi senandung tidurku. Biarlah sayapku kembang dengan bayangmu. Sungguh indah, benar-benar indah rasa ini. Tuhan memberikan aku sebuah rasa keikhlasan yang lebih kuat dari rasa inginku. Tuhan pun mengulurkan tanganNya dengan murah hati untuk menampung rasa yang telah aku titipkan padaNya. Aku tak pernah takut, aku tak pernah sedih, karena aku bukan seekor kukang yang selalu malu malu menampakkan meganya. Aku adalah seekor semut yang akan selalu mengangkat beban jauh lebih berat tanpa mengutuk-ngutuk adam dan Tuhannya karena Tuhan memberikan ku sebuah rasa dengan
keikhlasan yang tiada terkira. Indah.. sungguh.. Dan rasa itu yang menuntunku untuk menepis kesendirian itu. Hey aku tak sebejat itu. Tidak, aku tidak akan membagi sekeping hati yang telah aku sisakan untukmu kepada para pengembara baru yang mencoba untuk singgah dan berlabuh disana. Karena aku akan membiarkan sekeping hati itu tertanam dan mengakar hidup dalam semak semak rindu yang terkadang berbuah dan berbunga atau terkadang hanya akan menjadi makanan ulat ulat kecil saja.
Sekarang aku hanya ingin menjadi yang terbaik untuk diri ku, hidupku dan agamaku. Karena aku bukan cleopatra yang cantik rupa dan dipuja setiap mata memandangnya, tapi aku hanya seseorang hamba sederhana yang mencintaimu
dengan bersembunyi di balikdoanya. Bukan disini aku menunggumu, bukan hari ini ingin aku memilikimu tapi nanti.. Suatu hari jika torehan
tinta takdir Sang Pencipta tergores bersamamu di mahligai keindahannya.
Rabu, 28 Mei 2014
Mantan Pecinta Wanita
Mungkin sebutan untuk pencinta wanita memang pantas untukmu. Aku tak pernah habis pikir bagaimana bisa kamu secepat itu sudah memiliki wanita yang baru. Bagaimana dengan wanitamu yang dulu keras kepala dan manjanya melebihi bocah lima tahun itu? Apakah dia baik-baik saja setelah kamu meninggalkannya? Aku tidak yakin dia bisa setegar aku, bukannya aku ingin menyombongkan diri tapi sepertinya kenangan tentang dirimu jauh lebih menyakitkan karna selama waktu bertahun-tahun itu dia telah bersamamu dan begitu mencintaimu. Sebentar, cinta atau hanya obsesi? Ah, sudahlah aku tak ingin sok tahu tentang hati manusia.
Terkadang aku berpikir mengapa sampai saat ini aku masih saja menyimpan perasaan ini padamu sedangkan kamu mungkin sudah tidak peduli lagi. Sudah ada wanita baru yang entah lebih baik atau bahkan sebaliknya. Aku sudah tak ingin mengurusinya lagi. Tapi hati ini tak bisa untuk tidak peduli. Secepat itukah kamu melupakan kita? Sedangkan sampai saat ini aku masih saja mengurusi sakitnya luka yang belum juga kering ini. Kamu entah mengapa masih menjadi segala dalam kepala. Ketika aku tahu ada wanita lain yang menyukaimu, masih pantaskah aku masih berharap? Aku tahu titik jenuhmu mungkin sudah akut atau mungkin sudah terlalu lelah hingga kamu melepaskan genggamannya. Sudah ku bilang bukan jangan terlalu lama mengenggam duri yang membuatmu tak sadar akan melukai tanganmu sendiri.
Aku tidak tahu harus tertawa atau menangis. Aku ingin tertawa terbahak-bahak karna hubunganmu dengan wanita manja itu sudah berakhir tapi di sisi lain aku ingin menangis karna kamu tak henti-hentinya terus menambah luka karna hubunganmu dengan wanita barumu. Jangan kamu pikir aku tidak tahu karna sampai saat ini aku masih mencari-cari tahu kabarmu walaupun yang aku dapat bukan kabarmu tapi malah wanita-wanita yang dekat denganmu. Mengapa kamu tak pernah mencari tahu tentang aku setidaknya mencari tahu bagaimana keadaanku setelah berpisah denganmu. Mengapa kamu tidak datang padahal disini aku terus menunggu. Bukankah alasanmu ingin menjauh dariku karna dia, wanita manja itu. Mengapa kamu malah bersama yang lain. Dan tak berusaha memperbaiki kita seperti dulu.
Aku sungguh tak pernah mengerti jalan pikiranmu. Aku tak bisa terka apa yang ada dalam otakmu. Kamu terlalu semu hingga aku tak bisa melihat sisi terangmu. Mungkin harusnya aku yang terus bersamamu sehingga kamu tak lagi berpindah-pindah pada hati yang lain. Dan menjadi pecinta wanita yang hanya kamu jadikan cinta sesaat. Aku tahu sifat burukmu, kamu tak pernah bersikap tegas dan cepat luluh terhadap wanita. Aku tahu kamu lebih dari kamu mengetahui dirimu sendiri. Ketahuilah aku selalu mencintaimu walaupun kamu memilih bersama yang lain lagi dan lagi.
Untuk mantanku,
Si Pecinta Wanita yang tak pernah peka pada hati seorang wanita yang mencintaimu begitu berdarah-darah.
Aku ingin kamu kembali.
Selasa, 06 Mei 2014
Satu Tahun Tanpamu
Aku menatap dinding kamar dengan hiasan banyak bintang yang gemerlap dan bulan yang seakan tersenyum padaku. Begitu indah, walaupun di luar sana tak ada satupun bintang di tengah gelapnya malam. Sambil memeluk boneka bantal hello kitty kesayanganku dan mendengarkan alunan lagu jet-look what you have done. Malam ini, bolehkah aku sedikit menggalau? Ah, entah mengapa malam ini sepertinya tepat untuk bermelow ria. Sedikit miris. Mungkin.
Aku teringat kejadian satu tahun yang lalu, saat jemarimu menggenggam erat tanganku untuk yang terakhir kali. Perpisahan yang membuat aku sampai saat ini masih belum percaya kalau kita tak akan mungkin bersama lagi. Memang keadaanku jauh lebih baik sekarang. Aku tak lagi menangis sesering dulu. Tapi hati ini masih belum menerima rupanya, sesekali ketika mengingatmu ada sesak yang merajam dalam dada. Aku tak mau lagi menangis, aku sudah lelah. Bahkan mungkin air mataku sudah kering karna terlalu sering menangis. Mungkin saat ini kamu sudah melupakan segalanya, segala kenangan tentang kita. Mungkin. Karena kamu yang sampai saat ini masih sulit ku tebak jalan pikirannya. Kamu terlalu semu terlalu misterius untuk ku pahami.
Kamu tahu sayang? Aku tak pernah sedikitpun berniat mengubah kenangan kita menjadi abu-abu; menghilang begitu saja dimakan oleh waktu. Sayang, setiap aku melewati tempat-tempat dimana kita berdua, dadaku sesak tak karuan tapi mata ini sulit untuk menangis. Aku sudah tak paham lagi dengan perasaanku sendiri. Mungkinkah aku sudah mati rasa. Mungkinkah perasaanku padamu bukan lagi cinta tapi kesabaran karna telah dikecewakan berkali-kali. Aku sudah lelah dibuat jatuh tapi kamu tak pernah menolongku untuk bangkit. Aku lelah dibawa terbang tinggi kemudian dihempaskan begitu saja.
Sayang, aku ingat saat dulu kamu begitu mencintaiku begitu memujaku, kamu bilang hanya aku yang mengubahmu menjadi sosok yang setia. Kamu bilang tak ingin lagi berpindah-pindah ke hati yang lain. Tapi nyatanya semua hanya omong kosong. Mungkin takdirmu sudah jelas, tak hanya membahagiakan aku seorang saja. Bukannya aku ingin menyalahkanmu, tapi sepertinya kamu tak paham bagaimana kesabaran dalam mencintai. Aku dengar hubunganmu dengannya sudah putus lalu kamu telah berhubungan dengan wanita yang baru. Ah, ternyata kamu belum cukup puas membuat wanita menangis karna mencintaimu begitu berdarah-darah. Aku sudah pernah bilang kan, cukup aku yang terakhir kamu kecewakan, jangan ada lagi wanita yang nasibnya miris seperti aku.
Bukannya aku ingin berpikiran negatif, tapi kenyataannya kamu memang tak pernah merubah sikapmu yang terlalu cepat luluh karna wanita. Sayang, ketahuilah sampai pada saatnya nanti kamu pasti akan tahu; akan mengerti bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang hatinya telah berdarah-darah karna sikapmu, seseorang yang cintanya hanya kamu anggap bualan, seseorang yang matanya bengkak karna terlalu berlama-lama menangisimu. Bukan aku ingin melebih-lebihkan, tapi nyatanya kamu selalu tak pernah peka pada hati seorang wanita.
Tak terasa sudah hampir satu tahun, saat kamu menatapku begitu lemah, saat genggaman tanganmu begitu dingin. Aku tak lagi bisa menghirup bau tubuhmu, kita tak lagi menghirup nafas yang sama. Segalanya telah berbeda sayang. Tak lagi sama. Aku begitu ingin mengulang waktu saat-saat kita masih baik-baik saja. Saat aku begitu nyaman tenggelam dalam pelukan hangatmu. Saat suaramu adalah yang pertama kali ingin ku dengar. Sayang, kamu membuatku menangis lagi malam ini. Tapi aku tahu kamu tak mungkin menghapus air mata ini. Aku tahu kamu tak akan pernah datang lagi. Seperti dulu saat kamu tiba-tiba datang tanpa ku minta.
Sudah hampir satu tahun kita berjaga jarak sayang. Tapi mengapa sifatmu yang pecinta wanita belum juga hilang. Aku merasa gagal pernah sebagai mantan kekasihmu yang ku pikir karna aku sifatmu akan benar-benar berubah. Mungkinkah jika kamu kembali padaku lagi kamu akan benar-benar setia? Sayang, aku tak peduli berapa hati yang telah kamu lewati untuk sampai pada tujuanmu nantinya. Yang aku takutkan, kamu tak akan pernah mengubah sifat burukmu itu. Ingatlah, aku tak lagi bersamamu. Aku tak lagi bisa mencampuri urusanmu. Apalagi mencampuri urusanmu dengan wanita-wanita yang berhubungan denganmu. Aku iri sayang. Mengapa mereka bisa dekat denganmu tapi aku tidak. Aku seperti orang bodoh, aku tak tahu harus bagaimana.
Sudah hampir satu tahun sayang. Jujur aku ingin bertemu walau hanya bertatap muka. Semoga kamu tahu, semoga kamu mengerti. Aku merindukan kamu, merindukan kita yang dulu.
Jumat, 18 April 2014
Aku merindukanmu, tuan!
Aku menghela nafas sejenak, memejamkan mata dan ternyata air mata yang telah membendung di dalam tak lagi bisa ku tahan. Entah kenapa aku merasa penat sepenatnya. Aku penat pada segala hal yang membuatku lelah. Aku bosan dengan mata bengkak karna menangisi hal yang entah apa selalu membuatku tak bisa lagi membendung air mata. Rasanya aku ingin berteriak sekencang-kencangnya agar segala beban yang ada dalam dada bisa membuatku lega. Entah sejak kapan, aku selalu saja menangis saat aku merasa begitu lelah pada dunia yang seringkali membuatku menggigil sendirian. Aku tak lagi menjadi sosok yang ku kenal dulu. Aku tak lagi menjadi wanita tegar seperti yang dulu kamu katakan padaku. Aku berbeda. Tak lagi seperti yang kamu katakan dulu. Aku menjadi wanita cengeng dan pengeluh. Saat aku merasa lelah, aku hanya bisa menangis dan menangis. Tak ada seorangpun yang tahu, di depan mereka ku berikan senyum terbaik padahal sesungguhnya aku ingin menangis. Menangisi segala penat dan mungkin menangisi kamu. Dalam keadaan sakit seperti ini, aku ingin kamu memperhatikanku seperti dulu. Mengingatkan jam makanku dan tidur malamku. Saat kamu begitu khawatir pada keadaanku. Aku rindu sapaan hangatmu yang mengantarkanku hingga tertidur lelap. Aku rindu segala perhatian yang dulu kamu berikan. Saat aku begitu lelah, pelukanmu seakan membuatku lupa pada segala macam penat yang mengusik. Saat tak ada lagi kamu disini, segalanya berubah. Dulu, kamu selalu tunjukan arah saat aku tersesat sendirian, hembuskan angin saat aku bernafas, siramkan air saat aku dalam kekeringan. Kamu seperti embun yang menyejukan. Tapi nyatanya saat ini kamu tak lebih dari terik matahari di musim kemarau. Aku lupa bagaimana caranya menghilangkan penat selain dengan menangis. Aku tak tahu apa yang harus ku lakukan selain mengeluh. Tanpa kamu, aku tak lagi tahu bagaimana caranya tersenyum dan tertawa lepas. Aku tak lagi bisa mengendalikan diriku saat aku begitu merindukanmu. Saat aku hanya butuh pundakmu untuk menangis, aku tak lagi bisa mengadu padamu sepuas dulu. Aku kebingungan, aku seakan tak lagi punya tempat bergantung. Tanpamu, aku seperti terkatung-katung sendirian. Aku harus bagaimana? Tunjukan padaku jika tanpamu membuatku lebih baik. Tunjukan padaku bagaimana caranya agar aku tak lagi bergantung padamu. Jika hanya dengan menangis bisa melupakanmu aku akan terus lakukan, tak peduli hingga mataku lebam. Tak peduli lagi dengan orang-orang yang mengatakan aku rapuh. Aku hanya ingin menjaga perasaanku yang hampir mati. Aku hanya ingin saat-saat seperti ini, aku tak lagi mengingatmu. Aku hanya ingin berdiri sendiri. Dan tak lagi hanya duduk manis menunggumu datang menawarkan pundakmu untuk tempatku menangis. Aku tak ingin hidup dalam kenangan masa lalu. Biarkan aku bahagia walau tanpamu. Aku sudah lelah menangis sesenggukan karnamu. Aku hanya inginkan matahari bukan mendung seperti ini. Tunjukan padaku bagaimana caranya meniadakan bayangmu saat aku sendiri. Sampai saat ini aku bahkan masih terus mempertanyakan mengapa kamu meninggalkanku berjalan sendiri sedangkan kamu terus berlari semakin jauh. Apakah kamu merindukanku seperti aku yang tak pernah berhenti merindukanmu. Sayang, lihatlah wanita yang dulu begitu kamu perjuangkan, dia bahkan sudah lupa bagaimana rasanya jantung berdegup kencang, pipi yang memerah, dan tangan gemetaran karna seorang pria. Karna dia sudah tak peduli lagi dengan omong kosong cinta. Karna dia sudah mencapai titik jenuh berjuang sendirian. Kamu tak peduli bagaimana lukanya yang teramat perih. Kamu tak pernah tahu bagaimana dia telah lama menyiksa dirinya sendiri karna terus mempertahankanmu dalam hatinya. Aku adalah dia yang hanya kamu jadikan persinggahan bukan tujuan. Sudah hampir satu tahun saat kamu melambaikan tangan dengan tatapan matamu yang hangat. Sayang, bolehkah aku melihat senyummu yang manis seperti 4tahun lalu?
Kamis, 03 April 2014
Perpisahan
"Ketika TUHAN mengambil seseorang yang kaucintai, maka TUHAN akan menggantinya dengan seseorang baru yang suatu saat akan lebih kau cinta."
Perpisahan selalu hadir disaat kita belum siap kehilangan seseorang. Saat kita masih sangat mencintai seseorang. Dan, saat kita masih
membutuhkan orang itu dalam banyak hal.
Kenyataan terburuk yang harus kita terima adalah orang yang kita cintai itu akan hilang, untuk sementara atau mungkin selamanya.
Pernahkah terpikir dalam benak kalian? Bahwa perpisahan adalah akibat dari sebuah pertemuan. Pertemuan yang terencana, yang telah disiapkan oleh Tuhan agar kita bertemu dengan seorang mahluk ciptaanNYA. Setiap pertemuan pasti menghasilkan rasa. Entah rasa tertarik, rasa benci, rasa mencintai rasa ingin melindungi, termasuk rasa takut kehilangan. Kenyataan terburuk yang harus kita ketahui dari
sebuah pertemuan adalah sesuatu yang tak kita duga, bahwa pertemuan sebenarnya adalah kata
selamat tinggal yang belum terucapkan. Terkadang, mereka yang memutuskan untuk saling pisah adalah mereka yang masih saling jatuh cinta.
Perpisahan pasti dialami oleh setiap orang. Entah saya, kamu, kita, dan mereka. Saya pernah mengalami perpisahan dengan seseorang
atau banyak orang yang saya cintai, kalian pun juga pasti pernah merasakan hal yang sama. Ketika perpisahan membuat suatu pribadi jatuh di titik terlemahnya, ketika perpisahan menjadikan seseorang tak mampu lagi untuk berdiri, hanya ada satu kata yang ingin kita ucapkan kepada dia yang telah pergi yaitu "KEMBALILAH!"
Yang belum pernah terpikirkan dari suatu perpisahan adalah akan ada sebuah pertemuan lagi yang akan menyadarkan kita, bahwa kehilangan adalah tanda kita segera
menemukan. Menemukan hal baru yang belum pernah kita temukan. Bertemu dengan seseorang yang belum pernah kita temui. Berkenalan
dengan suatu pribadi yang belum pernah kita ketahui sebelumnya. Di luar sana, perpisahan didefinisikan dalam berbagai hal. Ada yang
mendefinisikan bahwa perpisahan adalah akhir hidup dan ada juga yang mendefinisikan bahwa perpisahan adalah awal perjumpaan. Bagaimana dengan kalian? Apakah perpisahan masih
menjadi alasan kita untuk menangis
semalaman? Apakah perpisahan masih menjadi alasan kita untuk menutup diri dan menutup hati dari orang-orang baru yang berusaha masuk dalam hidup kita?
Bagaimanapun jawaban kalian, ketahuilah perpisahan itu sama seperti aksi reaksi. Terjadi lalu menyebabkan akibat. Perpisahan adalah bagian dari rencana Tuhan untuk membuat kita lebih dewasa. Percayalah, Tuhan melihat kita
dari jarak yang tidak kita ketahui, dalam tanganNYA, DIA telah merancang rencana khusus untuk saya dan anda. DIA itu Maha Adil.
Ketika DIA mengambil "emas" yang kita miliki, maka DIA akan menggantinya dengan "berlian".
"Ketika DIA mengambil seseorang yang kaucintai, maka DIA akan menggantinya dengan seseorang baru yang suatu saat akan lebih kaucintai."
Sabtu, 29 Maret 2014
Kenangan
Kenangan itu cuma hantu di sudut
pikiran. Selama kita cuma diam dan nggak berbuat apa-apa, selamanya dia akan tetap jadi hantu. Nggak akan pernah jadi kenyataan.
Kenangan itu, betapapun pahitnya,
selalu bisa dikenang dan ditempatkan kembali di hati kita. Dan, biarlah memori beristirahat disana. Biarlah kita kunjungi suatu saat.
Aku telah membuka semua pintu dan melepas merpati-merpati itu pergi. Tanpa pesan, tanpa persinggahan. Melintasi taman paling rindu tempat kau bunuh kenangan kita berkali-kali. Dan sungguh aku tak akan pernah memberinya denyut nadi lagi agar
hidup kembali, seperti tokoh-tokoh kartun, yang dulu kau tonton di televisi.
Waktu kecil saya sering berpikir
tentang sesuatu yang bisa melestarikan kenangan. Begitulah mulanya saya mengakrabi musik, aroma dan puisi.
Kenangan perlu ada dalam hidup
untuk dikenang, ditertawakan dan menjadi warisan ingatan kepada anak keturunam
Kalian ingin selalu mengingat
kenangan manis, sedangkan aku malah ingin melupakan. Bahkan aku berharap kenangan itu tidak pernah ada. Dengan begitu, tidak ada yang perlu kutangisi.
Berjalanlah agar yang indah-indah
menjadi terkenang. Melepaskan bukan berarti menghilangkannya. Melepaskan itu justru membebaskan untuk bisa memilih.
Memilih bagian mana yang akan tetap tinggal dan mana yang akan pergi.
Pertanyaannya sekarang adalah
mana yang lebih menyakitkan, mereka yang memiliki kenangan lalu kehilangan atau mereka yang kehilangan tanpa memiliki kenangan?
Kenangan tetap selalu tersisa, benda tak lebih hanya kail pemicu. Selama kenangan itu ada, rasa itu masih tetap membekas.
"We are somebody’s memories when we are gone"
Kamis, 27 Maret 2014
Untuk wanitamu
Pernahkah kamu tahu bagaimana rasanya mencintai seseorang yang telah menjadi milik orang lain? Pernahkah kamu merasakan cinta dari seorang pria yang harus terpaksa memilih wanita lain? Pernahkah kamu dalam keadaan sedang cinta-cintanya lalu ditinggalkan begitu saja? Kamu tahu bagaimana rasanya? Aku tidak yakin kamu pernah dalam keadaan sulit untuk memilih harus menyerah atau tetap bertahan. Saat kedua pilihan itu beresiko, jika aku bertahan maka kamu akan tersakiti, jika aku menyerah maka aku yang tersakiti. Satu hal yang perlu kamu tahu, aku bukan wanita jahat seperti yang kamu pikiran. Jika memang aku wanita jahat, mungkin aku sudah melakukan hal yang sama seperti yang kamu lakukan bahkan lebih dari itu. Bersikap egois tanpa memikirkan apakah tak akan ada yang tersakiti atau tidak. Tak pernahkah kamu berpikir tentang seorang pria yang batinnya tertekan karna tingkahmu yang konyol itu? Tak pernahkah kamu tahu air matamu membuat seorang pria tak berdaya karnanya? Sudahlah, jangan seolah-olah kamu lebih tahu tentang dia. Satu hal yang perlu kamu tahu, aku dan dia hanya menjalin hubungan selama 4 bulan. Bisa dibandingkan dengan hubungan kalian yang hampir 3 tahun itu, tapi selama bertahun-tahun itu apakah hubunganmu dengan dia baik-baik saja? Dia terus berusaha datang kembali- lagi dan lagi, saat yang dia butuhkan hanya kenyamanan, tapi kamu malah bertingkah seperti wanita manja yang kurang perhatian. Apakah itu semua salahku? Saat hati dan pikirannya terbebani oleh sikapmu yang konyol. Tapi kamu tak pernah sedikitpun menyadarinya. Maaf jika aku memeluk kekasihmu, karna aku tahu pelukanmu bukanlah tempat ternyamaan baginya. Aku yang lebih dulu bersamanya, aku yang lebih dulu diperjuangkannya. Aku tahu apa yang dia suka dan tidak suka. Aku tau bagaimana dia jika sudah jatuh cinta setengah mati pada seorang wanita. Aku tahu saat cintanya diabaikan dia akan bertingkah seperti apa. Aku tahu setiap kata yang terucap dari mulutnya adalah sebuah ketulusan walau terkadang ku pikir seperti gombalan yang memuakan. Aku lebih tahu tentang dia, jauh sebelum kamu mengenalnya.
Kembali pada bagian awal, saat ini aku sudah menyerah. Dan aku sebagai salah satu yang tersakiti. Tak cukupkah itu membuatmu tenang? Tak cukupkah itu membuatmu menang? Ketahuilah, aku menyerah karna aku juga seorang wanita, kita mencintai orang yang sama. Bukankah aku akan sama saja sepertimu jika aku tetap bertahan? Aku menyerah karna aku tak ingin jadi wanita paling egois, memikirkan perasaannya sendiri tapi seolah-olah buta akan perasaan wanita lain. Sampai saat ini aku tak habis pikir, belum cukup puaskah kamu melihat wanita yang terkatung-katung sendirian melihat pria yang dicintainya bersama wanita lain? Mengobati lukanya sendiri tapi kamu terus tak berhenti menambah luka itu.
Aku tahu kamu pernah merasakan patah hati. Tak mudah melupakan rasa sakitnya bukan? Tak mudah juga untuk melupakan kenangan yang ada didalamnya dengan sekejap dalam waktu singkat. Harusnya kamu tahu, saat ini aku sedang berada dalam proses itu. Apakah saat ini aku masih saja berdekatan dengan kekasihmu? Berkomunikasi saja tidak pernah apalagi bertemu. Dia tak lagi mengantar dan menjemputku pulang. Dia tak lagi ke rumahku walau hanya sekedar menyapa. Bukankah sebagian waktunya hanya sibuk bersamamu? Lalu kenapa kamu masih saja terus menyalahkan aku. Jika memang karna kamu tak ingin kejadian saat itu terulang lagi, bukankah kamu hanya cukup diam dan tak lagi terus menerus ingat karna akan menambah luka. Tak perlu harus menyalahkan orang lain untuk berbagi luka bukan? Bukan ingin menceramahi, tapi aku ingin kamu mengerti, yang perlu kamu tahu hanya perasaanku yang harus kalian jaga. Dia milikmu sekarang, iya aku tahu itu. Tak perlu kamu bersikap memamerkan kemesraanmu dengan dia. Tentu aku akan terlihat baik-baik saja.
Mungkin menurutmu aku masih berharap. Iya memang aku berharap tapi tidak untuk kembali padanya. Karna aku tahu rasanya takkan mungkin. Aku hanya berharap luka ini segera luruh oleh waktu. Aku hanya ingin menjalani hari-hariku seperti manusia normal lainnya. Tak ada lagi luka yang membuat sesak dalam dada. Tak ada lagi tangis yang membuat mataku bengkak. Itu saja.
Tapi diantara luka yang belum juga kering ini, dia sudah ada dalam satu ruang di hati ini yang tak akan bisa di singgahi ataupun digantikan oleh siapapun. Aku akan selalu mencintainya entah sampai kapan. Salahkah aku mencintai seorang pria yang sudah memiliki kekasih? Tentu bagimu itu pertanyaan bodoh. Bukankah mencintai dalam diam lebih hebat daripada mencintai untuk memiliki? Kamu tak perlu cemas. Aku tak akan mengganggu hubunganmu dengan dia. Dan aku tak akan merebutnya darimu. Kamu sudah menggenggamnya bukan? Tak perlu takut dia akan pergi lagi. Jika memang kamu takut dia akan kembali padaku, tentu saja pikiranmu mengatakan bahwa dia memang masih mencintaiku. Harusnya jika memang dia mencintaimu, dia akan menghilangkan segala ketakutanmu itu bukan semakin membuatmu hidup dalam ketakutan.
Sudahlah aku tak ingin berkata lebih panjang lagi. Ini hanya sebagian yang aku rasakan. Mungkin kamu hanya bisa secuil mencernanya atau
mungkin tak bisa menerima semua ocehanku ini. Tentu saja karna kamu selalu menutup telinga.
Untuk wanita yang tak bisa berdamai dengan masa lalu.
Untuk wanita yang mengejudge buruk seorang wanita yang mencintai kekasih orang lain.
Berdamailah dengan ketakutanmu.
Rabu, 26 Maret 2014
Biarkan kamu menjadi kenangan
Wanita yang tengah malam begini masih terjaga pasti ada suatu hal yang sedang dipikirkannya. Dengan mata sayu dan sembab, tiba-tiba kenangan itu menggelayut indah dalam dinginnya malam. Ah entah kenapa malam selalu saja jadi tempat ternyaman untuk menikmati kenangan. Dalam sunyinya malam, wanita seringkali memikirkan apa yang sebenarnya tak harus mereka pikirkan, semacam kenangan yang hanya membuat sesak dalam dada. Tapi entah kenapa kenangan selalu jadi candu yang ingin terus diingat. Seperti udara yang selalu manusia hirup.
Sampai saat ini bahkan aku masih tidak mengerti kenapa kenangan tentangmu masih saja asik bertengger dalam otakku. Aku sudah muak dengan bayang-bayangmu yang tak bisa ku sentuh dengan jemariku. Aku sudah bosan dengan mata bengkak karna menangisi sosok pria yang menyebalkan sepertimu. Jika aku bisa memutar waktu, aku tak ingin menjadikanmu hanya sebagai kenangan. Aku ingin menjadikanmu sebagai sosok nyata yang menjadi bagian dalam masa depanku bukan masa laluku.
Aku tak lagi ingin bicara tentang kita, karna aku dan kamu kini tidak lagi menjadi kita. Sekarang, aku dan kamu berjalan sendiri-sendiri. Tak pernah saling bertemu, tak pernah saling menyapa, saling berjauhan. Bagiku ini adalah sebuah siksaan. Tapi, mungkin tidak bagimu. Tentu saja karna kamu mungkin sudah lebih bahagia dengan dia. Atau mungkin sudah melupakan segala kenangan tentang kita yang bagiku terlalu indah untuk dilupakan. Tapi akan kupastikan disetiap malammu setidaknya terlintas kenangan tentang kita yang membuatmu rindu. Mengingat sosokku dalam pejaman matamu. Merasakan kehadiranku walau tak bisa dijamah. Ketahuilah, saat ini kondisiku jauh lebih baik dari yang terakhir kita bertemu. Aku tak lagi merasakan sesak dalam dada yang membuatku kehabisan kata. Aku masih menjadi diriku sendiri, menjadi wanita yang berusaha tegar walau hatinya terluka parah. Semua jauh lebih baik, tapi rindu ini masih saja ada, terkadang membuatku tak mampu mengendalikannya. Aku hanya bisa menangis diam-diam saat aku merindukan sosokmu yang tak lagi bisa ku temui. Aku benci saat dimana rindu membuatku tersiksa. Bahkan saat rindu aku hanya bisa merengkuhmu dalam setiap doa malamku.
Luka yang kamu goreskan sampai saat ini masih belum juga kering. Mungkin akan berbekas dan sulit untuk dilupakan. Luka ini terlalu parah, bahkan mungkin kamu tak pernah menyadarinya. Tapi aku sudah memaafkanmu jauh sebelum kamu meminta. Ketahuilah, kamu sudah berada dalam ruang di hatiku yang tak bisa disinggahi oleh siapapun. Aku mungkin akan selalu mencintaimu entah sampai kapan, tapi jika untuk kembali padamu rasanya tak akan mungkin. Jika aku hanya memahami cinta adalah perasaan irrasional, perasaan yang tak masuk akal, maka cepat atau lambat luka itu akan kembali menganga. Aku tak pernah ingin merasakan luka itu kembali berkali-kali. Biarkan kamu menjadi kenangan indah dan biarkan cerita kita menjadi dongeng sebelum tidur untuk anak dan cucu kita nanti :')